Kamis, Februari 25, 2016

MENGAPA FABIAYYI AALA'I RABBIKUMA TUKAZZIBAN DIULANG SAMPAI 31 KALI?




Kalimat Fa bi ayyi aalaa'i rabbikuma tukazziban diulang sebanyak 31 kali dalam surah ar-Rahman. Arti dari ayat ini adalah: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Ungkapan ini ditujukan kepada bangsa jin dan manusia.

Nikmat itu Dia limpahkan kepada jin dan manusia agar mereka bersyukur dan tidak kufur terhadap nimat-nikmat tersebut. Banyaknya nikmat yang Allah limpahkan itu menunjukkan kekuasaan dan rahmat-Nya yang sudah sepantasnya dijadikan sebagai satu-satunya yang berhak disembah.

Adapun hikmah di balik pengulangan ayat ini, antara lain, sebagaimana yang kita ketahui bahwa Alquran diturunkan dalam bahasa Arab dan di antara gaya penyampaian ( uslub)-nya adalah pengulangan ( tikrar) untuk menguatkan kesan dan mendalamkan pemahaman ayat.

Al-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulumil Qur`an menyebutkan bahwa hal itu untuk memantapkan pemahaman, memberikan tekanan terhadap masalah yang dijelaskan, mengingatkan kembali, serta menunjukkan betapa besar dan pentingnya masalah itu.

Hal itu sama seperti perkataan seseorang kepada orang yang selalu ditolong tapi dia mengingkarinya. Bukankah kamu dahulu fakir kemudian saya berikan kamu harta, apakah kamu mengingkari itu? Bukankah kamu dahulu tidak punya pakaian kemudian saya beri kamu pakaian, apakah itu juga kamu ingkari? Gaya bahasa seperti ini biasa digunakan dalam bahasa Arab.

Lalu, pengulangan ayat ini bertujuan mengingatkan hamba untuk selalu ingat dan bersyukur kepada Allah SWT tanpa harus menunggu dan menghitung nikmat-nikmat Allah yang tidak akan bisa dihitung. 

**
Kutipan : Ustadz Bachtiar Nasir

Senin, Februari 22, 2016

MEMELIHARA RASA CINTA

Isak tangis ribuan orang memecah keheningan tatkala Rasulullah Muhammad berdiri di hadapan sahabatnya selepas berhaji. Di Mina, rasul terakhir ini menyatakan bahwa pertemuan itu bisa jadi perjumpaan terakhir. Karena tak tahu, apakah pada tahun berikutnya ia bisa menunaikan haji dan bertemu di tempat itu lagi ataukah tidak.

Mereka menduga ucapan tersebut menjadi sebuah pertanda semakin dekatnya masa perpisahan antara mereka dengan manusia mulia itu. Namun, seolah ia mengabaikan isak tangis para sahabatnya itu. Meski mungkin ia pun masuk dalam pusaran keharuan. Sebaliknya, ia terus berbicara menyampaikan nasihat-nasihat bijaknya.

Di tengah padang pasir yang gersang dan di antara tangis haru para sahabat itu, ia menitipkan pesan agar seorang Muslim terus memelihara rasa cinta yang ada di dalam dirinya. Tak semestinya Muslim menumpahkan darah saudaranya akibat rasa dengki dan kebencian. Karena dengan perbuatannya itu, ia telah merampas hak hidup saudaranya sendiri.

Teks dalam kitab suci sudah menyampaikan pesan bahwa mereka yang mengambil nyawa saudaranya tanpa sebab yang beralasan berarti ia telah mengambil nyawa setiap manusia yang ada di muka bumi. Sayang, nasihat itu tampaknya terabaikan oleh umat manusia dan umat Islam sendiri. Dorongan untuk saling meniadakan terus berkembang dalam benak mereka.

Ribuan nyawa melayang dari raga karena beragam alasan. Mereka bisa saja dibantai karena sebuah ambisi kekuasaan. Mereka bisa juga dimusnahkan karena sebuah kebencian yang mendalam. Bahkan, bisa saja nyawa itu melayang hanya karena sesuap nasi yang diperebutkan. Dan, nyatanya kini nyawa-nyawa di dalam raga mulai tak ada harganya.

Bukankah rasa cinta itu telah diajarkan dalam ritual haji pula yang mewujud pada saat menjalani Sai. Lupakah kita tergeraknya Hajar melakukan Sai, menuruni dan mendaki Bukit Shafa dan Marwa untuk menemukan sumber mata air, didasari oleh rasa cinta yang mendalam untuk menyelematkan sebentuk kehidupan.

Dengan sumber mata air itu, ia ingin menopang keberadaan hidup anaknya agar tak mati kehausan. Dalam teks suci dan makna dari sebuah ritual seperti haji, Islam memberikan penghargaan atas hidup. Maka haji mestinya menjadi sebuah titik balik bagi kita untuk memupus rasa benci yang mungkin telah menumpuk di dalam hati kita.

Pada peristiwa yang lebih dikenal sebagai haji Wada' atau haji perpisahan, Muhammad, juga menitipkan pesan agar umatnya menghormati dan bersikap santun kepada para wanita. Memperlakukan mereka dengan penuh kelembutan hingga mereka menjadi manusia yang terhormat.