Selasa, Juli 31, 2018

BELAJAR SENI BERDO'A KEPADA NABI IBRAHIM

_Sirah Community Indonesia_

Selasa, 31 Juli 2018 / 18 Zulqa'dah 1439 H



*BELAJAR SENI DALAM BERDO’A KEPADA NABI IBRAHIM*



 Topik yang sangat menarik tentang dua sosok Nabi dan Rasul yang keduanya disebut sebagai “uswah hasanah” (teladan yang baik) dalam al-Qur`an: Ibrahim ‘Alaihis salam dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.



Pada Surah Al-Ahzab [33] ayat 21 disebutkan:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Yang dimaksud di sini adalah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.



Sedangkan dalam Surah Al-Mumtahanah [60] ayat 4 disebutkan:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim,” Di sini dengan jelas disebutkan bahwa dalam diri Ibrahim ada suri tauladan yang baik untuk ditiru.



Menariknya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah buah dari doa Nabi Ibrahim sejak 2400 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan pada hayat kedua sosok ini, harus dijadikan teladan dalam kehidupan.



*Teladan Ibrahim dalam berdoa*



 Di dalam al-Qur`an di antara sekian banyak doa yang dipanjatkan para nabi dan rasul, maka doa Nabi Ibrahim memiliki kekhasan tersendiri. Seni berdoa yang dilantunkan Ibrahim layak diteladani bagi siapa saja yang ingin membina keluarga yang sukses.



*Pertama*, menyertakan keluarga dan keturunannya dalam doanya. Di antara sekian banyak doa yang dipanjatkan para nabi, hanya Ibrahim yang sangat sering menyertakan keluarganya dalam doa-doanya.



Dalam Surah Al-Baqarah ayat 124, 126, 127, 128, 129 dan Ibrahim ayat 40, adalah merupakan contoh rill penyertaan keluarga dan keturunan dalam doa. Dari sini, seyogianya umat Islam bisa meneladani ia. Bahwa doa yang dilantunkan bukan hanya untuk kepentingan sendiri dan untuk kepentingan sesaat, namun juga diproyeksikan untuk kepentingan yang lebih besar laiknya Ibrahim.



*Kedua,* menanamkan kesadaran untuk tawadu’ dan tidak bangga kepada kebaikan diri sendiri. Setelah Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam membangun ka’bah, doa yang dilantunkan adalah:

{رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} [البقرة: 127]

“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 127) Dalam doa ini mengandung pelajaran yang luar biasa.



Walau ia adalah seorang nabi, mendapat perintah langsung dari Allah serta mengamalkan hal yang sangat mulia (berupa membangun rumah-Nya), namun ia tetap menundukkan hatinya dan tidak bangga dengan amal baik yang dilakukannya. Sebagai nabi ia masi meminta agar amalnya dikabulkan oleh Allah. Ia takut amal yang dilakukan tidak diterima di sisi-Nya.



Ini pelajaran berharga bagi setiap orang agar tidak merasa bangga dengan amal yang dikerjakannya. Maka tidak mengherankan jika sebagian ulama ada yang mengatakan:

لَا تَغْتَرّ بِكَثْرَةِ الْعَمَلِ فَإِنَّكَ لَا تَدْرِىْ أَيُقْبَلُ مِنْكَ أَمْ لَا

“Jangan terperdaya atau takjub dengan banyaknya amal! Karena engkau tidak tahu (amal itu) diterima darimu atau tidak.”



*Ketiga,* berdoa secara spesifik dan mengerucut. Dalam berdoa Nabi Ibrahim begitu spesifik. Dalam doa ini misalnya ia mengatakan:

{رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} [البقرة: 129]

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”



Pada doa tersebut, dengan sangat spesifik Ibrahim meminta agar diutus Rasul dari keturunannya yang memiliki empat kualifikasi: membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan kitab dan hikmah serta membersihkan mereka.



Menariknya, satu-satunya keturunan ia yang memiliki keempatnya adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini bisa dibaca dalam Surah Al-Jumu’ah ayat kedua. Lebih dari itu, doa yang dilantunkan hingga sampai terwujud rupanya mencapai waktu sekitar 2400 tahun lamanya. Sebuah doa spisifik yang juga perlu kesabaran yang luar biasa.



Di tengah kondisi bangsa yang mengalami banyak cobaan seperti sekarang ini, hendaknya umat berdoa kepada Allah yang lebih spesifik untuk kemaslahatan bangsa. Semoga Allah membangkitkan dari keturunan bangsa ini yang bisa berubahan yang lebih baik untuk negara Indonesia.



*Keempat,* berdoa dengan optimis, penuh keyakinan dan husnudzan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Doa-doa tadi yang dipanjatkan Nabi Ibrahim hingga terkabulkan mencerminkan betapa optimism, yakin dan berbaik sangka Ibrahim terhadap Allah Ta’ala.



*Kelima,* berdoa dengan sesuatu yang baik sekalipun mustahil di mata manusia. Dalam salah satu doanya ia berkata:



{ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ } [البقرة: 126]

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 126)



Bayangkan, pada Surah Ibrahim ayat 37 Ibrahim sudah mengatakan bahwa dia menempatkan keluarganya (Ismail dan ibunya) di lembah yang tidak mungkin ditumbuhi tanaman. Tapi, yang ia minta adalah agar mereka diberi rezeki dari berbagai macam buah-buahan.



Dari sini umat bisa belajar, bahwa berdoalah kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan yang mustahil sekalipun di mata manusia. “Kemustahilan adalah keterbatasan manusi sedang Allah adalah Maha Tak Terbatas,” tuturnya.



Apa yang didapatkan Ibrahim hingga menjadi imam bagi manusia dan dikenal sebagai “Abu Anbiya” (Bapak Para Nabi) bukanlah hal yang mudah. Pada surah Al-Baqarah ayat 124 dijelaskan bahwa ia telah menjalani ujian-ujian yang sangat berat. Ujian saat masih muda, saat di Pelestina, saat di Mesir, Syam dan lain sebagainya. Namun, pada akhirnya mampu dijalani secara gemilang dan sempurna. Hasilnya, ia dijadikan imam (pemimpin) bagi umat manusia dan ketika ia meminta dari keturunannya juga ada yang jadi pemimpin, juga dikabulkan selama tidak melakukan kezaliman.



Pesan menarik dari ia sebelum khutbah usai, “Negara ini banyak mengalami ujian berat. Kita perlu punya optimisme seperti Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Tidak mustahil Allah memberi pada negeri ini generasi yang membuat perubahan besar serta menjadikan negeri ini sebagai baldatun thayyibatun warabbun ghafur.”



Semoga kita bisa meneladani Nabi Ibrahim (sekaligus nabi Muhammad) dalam berdoa sekaligus dalam segenap lini kebaikan yang dicontohkan ia dalam kehidupannya.



□□□□□□□□


Copyrigth@2018