Sobat!
Orang bersemangat muda banyak ditemukan di masyarakat, namun orang
bijak adalah sesuatu yang langka adanya. Kehadiran dan sikapnya sering
kali ditentang bahkan dibenci oleh banyak orang.
Di sisi lain, orang orang pandir atau dangkal pikiran dan ilmunya
biasanya berada pada barisan terdepan dari barisan penentang orang orang
bijak.
Mereka menduga bahwa orang orang bijak bersikap aneh, bahkan
gila seakan kehilangan akal pikirannya. Walau demikian halnya, orang
orang bijak kembali membuktikan kebijakan dan kearifannya kepada semua
orang.
Walau dimusuhi dan ditentang, Orang orang bijak tetap saja sabar dan
menghadapi segala kondisi dengan ilmu dan kearifannya bukan dengan emosi
dan perasaannya. Karena itu, belajarlah untuk bersabar bila menghadapi
orang orang berilmu dan pendapat pendapatnya.
Bisa jadi saat ini, daya
nalar anda belum mampu mengikuti pemikiran mereka, namun percayalah
bahwa suatu saat nanti anda akan termanggut manggut karena kagum
mengakui betapa dalamnya ilmu dan nalar mereka.
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membagikan harta kepada sekelompok orang, sedangkan sahabat Sa’ad bin
Abi Waqqas duduk menyaksikan pembagian tersebut. Betapa terkejutnya
sahabat Sa’ad, karena menyaksikan ternyata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak memberi seseorang yang menurutnya lebih mulia dibanding orang orang yang mendapat pembagian.
Segera sahabat Sa’ad bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi si fulan, padahal
sungguh demi Allah, aku meyakininya sebagai seorang (mukmin) yang benar
benar beriman?”.
Rasulullah shallallah alaihi wa sallam menimpali ucapan sahabat Sa’ad dengan bersabda: “mungkin yang lebih tepat dia adalah seorang muslim“.
Sahabat Sa’ad untuk sesaat terdiam, namun karena tidak kuasa menahan
rasa herannya, maka tidak selang berapa lama sahabat Saad kembali
mengulang pertanyaannya dan berkata: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau
melewatkan si fulan, padahal sungguh demi Allah, aku meyakininya sebagai
seorang (mukmin) yang benar benar beriman?”.
Namun, lagi lagi Rasulullah shallallah alaihi wa sallam bersabda: “mungkin yang lebih tepat dia adalah seorang muslim“.
Kembali, Sahabat Sa’ad terdiam sejenak, namun karena tidak kuasa
menahan rasa herannya, maka kembali lagi sahabat Saad mengulang
pertanyaannya, dan lagi-lagi Rasulullah shallallah alaihi wa sallam mengulang jawabannya lalu bersabda:
«يَا سَعْدُ إِنِّي لَأُعْطِي الرَّجُلَ، وَغَيْرُهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْهُ، خَشْيَةَ أَنْ يَكُبَّهُ اللَّهُ فِي النَّارِ» البخاري
“Wahai Saad, sesungguhnya aku memberi harta kepada seseorang
padahal orang lain yang tidak aku beri lebih aku cintai dibanding dia
(yang aku beri), karena aku khawatir orang yang aku beri tersebut
tersungkur dalam api neraka (karena lemah imannya, ia menggadaikan
imannya demi mencari harta)” (HR. Bukhari).
Ya Allah, karuniakanlah kebijakan dan kearifan kepada para juru
dakwah dan ulama’ kami agar dakwah islam ini maju dengan pesat dan
persatuan ummat dapat terrajut erat. Amiin.
—
Penulis: Ust. Dr. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar