Selasa, Februari 16, 2010

PROFIL RUSMAN UNRI SURBAKTI

Alquran adalah kitab suci umat Islam. Ia menjadi pedoman hidup dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Tak ada keraguan di dalamnya. Susunan kata begitu indah, gaya bahasanya begitu menarik, dan kandungan yang ada di dalamnya sangat jelas dan tegas. Bahkan, dari Alquran pula, banyak orang yang sukses. Ribuan bahkan jutaan buku ditulis. Semuanya bersumber dari Alquran.

Tak heran bila banyak orang yang kagum dan takjub dengan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW itu. Khalifah Umar Ibn Khattab memeluk agama Islam berkat kandungan yang ada di dalamnya. Ia terkesima dengan lantunan kalam Ilahi itu. Padahal, sebelumnya, ia adalah penentang agama Islam yang sangat ditakuti.

Tak hanya Umar, seorang aktivis gereja di Indonesia pun akhirnya memilih agama Islam berkat lantunan kalam Ilahi ini. Dia adalah Rusman Unri Surbakti, seorang anak muda aktivis gereja di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Pria ini akhirnya memeluk Islam karena banyak keraguan yang ia yakini sebelumnya menjadi tak masuk akal. Akhirnya, setelah menelusuri dan mendalami berbagai aliran dan agama yang ada, ia pun bertekad bulat memeluk Islam. Subhanallah.

Hidayah
Islam, bagi dia, sebetulnya bukan hal yang baru. Ketika kecil, entah mengapa, anak kelima dari delapan bersaudara itu selalu tertarik jika mendengarkan suara ayat suci di stasiun TVRI yang dilantunkan menjelang acara pengajian. ''Lantunan itu menarik hati saya. Tapi, karena keluarga saya penganut Kristen, siaran TV itu segera dimatikan.''

Lulus SMA, dia merantau ke Batam setelah sempat ke Pekanbaru. Di Batam, Rusman bekerja di sebuah bengkel. Di sela-sela kesibukan kerjanya, dia aktif di gereja, bahkan menjadi ketua pemuda gereja. Dalam setiap perayaan natal dan kegiatan serimonial Kristen yang lain, Rusman selalu jadi ketua panitia.

Beberapa lama kemudian, Rusman pindah kerja ke kawasan Batamindo. Di situ, dia mulai bergaul dengan teman-temannya yang aktif di kegiatan keislaman. Hal itu mengingatkan kembali memori masa kecilnya ketika mendengarkan lantunan ayat suci Alquran. Muncullah dalam hatinya ketertarikan untuk mengenal Islam lebih dekat.

Anehnya, ketika muncul ketertarikan terhadap Islam, ia justru juga semakin giat mendalami ajaran agama yang dianutnya, yakni Kristen Protestan. Namun, di balik usahanya itu, hatinya justru semakin dekat dengan Islam.

''Di Injil, saya melihat ada beberapa surat yang tak konsisten. Di satu surat, ada yang mengharamkan babi, tapi dalam surat lain boleh.'' Rusman menyebutkan, masih banyak contoh lainnya yang membuatnya ragu dengan agama yang dipeluknya sejak kecil itu.

Suatu ketika, dalam kebaktian di gereja, dia memerhatikan umat yang datang. Tak sedikit perempuan yang datang dengan mengenakan pakaian yang terbuka, mengumbar aurat. Tiba-tiba, ia merasa risih. Padahal, dari dulu sudah begitu. Namun, entah mengapa, perasaannya hari itu sangat berbeda.

''Itulah puncak dari kegelisahan saya. Saat itu juga, saya keluar dari agama yang sejak kecil saya anut.''Ia pun kemudian mempelajari agama Islam. Namun, sebelum mantap meyakini Islam, ia mencoba mempelajari agama lainnya. ''Siapa tahu cocok,'' demikian batinnya.

Aliran kepercayaan ia pelajari, namun tak cocok dengan hati nuraninya. Yahudi, tak kena di hati. Agama Buddha dan Hindu juga tak berkenan di hatinya. Di tengah kebimbangannya itu, ia makin khawatir kalau tiba-tiba sakaratul maut menjemputnya. ''Saya gelisah, takut mati karena tak punya agama,'' katanya.

Akhirnya, suatu ketika, dia membaca buku Sejarah Islam dari Segi Hukum dan Sejarah Iman. Dari buku itu, Rusman menemukan sesuatu yang selama ini dia inginkan: kedamaian dan ketenteraman. Buku itu seolah menjadi magnet yang menarik dirinya untuk memeluk agama Islam. Setelah itu, dia mulai mempelajari Islam secara lebih intens. Sampai akhirnya, Rusman membaca dua kalimat syahadat pada usianya yang 22 tahun.

Ceritanya, siang hari pada bulan Ramadhan, Rusman mendatangi Masjid Nurul Hikmah di kawasan industri Batam. Kebetulan, pengurus masjid Nurul Hikmah, Mohammad Soleh--yang pernah satu kantor dengannya--ada di masjid itu. Ia pun langsung menyapa Soleh.

''Selamat siang, Mas Soleh,'' sapa Rusman.
''Eh, Bang Rusman. Ada apa ini?'' jawab Soleh agak terheran dengan kedatangan Rusman. Beberapa jamaah di masjid juga memandang curiga kehadirannya.
''Saya mau masuk Islam,'' jawab Rusman tanpa basa-basi.
''Oh , ya? Wah , ada apa ini? Kok , tiba-tiba.''
''Niat saya sudah bulat, Mas.''
''Mohon maaf, Bang Rusman, agama bukan barang mainan. Mohon, pelajari dulu dengan baik. Nanti, jika sudah paham, baru benar-benar masuk Islam.''
''Saya sudah pelajari, Mas. Pokoknya, saya mau masuk Islam.'' Tekad Rusman sudah bulat.
''Oke kalau begitu. Nanti, datang ke sini lagi sebelum Maghrib. Ada baiknya mandi besar dulu.''
''Apa itu mandi besar?''
''Pokoknya mandi yang bersih, keramas.''

Sore hari menjelang Maghrib, Rusman sampai di masjid. Sekilas, matanya sempat melihat pengumuman di dinding. ''Sore ini, pengislaman saudara Rusman Surbakti.''
Pemuda kelahiran 7 November 1971 itu sempat tergetar melihat pengumuman itu. Begitu melangkah ke dalam masjid, ia disambut oleh para pengurus masjid.

Rupanya, di dalam masjid sudah dipenuhi oleh jamaah. Mereka ingin menyaksikan aktivis Kristen itu masuk Islam. Selama ini, Rusman yang mereka kenal adalah penganut fanatik agama Kristen. Setidaknya, itu dibuktikan melalui posisi Rusman semacam ketua pemuda Kristen yang aktif melakukan kegiatan seremonial agama Kristen.

Ia kemudian duduk menghadap hadirin. ''Segera saya duduk bersila di depan meja yang sudah disiapkan. Di sisi kiri saya, ada saksi. Di sisi kanan, tokoh masyarakat. Di depan saya, ustaz Muhammad Machfud. Beliau-lah yang mengislamkan saya,'' kata Rusman.

Setelah masuk Islam dan menjadi mualaf, pada 13 Maret 1993 ia mengganti nama yang sudah diberikan orang tuanya. Dari Rusman Unri Surbakti menjadi Abdullah Hidayat Ramadhan. Hidayah dari Allah itu datang pada bulan Ramadhan karena itu nama tengah dan belakang memakai nama Hidayat Ramadhan.

Dicibir
Setelah beberapa saat memeluk Islam, teman-temannya segereja dulu mencibirnya. Mereka tak percaya, seorang aktivis gereja tiba-tiba pindah agama dan memeluk Islam. Mereka mengira, Rusman pindah agama karena perempuan.

Namun, setelah mengetahui kepindahannya bukan disebabkan ketertarikannya pada perempuan, namun karena keraguan Rusman terhadap agama yang dianutnya dulu, teman-temannya pun mengejeknya. Apalagi, setelah namanya berganti menjadi Abdullah, ia makin dijauhi. ''Mereka mungkin tidak membenci saya, tapi tetap saja menjauh,'' kata Rusman alias Abdullah.

Bagaimana sambutan keluarga? Sebulan setelah masuk Islam, Abdullah pulang ke kampung halamannya di Asahan, Sumatra Utara. Dia datang menjelang malam. Keluarga sedang makan malam bersama, sebuah tradisi keluarga besar mereka.

'' Ah , si Rusman datang. Ayo, ayo, langsung makan,'' begitu abangnya menyambut kedatangannya. Di kursi yang mengelilingi meja besar itu, duduk ayah dan ibunya serta saudara-saudara sekandungnya. Mereka juga mengajak makan bersama.

''Alhamdulillah, saya sudah makan di jalan,'' jawabnya.
Hah? Ungkapan singkat itu membuat semua yang ada di ruangan tersebut menjadi terkejut. Abdullah memahami keterkejutan itu. Belum selesai keheranan mereka, Abdullah berkata lagi, ''Saya memang sudah pindah agama. Sekarang, saya seorang Muslim.''

Suasana menjadi tegang. Abangnya yang sulung terlihat paling geram. ''Apa-apaan ini? Kamu tidak tahu, itu lihat Iran dan Irak yang sama-sama Islam malah saling bunuh!''

Suasana makin panas, tensi meninggi. Brak! Tangan kanan abangnya menggebrak meja. ''Tidak ada itu pindah agama. Kamu ini gimana, sih ?''
''Saya tidak mau tahu. Saya yakin, Islam itu yang benar.'' Abdullah tak kalah lantang menjawabnya.
''Benar menurut kamu, belum tentu benar menurut kami,'' kata ayahnya.
''Ayah, saya sudah yakin dengan pilihan saya. Kalau ayah dan abang menyuruh saya mencabut keimanan saya, saya pilih mati!''

Suasana mendadak hening. Semua terdiam. Tensi ketegangan entah mengapa makin menyurut. Sesaat kemudian, ayahnya angkat bicara.

''Baiklah, kalau memang sudah begitu keputusanmu. Silakan jalan dengan keyakinanmu. Tapi, ada satu permintaan, jangan menjauh dengan keluarga ini,'' terang ayahnya.
''Islam tak membeda-bedakan, ayah. Jadi, aku pun tidak akan meninggalkan keluarga ini meskipun kita punya keyakinan yang berbeda,'' kata Abdullah.

Abdullah pun kemudian mendalami Islam secara giat. Bila dulu ia menjadi aktivis gereja, kini ia aktif di kegiatan keislaman. Di kawasan industri Batamindo, ia ditunjuk menjadi ketua majelis taklim gabungan Fastabiqul Khaerat . Lembaga ini menghimpun 14 majelis taklim di daerah itu. ed : sya


Dari TKI Menjadi Ustaz

Begitu masuk Islam, Abdullah Hidayat Ramadhan merasakan bahwa pemahamannya terhadap Islam masih kurang. Karena itu, atas berbagai pertimbangan, ia merasa perlu untuk merantau ke Jawa, belajar tentang Islam secara lebih mendalam, termasuk belajar Alquran secara baik dan benar. ''Saya belajar ke Yayasan Maarif di Blitar.''

Setahun belajar Islam di Blitar, Abdullah kembali ke Batam. Di sana, oleh teman-teman pengajian, Abdullah ditunjuk sebagai ketua seksi pembinaan mualaf. Tak berapa lama, karena kreativitasnya dalam menjalankan roda organisasi dan pengajian, Abdullah ditunjuk sebagai ketua majelis taklim gabungan Fastakibul Khaerat. Di Batam ini pula, dia menemukan jodohnya, seorang Muslimah.

Sekitar lima tahun memeluk Islam, dia merasa ada yang tidak pas dengan atmosfer keislaman di Tanah Air. Ada banyak kelompok yang masing-masing merasa paling benar sendiri. Dia trauma dengan agama sebelumnya yang juga banyak kelompok keagamaan. ''Saat itu, saya berpikir untuk mencari Islam ke sumbernya dan pilihannya tak lain adalah Arab Saudi.''

Abdullah memantapkan diri pergi Arab Saudi. Sebagai apa? TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Mobil pun dijual. Sebagian hasilnya untuk menambah uang saku ke Arab, sebagian lagi untuk kehidupan keluarganya. Maka, berangkatlah dia mencari ilmu agama Islam, langsung ke sumbernya di Makkah pada Juli 2000.

Sampai di Arab, dia dipekerjakan sebagai sopir di Jeddah. Tapi, baru sekitar empat bulan, dia bentrok dengan majikannya. Ia menilai, majikannya itu telah melecehkan martabatnya sebagai manusia. ''Saya keluar dari pekerjaan itu. Konsekuensinya, surat-surat saya ditahan oleh majikan.''

Untuk mengambil surat-surat itu, ia harus menebus dengan uang yang jika dijumlahkan sekitar Rp 200 juta. Uang sebesar itu bukan jumlah yang kecil. Karena itu, dia hidup menggelandang, mencari pekerjaan yang sifatnya gelap. Tujuh bulan hidup lontang-lantung di negeri orang.

Sampai-sampai pernah 'tinggal' di Masjidil Haram sekitar sepekan. Untuk makan, Abdullah mengandalkan sedekah dari pengunjung masjid. ''Saya kadang hidup dengan satu riyal sehari, cukup untuk beli roti Arab,'' kata Abdullah.

Ia pun berdoa, memohon dimudahkan dalam segala urusan. Ia pergi ke depan Ka'bah, menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Allah menjawab doanya. Beberapa orang anggota Kerukunan Keluarga Sumatra Utara (KKSU) di Arab Saudi meminjamkan uang untuk menebus surat-surat dan paspor agar dia menjadi sah (legal).

Sejak itu, Abdullah bisa bekerja secara legal dan tidak takut untuk dideportasi (meskipun sebelumnya dia memilih dideportasi karena benar-benar tidak punya uang untuk hidup).

Singkat cerita, Abdullah bekerja di Panitia Penyelengara Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, sebuah lembaga yang mengurus ibadah haji di bawah KBRI. ''Selama empat tahun saya bekerja di situ, akhirnya utang-utang kepada orang yang membantu saya untuk menebus paspor itu bisa lunas,'' kata Abdullah.

Ketika menjadi petugas haji, Abdullah secara otodidak terus mengembangkan wawasan keislamannya. Berbagai buku dia baca untuk menambah pengetahuan tentang Islam. Diskusi dengan ulama Arab Saudi tak pernah dilewatkan.

Pemahaman tentang Islam terus bertambah seiring dengan waktu. Hingga suatu saat, dia mengkritik cara kerja Departemen Agama dalam penyelenggaraan haji. ''Saya kamudian 'ditendang' dari PPIH.''

Keluar dari PPIH, Abdullah bekerja di travel Malaysia sebagai pemandu jamaah haji plus. Hanya setahun di situ, Abdullah pindah ke perusahaan travel Indonesia sebagai muthawwif. Kini, mantan aktivis Kristen itu menikmati kehidupan yang damai dan indah sebagai ustaz di Makkah.

Selasa, Februari 02, 2010

CIRI MANUSIA YANG MENDAPATKAN HIDAYAH

Disini diuraikan mengenai ciri-ciri konkret orang-orang yang mendapatkan hidayah. Dengan memahami hal ini, diharapkan kita bisa mengukur diri, di manakah posisi kita.

Adapun ciri orang yang mendapatkan hidayah atau petunjuk dan bimbingan Allah adalah sebagai berikut.

1. Merasakan kemudahan dalam beramal saleh
Orang yang telah mendapatkan hidayah akan merasa mudah atau ringan dalam melaksanakan amal saleh, rajin dan tekun dalam beribadah, serta sangat takut berbuat kedurhakaan. Sementara orang yang tidak mendapatkan hidayah-Nya akan merasa malas dalam beramal saleh dan tidak merasa bersalah kalau berbuat maksiat. Allah swt. berfirman, “Barangsiapa yang Allah kehendaki untuk mendapat petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al An’am 6: 125)

Maksud ayat Dia melapangkan dadanya untuk Islam yaitu mereka yang mendapatkan hidayah akan merasa mudah melaksanakan ajaran-ajaran-Nya, dadanya lapang tanpa beban. Sedangkan yang dimaksud niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit yaitu mereka yang tidak mendapatkan hidayah akan merasa malas dalam beramal saleh karena dadanya merasa sesak saat melaksanakan aturan-aturan Allah swt.

2. Merasakan kerinduan kepada Allah
Orang yang mendapatkan hidayah, setiap relung hatinya terisi dengan kerinduan kepada Allah swt. Jika nama Allah swt. disebut, akan bergetar hatinya; kalau dibacakan firman-Nya, akan bertambah imannya; ia bertawakal, mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat sebagai ekspresi syukur atas nikmat yang diterimanya.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia.” (Q.S. Al Anfal 8: 2-4)

3. Konsisten atau Istiqamah
Orang yang mendapatkan hidayah akan istiqamah atau konsisten dalam menjalankan perintah-perintah-Nya. Ia akan merasa nikmat saat beribadah kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam ayat berikut, “ ... Barangsiapa yang berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.S. Ali Imran 3: 101). Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah suka apabila seorang hamba mengerjakan suatu pekerjaan dan dia konsisten melakukannya.” (H.R. Baihaqi)

Kekokohan mereka dalam memegang ajaran agama diumpamakan dalam ayat berikut. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (la Ilaha Illallah) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Q.S. Ibrahim 14: 24-25)

4. Bersemangat dalam mempelajari ajaran agama
Orang yang mendapatkan hidayah akan memiliki semangat untuk selalu menelaah ajaran-ajaran Allah. Islam itu agama yang harus dipahami, bukan sekadar diyakini. Rasulullah saw. bersabda, ”Apabila Allah akan memberikan kebaikan pada seseorang, Dia faqihkan orang tersebut dalam agama.”

Yang dimaksud dengan Dia faqihkan orang tersebut dalam agama yaitu orang tersebut bersemangat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam.

5. Sabar menghadapi berbagai ujian

Allah swt. memberikan kehidupan kepada manusia sebagai ujian. Siapakah di antara hamba-Nya yang paling baik amalnya. Kehidupan dunia merupakan ladang amal. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk 67 : 2)

Orang-orang yang mendapatkan hidayah akan tahan menghadapi berbagai ujian kehidupan, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al Baqarah 2: 155-157)

PROFIL KAMELIA BUTIK MUSLIM KUPANG NTT

Selamat Datang
Kameliabutik


Info Perusahaan

Tanggal Bergabung: 14 Mar. 2007

Terakhir Diperbarui:
16 Mar. 2007

Korespondensi Perusahaan
Nama: Nn. Ika Nuurhayati [Pemasaran]
E-mail: Kirim Pesan
Nomer HP: 081339005338
Nomer Telpon: -
Nomer Faks: -
Alamat: Jl. A. Yani Kupang depan Stadion Merdeka
Kupang 85000, Nusa Tenggara Timur
Indonesia

Sifat Dasar Usaha: Dagang dari kategori Pakaian muslim & Mode

Penjelasan Ringkas

Perusahaan ini menyediakan berbagai fasilitas perlengkapan muslim. Produk utama yang dijual adalah jilbab dan pakaian muslim dewasa dan anak serta aksesoris jilbab. Terdapat pula berbagai kebutuhan muslimah seperti kaos kaki, deker, bandana, pakaian dalam khususnya untuk wilayah Kupang. Untuk sementara perusahaan ini masih dalam tahap pengembangan dan berusaha untuk dapat mengkreasikan dan mencari peluang dengan produk kerajinan NTT yang berkemaskan nuansa Islam. Semoga informasi sementara ini dapat bermanfaat.

Senin, Februari 01, 2010

MENGENDALIKAN HAWA NAFSU

Cinta kita kepada Allah SWT dan keyakinan bahwa kehidupan di dunia ini suatu saat akan berakhir dan di akhirat nanti masing-masing kita harus mempertanggungjawabkan setiap detik perjalanan hidup di dunia, memiliki andil yang sangat besar dalam mengendalikan kecenderungan hawa nafsu.

Suatu saat terjadi dialog antara Rasulullah SAW dengan Hudzaifah Ra. Rasulullah Saw bertanya kepada Hudzaifah. Ya Hudzaifah, bagaimana keadaanmu saat ini? Jawab Hudzaifah: “Saat ini saya sudah benar-benar beriman, ya Rasulullah”. Rasul kemudian mengatakan, “Setiap kebenaran itu ada hakikatnya, maka apa hakikat keimananmu, wahai Hudzaifah?” Jawab Hudzaifah: Ada "dua", ya Rasulullah. Pertama, saya sudah hilangkan unsur dunia dari kehidupan saya, sehingga bagi saya debu dan mas itu sama saja. Dalam pengertian, saya akan cari kenikmatan dunia, lantas andaikata saya dapatkan maka saya akan menikmatinya dan bersyukur kepada Allah SWT. Tapi, kalau suatu saat kenikmatan dunia itu hilang dari tangan saya, maka saya tinggal bersabar sebab dunia bukanlah tujuan. Bila ia datang maka Alhamdulillah, dan bila ia pergi maka, Innalillaahi wa inna ilaihi raji'un. Yang kedua, Hudzaifah mengatakan, “setiap saya ingin melakukan sesuatu, saya bayangkan seakan-akan surga dan neraka itu ada di depan saya. Lantas saya bayangkan bagaimana ahli surga itu me-nikmati kenikmatan surga, dan sebaliknya bagaimana pula ahli neraka itu merasakan azab neraka jahanam. Sehingga terdoronglah saya untuk melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya”.

Mendengar jawaban Hudzaifah ini, Rasul langsung saja memeluk Hudzaifah dan menepuk punggungnya sambil berkata, "pegang erat-erat prinsip keimananmu itu, ya Hudzaifah, kamu pasti akan selamat dunia akhirat". Bila kita cermati dialog tersebut, paling tidak, ada "dua" hikmah yang bisa kita petik. Pertama, iman kepada Allah, dengan mencintai Allah itu di atas cinta kepada selain Allah. Dan yang kedua, selalu membayangkan akibat dari setiap perbuatan yang dilakukan di dunia bagi kehidupan yang abadi di akhirat nanti.

Di dalam beberapa ayat, Allah SWT menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang yang muttaqin, mereka di antaranya adalah yang meyakini akan adanya kehidupan akhirat. Orang yang beriman akan adanya kehidupan akhirat, akan membuat dia mampu mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak meyakini akan adanya kehidupan akhirat, "Mereka tidak pernah takut dengan hisab Kami, dan mereka telah mendustai ayat-ayat Allah dengan dusta yang nyata." (An Naba', 78 : 27-28)

Di dalam Alquran, Allah SWT mengisahkan dialog sesama Muslim di akhirat yakni antara Muslim yang ahli surga dengan Muslim berdosa yang masuk dalam neraka jahanam. Muslim yang langsung masuk surga bertanya kepada Muslim berdosa yang masuk ke dalam neraka. “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam neraka ? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan hingga datang kepada kami kematian.” (Al Muddatstsir, 74 : 42-46)

Menurut Alquran, kebanyakan orang-orang yang kufur adalah mereka yang akhir hidupnya penuh dengan kemaksiatan. Ini terjadi karena mereka tidak mengimani bahwa kehidupan mereka akan berakhir di alam akhirat dan mereka harus mempertanggungjawabkan seluruh aspek kehidupan mereka selama di dunia. Demikian pula, Allah SWT mengisahkan kesombongan Fir'aun dan orang-orang yang menyembahnya, "Sombonglah Fir'aun itu dengan seluruh pengikutnya di muka bumi tentu dengan alasan yang tidak benar. Dan mereka mengira, bahwa mereka tidak akan pernah kembali kepada Kami." (Al Qashash, 28 : 39)

Kesombongan Fir'aun berakhir saat sakaratul maut. Saat dia menyadari bahwa dia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Ketika rombongan malaikat yang bengis-bengis itu mendatanginya saat dia sedang berada di tengah laut, yang dikisahkan para malaikat itu langsung memukul wajah dan punggung mereka. Allah SWT berfirman: “..Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al An'aam, 6 : 93)

Pada saat sakaratul maut itu, Fir'aun menyatakan: “Sekarang saya benar-benar beriman dengan Tuhannya Nabi Musa dan Harun”. Namun saat sakaratul maut pintu taubat sudah ditutup. Karena sudah tidak ada lagi ujian keimanan, sebab yang ghaib termasuk alam dan makhluk ghaib sudah terlihat nyata. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Qaaf, 50 : 22)

Orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari pembalasan/akhirat, yang diharapkan dapat mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya untuk hanya mencintai yang dicintai Allah dan membenci yang dibenci Allah, yang hanya mencintai sesuatu di dunia jika yang dicintainya itu dicintai Allah SWT.

Dalam sebuah hadis dikisahkan, suatu ketika pada siang hari, Sayidana Umar ra. berkunjung ke rumah Rasulullah SAW di mana saat itu Rasul sedang tidut beristirahat, dengan dada telanjang. Ketika beliau bangun tampaklah pada punggungnya garis-garis merah karena kasarnya alas tidur beliau yang dibuat dari pelepah kurma. Melihat pemandangan ini, Sayidina Umar menangis. Beliau yang terkenal keras saat itu luluh hatinya ketika melihat Rasulullah dalam kondisi seperti itu. Rasul bertanya: “Apa yang membuat kamu menangis wahai Sayidina Umar ? “Umar berkata:” saya malu ya Rasulullah, engkau adalah pemimpin kami, engkau adalah Rasul Allah, manusia pilihan, manusia yang dimuliakan-Nya. Engkau adalah pemimpin ummat, namun engkau tidur di atas alas yang kasar seperti ini, sementara kami yang engkau pimpin tidur di atas alas yang empuk. Saya malu ya Rasusulullah, selayaknya engkau mengambil alas tidur yang lebih dari ini”. Rasul menjawab: “Apa urusan saya dengan dunia ini? Tidak ada! Urusan diri saya dengan dunia ini kecuali seperti orang yang sedang mengembara dalam musim panas menempuh sebuah perjalanan yang cukup panjang, lalu sekejap mencoba bernaung di bawah sebuah pohon yang rindang untuk sekejap melepas lelah. Setelah itu dia pun kemudian pergi meninggalkan tempat peristirahatannya”. Kata Rasul: haruskah saya korbankan kehidupan yang abadi hanya untuk bernaung sejenak menikmati itu? (HR. Ahmad, Ibnu Habban, Baihaqi)

Selain kisah di atas, ada kisah lain yang layak kita renungkan di mana suatu ketika Khalifah Umar kedatangan putranya, Abdullah, yang meminta dibelikan baju baru. Secara spontan saja Sayidina Umar langsung marah sambil mengatakan: “Apakah karena kamu seorang anak Amirul Mu’minin lantas kamu ingin bajumu selalu lebih baik dari anak-anak yang lain ? Jawab Abdullah: Tidak! Saya khawatir malah kondisi saya ini akan menjadi fitnah, menjadi bahan cemoohan orang lain di mana anak Amirul mu’minin pakaiannya tidak pernah ganti-ganti, sebab dia hanya memiliki dua baju, di mana bila yang satu dipakai maka yang satu dicuci dan seterusnya. Sayidina Umar berkata: “Baiklah Nak, saya ingin belikan kamu baju baru hanya saja ayah saat ini tidak punya uang. Untuk itu kamu saya utus menemui “Khoolin Baitul Maal’ (bendahara negara), sampaikan kepada beliau salam dari ayah dan katakan pula bahwa ayah bermaksud mengambil gajinya bulan depan untuk membelikan kamu baju baru. Abdullah langsung menemui bendaharawan negara dengan mengatakan: “Ada salam dari ayah. Dan, ayah minta supaya gaji bulan depan bisa diserahkan saat ini untuk membelikan saya baju baru”. Bendaharawan tersebut mengatakan: “Nak, sampaikan kembali salamku kepada ayahmu, dan katakan bahwa aku tidak bersedia mengeluarkan uang itu”. Tanyakan kepada ayahmu, apakah ayahmu yakin sampai bulan depan beliau masih menjabat Amirul Mu’minin, sehingga berani mengambil uang gajinya bulan depan sekarang ? Andaikata dia yakin sampai bulan depan dia masih Amirul Mu’inin, yakinkah sampai besok dia masih hidup, bagaimana kalau besok ia meninggal dunia padahal gajinya bulan depan sudah dikeluarkan. Mendengar jawaban bendahara negara yang demikian itu, pulanglah Abudullah segera menemui ayahnya sambil menyampaikan pesan dari bendaharawan tersebut.

Mendengar penuturan anaknya, Umar langsung menggandeng tangan anaknya sambil mengatakan, antarkan saya menemui bendaharawan tadi. Begitu sampai di hadapan bendaharawan tersebut, Sayidina Umar langsung memeluknya, sambil mengatakan, terima kasih, saudara telah mengingatkan saya terhadap satu keputusan yang nyaris saja salah. Demikianlah kisah Sayidina Umar dan masih banyak lagi kisah lain dari perjalanan hidup para sahabat yang patut kita teladani untuk menghadapi dinamika kehidupan yang terus berkembang mengikuti perputaran zaman.

Allah SWT telah mengingatkan tentang bahayanya manusia-manusia yang menjadikan dunia ini sebagai tujuan hidupnya, “Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya.” (An Naazi’aat, 79 : 39) “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nyadan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” (An Najm, 53 : 29-30)

Akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yang sedemikian mulianya bisa terwujud tiada lain karena adanya benteng keimanan yang sangat kuat dan kokoh. Semoga kita bisa meneladani apa yang menjadi perilaku Rasul dan para sahabatnya. Amin!

Wallahu a’lam bish-shawab

ISLAM AGAMA DAMAI



Negara kita pernah dilanda konflik bernuansa agama yang berakibat jatuhnya korban jiwa, hancurnya sejumlah rumah ibadah, serta rusaknya infrastruktur dan tatanan sosial budaya. Dalam beberapa minggu terakhir, suasana yang hampir sama juga terjadi di negara tetangga kita yang menyebabkan rusaknya beberapa gereja.

Untungnya, tidak ada korban jiwa. Ada satu persamaan mendasar antara kita dan tetangga, yaitu sama-sama mayoritas Muslim. Karena itu, kasus-kasus yang melibatkan kaum Muslim di kedua negara seyogianya kita renungkan bersama untuk dijadikan pelajaran.

Sebagai umat mayoritas, ada kewajiban moral kaum Muslim untuk melindungi umat lainnya. Jika terjadi kesalahpahaman, kaum Muslim hendaknya menghindari cara-cara yang anarkis. Karena, hal itu bertentangan dengan semangat Islam yang menekankan kedamaian. Menjadikan agama sebagai landasan untuk melakukan perusakan terhadap rumah ibadah agama lain sama saja dengan mengingkari inti sari ajaran Islam yang sangat menekankan keharmonisan.

Berkaitan dengan kasus-kasus di atas, ada dua pelajaran penting yang perlu kita renungkan. Pelajaran pertama terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat itu, Umar mengirim pasukan untuk merebut Yerusalem dari tangan pasukan Romawi. Setelah melalui peperangan yang sengit, pasukan Islam akhirnya berhasil merebut Yerusalem.

Namun, patriark tertinggi yang memegang kunci tembok Yerusalem menolak menyerahkan kunci, kecuali langsung kepada Umar. Untuk kepentingan ini, Umar pun datang ke Yerusalem. Di tanah yang baru direbut itu, belum ada masjid, yang ada hanya gereja-gereja. Ketika Umar hendak melaksanakan shalat, ia dipersilakan oleh sang pendeta agar shalat di dalam gereja saja, namun Umar menolaknya.

Ia lebih memilih shalat di atas tanah berpasir. Mengapa? Ternyata, ia takut kalau gereja tersebut suatu ketika diambil alih oleh penerusnya hanya karena Umar pernah shalat di situ. Suatu pikiran yang sangat jauh ke depan, yang didasarkan pada penghormatan yang tinggi pada eksistensi penganut agama lain di wilayahnya.

Dalam kasus lain, Rasulullah selalu berpesan kepada pasukannya sebelum berangkat ke medan perang agar tidak membunuh perempuan, orang tua, anak-anak, dan tidak merusak rumah ibadah penganut agama lain.

Dalam kondisi perang saja, Rasulullah masih sangat menghormati semua rumah ibadah. Mengapa kita yang dalam kondisi damai saat ini justru merusaknya? Mari, kita renungkan kembali perilaku dan ajaran Rasulullah kita yang agung. Islam sebagai rahmat bagi semesta alam hanya bisa terwujud jika perilaku umatnya mengedepankan kedamaian dan keharmonisan, bukan sebaliknya.