"Sesungguhnya, hati itu dapat berkarat sebagaimana besi berkarat.
Rasulullah SAW lalu ditanya: Apa yang bisa membuat hati agar tidak
berkarat? Rasul menjawab: Membaca Alquran dan mengingat kematian." (HR
al-Baihaqi).
Ilustrasi dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa
hati manusia itu potensial menjadi seperti besi yang kemudian berubah
menjadi berkarat. Sebelum berkarat, besi itu kuat, tapi ketika sudah
berkarat, ia akan berubah menjadi rapuh.
Hati yang berkarat
adalah hati yang berpenyakit atau sudah tidak sehat dan kuat. Agar hati
tidak berkarat, Rasulullah SAW memberi solusi, yaitu membaca Alquran.
Badiuzzaman Said Nursi dalam al-Mu'jizat al-Qur'aniyyah menjelaskan
bahwa Alquran adalah Kalam Allah.
Ia adalah kitab suci yang
menebarkan hikmah yang turun dari lingkup nama-Nya yang paling agung. Ia
menatap kepada apa yang diliputi Arasy yang paling agung. Jangankan
hati yang berkarat! Bebatuan gunung yang kuat dan kokohpun dapat "takluk
dan tunduk" kepada Alqur dan sekiranya diturunkan kepadanya. (QS
al-Hasyr [59]:21).
Hati adalah cermin cahaya (nur) ilahi. Karena
itu, wajar jika hati yang berkarat akan kembali memancarkan cahaya te
rang apabila diasupi hidangan rabbani. Sebab, Alquran merupakan "jamuan
spesial" Allah SWT (ma'dubatullah) bagi hamba-Nya.
Jamuan
kemuliaan ini tentu harus dinikmati dan dimaknai. Memaknai Alquran
identik dengan membaca, memahami, menghayati, mengapresiasi, dan
mengamalkan seruan berpikir rasional, pesan-pesan moral dan
spiritualnya.
Dengan kata lain, agar hati tidak berkarat,
mudarasah Al quran harus terus dilakukan dan dibudayakan; bukan sekadar
mengaji (tilawah), membaca, dan mempelajari pesannya (qira'ah wa
tadarus), melainkan memahami, menerjemahkan, dan mengaktualisasikan
nilai-nilainya dalam ke hidupan nyata (mudarasah), sehingga spirit
Alquran itu menjiwai dan menggelorakan kehidupan yang semakin jauh dari
nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keadilan, keindahan, dan kedamaian.
Mudarasah
Alquran merupakan peneduh hati yang gersang dan penjinak watak "keras
kepala dan keras hati". Sejarah membuktikan bahwa Umar bin al-Khattab
yang sebelum masuk Islam dikenal berwatak keras kepala dan liar, hatinya
luluh dan berubah 360 derajat setelah mendengar lantunan ayat-ayat
Alquran yang dibacakan adik kandungnya yang telah masuk Islam, Fatimah
binti al-Khattab.
Ayat yang didengarnya adalah QS Thaha ayat
2-4,"Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu agar kamu men - jadi
susah (sengsara), tetapi sebagai peringatan bagi orang- orang yang takut
(kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan
langit yang tinggi.
"Jika jujur berintrospeksi diri, tampaknya
kita umat Islam belum banyak melakukan mudarasah Alquran. Kita masih
jauh dari naungan Alquran. Kita belum bisa menikmati jamuan Allah yang
diturunkan pada bulan yang suci ini.
Boleh jadi, salah satu
penyebab kemunduran, keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan yang
mendera umat Islam saat ini adalah masih jauhnya kita dari naungan dan
pangkuan Alquran. Padahal, menurut Sayyid Qutub dalam pengantar tafsir
Fi Zhilal Alquran, hidup di bawah naungan Alquran itu nikmat. Wallahu a'lam bish-shawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar