"Ingatlah mati dalam shalatmu, karena apabila seseorang mengingat
mati dalam shalatnya, niscaya ia akan bersusah payah memperbaiki
shalatnya. Dan shalatlah seperti shalatnya seseorang yang tidak mengira
akan shalat lagi." (HR. Ibn Majah)
Hadis Nabi
Muhammad SAW tersebut menunjukkan penting dan nikmatnya khusyuk dalam
shalat dengan cara mengingat mati dan menjadikan shalat yang
dilaksanakan itu seolah-olah merupakan shalat terakhirnya.
Dengan
kata lain, shalat yang berkualitas adalah shalat yang dapat menyadarkan
pelakunya bahwa ia tidak lama lagi akan mati dan kini sedang shalat wada' (shalat pamitan, selamat jalan).
Sejalan dengan makna dasarnya, shalat khusyuk
berarti shalat yang pelaku berhasil menundukkan hatinya untuk hanya
fokus mengingat Allah, merenungi dan memaknai gerak-gerik dan bacaan
shalat.
Khusyuk yang hakiki, menurut Ibn Qayyim
al-Jauziyah, adalah kekhusyukan iman yang ada dalam hati Muslim,
sehingga memancarkan kekhusyukan perkataan dan perbuatan anggota badan.
Iman
yang khusyuk ditandai oleh sikap hati yang penuh pengagungan,
ketundukan, kepasrahan, takut, dan malu kepada Allah, sehingga hatinya
dipenuhi rasa cinta dan rindu kepada-Nya.
"Sungguh beruntung orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalat mereka." (QS. Al-Mukminun [23]: 1-2).
Keberuntungan spiritual ini hanya dapat diwujudkan oleh Mukmin yang shalatnya mampu menghadirkan dialog spiritual dengan Allah SWT, dan mampu menghentikan komunikasi dengan segala urusan dunia dan urusan personal di luar shalat.
Itulah
shalat yang menenteramkan jiwa dan menjadikan shalat itu bermakna:
bermuara pada penjauhan diri dari perbuatan keji dan munkar (QS.
al-Ankabut [29]: 45).
Khusyuk dalam shalat itu nikmat, karena hamba dapat curhat langsung dengan Sang Maha Kasih (Allah). Sayangnya, nikmatnya khusyuk tidak selamanya dapat dinikmati oleh semua orang yang shalat, karena berbagai sebab.
Di
antaranya adalah peshalat tidak menyempurnakan wudhunya, pakaian dan
tempatnya tidak suci, isi perutnya tidak halal, fisiknya shalat tapi
hatinya tidak ikut hadir dalam shalat.
Yang diingat justru selain Allah, shalatnya terburu-buru, tidak
konsentrasi, dan tidak dibarengi pemahaman terhadap pesan-pesan moral
dan sosial shalat.
"Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya."
(QS. Al-Ma’un [107]: 4-5). Dalam hal ini, orang yang tidak dapat
merasakan nikmatnya khusyuk berarti termasuk orang yang mendustakan
agama.
Pendusta agama itu hanya menjadikan agama sekadar
formalitas, tanpa spiritualitas dan moralitas luhur yang
termanifestasikan dalam amal sosial yang nyata.
Jika
kita selalu belajar khusyuk dalam shalat dan belajar menikmati
spiritualitas shalat, maka dengan sendirinya kita tidak akan pernah
tergoda untuk melakukan perilaku yang tidak bermoral, seperti korupsi,
penyalahgunaan narkoba, miras, pornoaksi, dan aneka kemaksiatan lainnya.
Belajar khusyuk dalam shalat dan menikmatinya sebagai menu spiritual
harian kita dapat memandu jalan hidup kita untuk selalu membersihkan
diri (tazkiyatun nafs), memaksimalkan dedikasi, dan meningkatkan
integritas diri di manapun dan kapanpun.
Karena itu,
evalusi terus-menerus terhadap kualitas shalat kita menjadi sangat
penting. Belajar merasakan nikmatnya khusyuk dalam shalat perlu dimulai
dari kesiapan hati kita untuk mau mendengar dan meresponi panggilan Allah (azan) dengan penuh rasa syukur, rasa rindu, dan rasa cinta bertemu dengan Sang Kekasih.
Sabda Nabi SAW: "Tiada
seseorang yang merasa dipanggil untuk menunaikan shalat fardhu, lalu ia
memperbaiki wudhu, khusyuk dan rukuknya, melainkan shalatnya itu
menjadi penghapus dosa setahun sebelumnya, selama ia tidak mempunyai
dosa besar." (HR. Muslim)
Agar dapat belajar merasakan
nikmatnya khusyuk, ada baiknya kiat-kiat shalat dengan khusyuk yang
diberikan oleh Imam al-Ghazali berikut kita coba aktualisasikan.
Pertama, bersihkan hati, pikiran, dan anggota badan agar jiwa siap menghadap dan mendekat kepada Yang Mahasuci.
Kedua,
agungkan dan hanya ingat Allah dan ingat mati selama shalat, sehingga
semua urusan keduniaan yang ada di luar shalat itu dikesampingkan dan
dianggap kecil. Hanya Allah saja yang Maha Besar.
Ketiga,
konsentrasi dan pahami makna semua bacaan dan gerak-gerik shalat. Makna
gerakan dan bacaan shalat penting dipahami dan dihayati sepenuh hati,
agar pesan moral shalat dapat ditransformasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Keempat, takut dan malu kepada Allah jika
shalat yang dilaksanakan tidak sempurna, apalagi tidak diterima.
Perasaan takut dan malu ini harus dimaknai secara positif, sehingga kita
melaksanakan shalat dengan serius sekaligus tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar