Labaik Allahumma Labaik. Panggilan haji kembali tiba. Jamaah
haji Indonesia sudah mulai diberangkatkan menuju tanah suci Makkah serta
menjadi tetamu Allah SWT. Momen haji adalah momen yang mampu
memberikan inspirasi bagi kemajuan kemanusiaan.
Proses ini
ditandai dengan jutaan manusia berbondong-bondong ke baitul Ka’bah,
simbol pemersatu umat Islam. Dalam ritual haji, manusia diperlakukan
secara sama dan adil, tanpa melihat ras, suku dan latarbelakang dunia
lainnya. Harkat dan martabat mereka sebagai manusia adalah sama. Hak dan
kewajiban mereka sebagai hamba juga sama. Tujuan dan arah perjuangan
hidup mereka hakikatnya juga sama, yaitu berusaha meraih kebahagiaan
yang sejati abadi.
Itulah sesungguhnya yang menjadi hikmah dan
tujuan utama di syariatkannya ibadah haji. Dalam bahasa Alquran, hikmah
dan tujuan ibadah haji - yang merupakan puncak tertinggi ajaran rukun
Islam – diungkapakan dengan istilah liyasyhaduu manaafi`a lahum, yaitu
untuk “menyaksikan” kemanfaatan-kemanfaatan duniawi dan ukhrawi
(kebahagiaan sejati) yang mahadasyat yang akan terus mengalir dan
menjadi “milik” mereka yang berhasil menunaikan haji secara mabrur (QS.
Al-Hajj 22:28)
Secara etimologis, sebagaimana dikemukan Ibn
Mandzur dalam kitabnya, Lisaan al-Arab, kata hajj antara lain berarti
“menuju pada target tertentu” (al-qashd). Lebih spesifik lagi,
al-Ishfahani dalam kitabnya, Mufradaat Alfaadz al-Qur`aan, menjelaskan
pengertian hajj sebagai “menuju kepada target tertentu untuk dikunjungi”
(al-qashd li al-ziyarah). Dari situlah muncul istilah haji
dalam Islam yang berasal diambil dari kalimat hajj al-bait atau
“berkunjung ke baitullah”, yaitu kunjungan khusus ke Masjidil Haram
dengan tujuan menunaikan manasik haji (QS. Ali `Imran 3:97).
Ditilik dari segi filosofis makna kata (fiqh qiyaas al-lughah),
kata hajj yang dibentuk oleh rangkaian tiga huruf dasar haa`jiim, jiim
pada hakikatnya menunjukan simpul makna dasar yang menggambarkan
“keberadaan sesuatu yang bisa dijadikan landasan, sandaran, atau fokus
perhatian” (ma u`tumida`alaihi) atau “berproses menuju landasan,
sandaran, atau fokus perhatian” (al-i`timaad).
Misalnya, kata
hujjah yang memiliki arti dasar argumentasi (al-daliil) atau bukti
kebenaran (al-burhaan). Begitu juga kata mahajjah yang berarti jalan
terbuka yang arah-arahnya (al-thariiq al-jaaddah). Disebut demikian
karena jalan tersebut bisa dijadikan sandaran untuk sampai pada alamat
yang dituju. Atau kata hajj (al-syijaaj) yang memiliki arti memeriksa
luka di kepala secara teliti, terfokus, dan penuh perhatian untuk
keperluan pengobatan serta penyembuhan.
Jadi, substansi haji
adalah mencari dan mengukuhkan sandaran atau landasan yang hakiki begi
kehidupan menuju kebahagiaan sejati yang merupakan fokus perhatian dan
target pencarian yang dituju oleh seluruh umat manusia.. Karena itu,
banyak ulama menyebutkan, haji mabrur adalah yang disertai dengan
tanda-tanda ke-mabrur-an setelah berhaji, diantaranya akhlak dan amal
perbuatannya menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar