Selasa, Desember 22, 2015

HATI YANG KUAT AKAN SELAMAT

Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah,ama ba’du,

Perjumpaan dengan Allah Ta’ala adalah suatu yang pasti terjadi

Ingatlah saudaraku! Perjumpaan dengan Allah Ta’ala adalah suatu yang benar adanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan hal ini dalam sabdanya,
لِقَاؤُكَ حَقٌّ
“Perjumpaan dengan-Mu adalah sebuah kebenaran”. [HR. Muslim].
Hendaknya keyakinan ini terpatri dalam hati seorang hamba Allah, bahwa ia pasti akan menghadap Rabbnya dan berjumpa dengan-Nya untuk dihisab amalnya serta mempertanggungjawabkan perbuatannya sewaktu di dunia.
Allah Ta’ala berfirman :
{وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى}
(31) Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (Surga).[An-Najm:31].
Sobat, menghadirkan keyakinan ini dengan sempurna pada diri seorang kita, akan melahirkan sikap berusaha senantiasa mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut hari perjumpaan tersebut.
Karena seorang muslim yang baik dan yakin akan berjumpa dengan Rabbnya, iapun yakin akan dihisab serta dibalas amalnya, tentulah berusaha mencari bekal untuk bisa menghadap kepada Allah dengan selamat.
Pangkat, jabatan, kekuasaan, harta benda dan keturunan, tidak bermanfaat sedikitpun, jika seseorang tidak membawa hati yang sehat, sebuah hati yang berisi keimanan yang benar sehingga membuahkan amal sholeh yang diterima oleh Allah.
Allah Ta’ala berfirman :
{يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ}
Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
{إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ}
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat. [QS. Asy-Syu’araa`:88-89].
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan dua ayat di atas di dalam kitab tafsir beliau:
Firman Allah :
{يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ}
Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
maksudnya : harta seseorang tidaklah bisa melindunginya dari adzab Allah, walaupun ditebus dengan sepenuh bumi emas.
{وَلَا بَنُونَ}
dan anak-anak laki-laki ”,
maksudnya: meskipun ditebus dengan semua anak-anak laki-laki yang ada di muka bumi.
Pada hari itu, tidaklah bermanfaat kecuali keimanan kepada Allah, memurnikan ketaatan untuk-Nya semata (ikhlas) dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya. Oleh karena itu, Allah berfirman:
{إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ}
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat”,
maksudnya: selamat dari kotoran (dosa) dan kesyirikan”1.
Tabi’in yang mulia, Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah menafsirkan qolbun salim dengan perkataan beliau:
القلب السليم : هو القلب الصحيح ، وهو قلب المؤمن; لأن قلب [ الكافر و ] المنافق مريض ، قال الله : { في قلوبهم مرض } [ البقرة : 10 ]
“Qolbun salim adalah hati yang sehat. Hati tersebut adalah hati seorang mukmin, karena hati [orang kafir dan] orang munafik adalah hati yang sakit, Allah Ta’ala berfirman:
{فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا}
(10) Dalam hati mereka ada penyakit. [QS. Al-Baqarah:10]” 2.

Hati yang sehat adalah hati yang kuat!

Dari uraian sebelumnya, ketika Anda tahu bahwa orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehatlah yang bisa selamat berjumpa dengan Rabb mereka, maka muncul sebuah pertanyaan : “Bagaimana hati yang sehat itu?”.
Jawabannya: “Hati yang sehat adalah hati yang memiliki kekuatan hati yang baik!”.
Lantas, “Apakah yang dimaksud dengan kekuatan hati itu?”.
Simaklah uraian sang dokter hati, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah di dalam kitabnya yang indah: Ighatsatul Lahfan berikut ini:
الباب الخامس:  فى أن حياة القلب وصحته لا تحصل إلا بأن يكون مدركا للحق مريدا له، مؤثرا له على غيره
“Bab yang kelima: Tentang kehidupan hati dan kesehatannya tidak akan diperoleh kecuali dengan mengenal kebenaran lagi menginginkannya serta memilihnya, mengalahkan selainnya”.
لما كان فى القلب قوتان: قوة العلم والتمييز، وقوة الإرادة والحب. كان كماله وصلاحه باستعمال هاتين القوتين فيما ينفعه، ويعود عليه بصلاحه وسعادته.
Tatkala dalam hati terdapat dua kekuatan hati, yaitu:

  • Kekuatan mengetahui dan membedakan [Quwwatul ‘Ilmi wat Tamyiz].
  • Kekuatan kehendak dan cinta [Quwwatul Iradah wal Hubb],

maka kesempurnaan dan kebaikan hati itu diperoleh dengan menggunakan dua kekuatan ini dalam perkara yang bermanfaat bagi hati dan dalam perkara yang kebaikan dan kebahagiaan hati tersebut kembali kepadanya”.

Cara menggunakan kekuatan hati dan merawatnya

Kemudian sang dokter hati pun menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana menggunakan dua kekuatan hati itu dengan benar, sehingga terjaga dengan baik?
Inilah penjelasan beliau tentang cara menggunakan kekuatan hati pertama, yaitu: Kekuatan mengetahui dan membedakan [Quwwatul ‘Ilmi wat Tamyiz],
فكماله باستعمال قوة العلم فى إدراك الحق، ومعرفته، والتمييز بينه وبين الباطل
Kesempurnaan hati diperoleh dengan menggunakan kekuatan ilmu untuk menemukan dan mengenal kebenaran (dengan baik) serta membedakan antara kebenaran dengan kebatilan (dengan baik).
Adapun tentang cara menggunakan kekuatan hati kedua:
Kekuatan kehendak dan cinta [Quwwatul Iradah wal Hubb],
وباستعمال قوة الإرادة والمحبة فى طلب الحق ومحبته وإيثاره على الباطل
(Kesempurnaan hati diperoleh) dengan menggunakan kekuatan kehendak dan cinta dalam mencari kebenaran dan mencintainya serta memilihnya, mengalahkan selainnya.

Akibat buruk jika salah dalam  menggunakan kekuatan hati

Lalu beliaupun menjelaskan akibat buruk orang yang tidak menggunakan dua kekuatan hati dengan benar serta menjelaskan pula akibat baik bagi orang yang sehat hatinya, karena menggunakan kekuatan hatinya dengan benar,
فمن لم يعرف الحق فهو ضال، ومن عرفه وآثر غيره عليه فهو مغضوب عليه. ومن عرفه واتبعه فهو مُنْعَمٌ عليه

  • Maka barangsiapa yang tidak mengenal kebenaran3, berarti dia telah sesat,
  • barangsiapa yang tahu kebenaran, namun memilih kebatilan, maka dia menjadi orang yang dimurkai (oleh Allah),
  • dan barangsiapa yang mengenal kebenaran dan mengikutinya, maka dia lah orang yang diberi nikmat (oleh Allah).

Perbedaan antara umat Islam, yahudi dan nashara dalam menggunakan kekuatan hati

Setelah dijelaskan bahwa akibat buruk itu bagi orang yang tidak menggunakan dua kekuatan hati dengan benar,
dan sebaliknya, akibat baik bagi orang yang sehat hatinya, karena menggunakan kekuatan hatinya dengan benar, maka pantaslah jika Allah memerintahkan kita ketika sholat, untuk senantiasa memohon petunjuk:
  1. Agar menjadi orang-orang yang mendapatkan nikmat-Nya, berupa: ilmu tentang agama-Nya dan amal shaleh. Mereka inilah yang  menggunakan kekuatan hatinya dengan benar, yaitu: kekuatan ilmu dan kekuatan kehendak yang membuahkan amal sholeh.
  2. Serta memohon agar dihindarkan dari jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah, karena tidak mengamalkan kebenaran yang telah diketahui oleh mereka (al-maghdhub ‘alaihim), seperti kaum yahudi yang rusak kekuatan hati mereka, berupa rusaknya kekuatan kehendak dan cinta.
  3. Serta dihindarkan dari jalan orang-orang yang sesat, karena tidak berilmu tentang kebenaran (adh-dhaalluun), seperti nashara yang rusak kekuatan hati mereka, berupa rusaknya kekuatan ilmu mereka.
Oleh karena itulah, Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah pernah berkata:
من فسد من عبادنا ففيه شبه من النصارى، ومن فسد من علمائنا ففيه شبه من اليهود؛ لأن النصارى عبدوا بغير علم، واليهود عرفوا الحق وعدلوا عنه.
Barangsiapa yang rusak diantara ahli ibadah kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan nashara, Barangsiapa yang rusak diantara ulama kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan yahudi, karena nashara beribadah tanpa ilmu dan yahudi mengetahui kebenaran, namun berpaling darinya.

Hati kuat, Andapun selamat!

Allah Ta’ala mengkabarkan kepada kita tentang hamba-hamba-Nya yang selamat dari kerugian, dalam salah satu surat Alquran yang singkat namun padat makna.
Hamba-hamba-Nya yang selamat di dalam surat itu adalah profile orang-orang yang memiliki dua kekuatan hati dan mampu menggunakan keduanya dengan benar!
Mereka adalah tipe orang-orang yang mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, sehingga sempurna dirinya dengan ilmu agama Islam dan amal shaleh.
Tidak cukup itu, mereka juga berusaha menyempurnakan orang lain dengan mengajak dan mendakwahi mereka untuk berilmu, beramal dan bersabar di atas jalan ilmu, amal dan dakwah.
Sobat, mari kita renungkan surat Al-‘Ashr berikut ini,
Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
{وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ}
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan masa -yang itu merupakan waktu untuk beramal, baik amal yang menguntungkan maupun amal yang merugikan- bahwa setiap orang dalam keadaan merugi kecuali :
  1. Orang yang menyempurnakan kekuatan ilmiahnya dengan beriman kepada Allah dan kekuatan amaliahnya dengan melakukan ketaatan kepada-Nya. Maka ini kesempurnaan dirinya sendiri.
  2. Kemudian menyempurnakan orang lain dengan nasehat dan perintahnya kepadanya agar orang lain tersebut sempurna kekuatan ilmiah dan amaliahnya (seperti dirinya,pent.).
  3. (Dan nasehatnya) berupa pilar utama itu semua, yaitu: kesabaran.
Jadi, ia menyempurnakan dirinya sendiri dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh dan menyempurnakan orang lain dengan mengajarkan (kedua) hal itu kepadanya.
Serta nasehatnya kepada orang lain tersebut agar bersabar di atas jalan itu”.

Ucapan emas bagi orang yang menyayangi hatinya

Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur:
“Hendaknya (seorang hamba) ketahui bahwa kedua kekuatan (hati) ini, tidak pernah berhenti beraktifitas, bahkan (kemungkinan yang ada) yaitu :

  • Jika tidak ia gunakan kekuatan ilmiahnya untuk mengenal kebenaran dan mencarinya, maka ia akan gunakan kekuatan tersebut untuk mengetahui sesuatu yang selaras dan cocok dengan kebatilan.
  • Begitu pula, jika tidak ia gunakan kekuatan kehendak amalnya untuk beramal shaleh, maka ia akan gunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan amal shaleh.

Jadi, (Kesimpulannya) bahwa manusia itu, secara tabiat, disifati dengan “Harits” dan “Hammam”, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ta’ala ‘alaihi wa alihi wa sallam,
“أَصْدَقُ الأَسْمَاءِ: حَارِثٌ وَهَمَّامٌ”.
“Nama yang paling jujur adalah Harits dan Hammam” 4.
Harits adalah orang yang (suka) beraktifitas.
Sedangkan Hammam adalah orang yang banyak berkeinginan/selera (“ham”)5.
Karena, sesungguhnya jiwa itu sifatnya dinamis dan gerakan kehendak jiwa itu (hakekatnya) adalah bagian dari konsekwensi dzatnya6.
Sedangkan kehendak itu mengharuskan bahwa sesuatu yang dikehendaki akan tergambar pada jiwanya dan memiliki keistimewaan tersendiri menurut jiwanya.
Jadi, jika jiwa (manusia) tidak menggambarkan kebenaran, mencarinya dan menghendakinya,maka akan menggambarkan kebatilan, mencarinya dan menghendakinya. Dan itu pasti!”

***
Disusun dari : Ighatsatul Lahfan min Mashaidisy Syaithan,Ibnul Qoyyim, bab kelima
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Tidak ada komentar: