Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Ada tiga golongan
di hari kiamat nanti yang akan menjadi musuh-Ku. Barangsiapa yang
menjadi musuh-Ku, maka Aku akan memusuhinya. Pertama, seorang yang
berjanji setia kepada-Ku, namun mengkhianatinya. Kedua, seorang yang
menjual orang lalu memakan hasil penjualannya. Ketiga, seorang yang
mempekerjakan seorang buruh, namun setelah pekerja tersebut
menyelesaikan pekerjaannya, orang tersebut tidak memberinya upah.” (HR. Ibnu Majah).
Hadis Qudsi di atas menyiratkan beberapa adab dan kesalehan baik
secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, berarti kesalehan
manusia di hadapan Rabb semesta alam.
Sedangkan secara horizontal, berarti kesalehan sosial hamba Allah
yang harus ditunaikan pada sesamanya. Allah membuka Hadis Qudsi, bahwa
yang pertama termasuk tiga golongan yang kelak akan menjadi musuh Allah
adalah orang yang ingkar janji.
Dalam Islam, janji dianalogikan sebagai sebuah hutang. Konsep al-wa’du dainun
(janji adalah hutang) menjadi penting sebab hutang harus ditunaikan
(dilunasi). Sedangkan orang yang mengingkari janji, dalam sebuah hadis
termasuk dalam kategori orang munafik. Beberapa ciri orang munafik:
pendusta, pengingkar janji, dan pengkhianat.
Perintah menunaikan janji, Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya...” (QS. An-Nisaa’: 58). Atau dalam hadis, ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.” (HR. Ahmad dan Al-Bazzaar).
Perintah melaksanakan amanah dan menunaikan janji berarti bukti bahwa
manusia tersebut menjaga hak-hak baik kepada Tuhannya maupun sesamanya.
Sedangkan hadis tersebut berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada
kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah,
merupakan bukti kemunafikan.
Golongan kedua, yakni golongan yang menjual orang lalu memakan hasil
penjualannya. Golongan ini mengingatkan kita kembali akan praktik
perbudakan yang telah terjadi sejak zaman pra Islam.
Adapun korban orang yang diperjualbelikan ialah para budak perempuan.
Budak perempuan kala itu diperdagangkan dengan harga murah. Tidak
sedikit dari mereka yang dipaksa melacurkan diri oleh para majikannya.
Dalam konteks kekinian, praktik perbudakan itu terorganisir secara
rapi dan lebih mengerikan sebab terjadi pada orang yang merdeka atau
lebih dikenal dengan istilah human trafficking. Praktik pemaksaan budak untuk melacurkan diri ini tertera dalam Surah An-Nuur ayat 33.
“Dan janganlah kamu paksa budak-budak perempuanmu untuk melakukan
pelacuran, padahal mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu
hendak mencari keuntungan duniawi. Dan siapa saja yang memaksa mereka,
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (terhadap
mereka yang dipaksa) sesudah mereka dipaksa itu,” (QS An-Nisaa; 24: 33).
Golongan ketiga yang kelak akan menjadi musuh Allah ialah seorang
atasan yang tidak menunaikan kewajibannya. Kewajiban tersebut berupa
penunaian hak-hak pekerja dengan memberinya gaji (upah). Islam tidak
hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga kewajiban. Bekerja
merupakan kehormatan yang perlu dijamin.
Nabi SAW bersabda, "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari).
Bekerja dalam Islam, diartikan sebagai bentuk pengabdian seseorang
baik pada Tuhan maupun bentuk usahanya untuk mendapatkan penghasilan,
sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam juga menjamin hak
pekerja, seperti terlihat dalam hadis: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
Semoga kita semua terhidar dari ketiga golongan tersebut dan
senantiasa berusaha menunaikan amanah dalam tiap sendi kehidupan, baik
terhadap Allah maupun sesama. Wallahua’lam bish shawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar