Senin, Januari 19, 2015

PERBEDAAN ANTARA BIJAK DENGAN PINTAR

Sobat! Orang bersemangat muda banyak ditemukan di masyarakat, namun orang bijak adalah sesuatu yang langka adanya. Kehadiran dan sikapnya sering kali ditentang bahkan dibenci oleh banyak orang.
Di sisi lain, orang orang pandir atau dangkal pikiran dan ilmunya biasanya berada pada barisan terdepan dari barisan penentang orang orang bijak.

Mereka menduga bahwa orang orang bijak bersikap aneh, bahkan gila seakan kehilangan akal pikirannya. Walau demikian halnya, orang orang bijak kembali membuktikan kebijakan dan kearifannya kepada semua orang.

Walau dimusuhi dan ditentang, Orang orang bijak tetap saja sabar dan menghadapi segala kondisi dengan ilmu dan kearifannya bukan dengan emosi dan perasaannya. Karena itu, belajarlah untuk bersabar bila menghadapi orang orang berilmu dan pendapat pendapatnya.

Bisa jadi saat ini, daya nalar anda belum mampu mengikuti pemikiran mereka, namun percayalah bahwa suatu saat nanti anda akan termanggut manggut karena kagum mengakui betapa dalamnya ilmu dan nalar mereka.

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagikan harta kepada sekelompok orang, sedangkan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas duduk menyaksikan pembagian tersebut. Betapa terkejutnya sahabat Sa’ad, karena menyaksikan ternyata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak memberi seseorang yang menurutnya lebih mulia dibanding orang orang yang mendapat pembagian.
Segera sahabat Sa’ad bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi si fulan, padahal sungguh demi Allah, aku meyakininya sebagai seorang (mukmin) yang benar benar beriman?”.
Rasulullah shallallah alaihi wa sallam menimpali ucapan sahabat Sa’ad dengan bersabda: “mungkin yang lebih tepat dia adalah seorang muslim“.

Sahabat Sa’ad untuk sesaat terdiam, namun karena tidak kuasa menahan rasa herannya, maka tidak selang berapa lama sahabat Saad kembali mengulang pertanyaannya dan berkata: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melewatkan si fulan, padahal sungguh demi Allah, aku meyakininya sebagai seorang (mukmin) yang benar benar beriman?”.
Namun, lagi lagi Rasulullah shallallah alaihi wa sallam bersabda: “mungkin yang lebih tepat dia adalah seorang muslim“.

Kembali, Sahabat Sa’ad terdiam sejenak, namun karena tidak kuasa menahan rasa herannya, maka kembali lagi sahabat Saad mengulang pertanyaannya, dan lagi-lagi Rasulullah shallallah alaihi wa sallam mengulang jawabannya lalu bersabda:
«يَا سَعْدُ إِنِّي لَأُعْطِي الرَّجُلَ، وَغَيْرُهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْهُ، خَشْيَةَ أَنْ يَكُبَّهُ اللَّهُ فِي النَّارِ» البخاري
Wahai Saad, sesungguhnya aku memberi harta kepada seseorang padahal orang lain yang tidak aku beri lebih aku cintai dibanding dia (yang aku beri), karena aku khawatir orang yang aku beri tersebut tersungkur dalam api neraka (karena lemah imannya, ia menggadaikan imannya demi mencari harta)” (HR. Bukhari).

Ya Allah, karuniakanlah kebijakan dan kearifan kepada para juru dakwah dan ulama’ kami agar dakwah islam ini maju dengan pesat dan persatuan ummat dapat terrajut erat. Amiin.

Penulis: Ust. Dr. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.

Tidak ada komentar: