Sebut saja namanya Pak Misrun. Seorang mandor sebuah pengembang
perumahan. Selama ini perusahaan yang mempekerjakannya selalu puas atas
kinerjanya. Usianya sudah menginjak kepala enam. Fisiknya sudah terlihat
rapuh.
Pernah suatu waktu, Pak Misrun yang sadar fisiknya tidak
seprima 20 tahun yang lalu menyampaikan untuk mengundurkan diri. Tapi
selalu ditolak halus oleh pimpinannya. Sampai tibalah di hari itu, Pak
Misrun ingin berpamit untuk berhenti kerja.
Namun, kali ini sepertinya akan dikabulkan. Boleh, jika Pak Misrun
ingin mengundurkan diri tapi mohon kerjakan satu proyek rumah untuk yang
terakhir kali, ujar sang pimpinan.
Pak Misrun sebenarnya sudah
tidak bisa menikmati segala macam pekerjaannya ini. Sehingga, meski
diterima, tapi tidak dengan semangat seperti awal-awal dia bekerja.
Kali
ini dia mengerjakannya asal-asalan, setengah hati, dan cenderung yang
penting selesai, pilihan bahan-bahan bangunan dan furnitur pun tidak
seperti biasa.
Singkat cerita, selesai sudah proyek rumah besar
tersebut. Dan Pak Misrun pun berniat menghadap sang pimpinan. Beberapa
kunci rumah dan kamar di genggamnya.
Namun, ketika hendak masuk
ruangan si bos, sekretaris kantor memberi kabar si bos sedang
mengerjakan umrah dan menitipkan dua amplop besar untuknya. Penasaran
dengan isi dari dua amplop tersebut, Pak Misrun membukanya dengan
seksama.
Amplop pertama berisi ucapan terima kasih perusahaan
kepada beliau atas pengabdiannya selama ini. Sedangkan amplop kedua
berisi Surat Sertifikat Tanah.
Sedikit terkaget, ketika isi
surat kepemilikan tanah tersebut ternyata mencantumkan nama beliau
sebagai pemilik dari rumah yang baru saja diselesaikannya.
Terselip
secarik kertas kecil, tulisan tangan sang pimpinan, Dengan telah
dibukanya kedua amplop ini saya mengucapkan untuk terakhir kalinya
ucapan terima kasih atas pengabdian yang tulus dari Pak Misrun untuk
perusahaan ini.
Sebagai tanda mata kami, mohon berkenan menerima
satu unit rumah dengan seluruh isi yang telah Pak Misrun siapkan. Kunci
langsung saja dipegang untuk selamanya oleh Pak Misrun. Kontan,
berbagai gejolak rasa menyergap hatinya.
Di antara rupa-rupa
rasa itu adalah penyesalan yang tak terhingga. Kenapa, untuk terakhir
dia bekerja, dia tidak maksimal mengerjakan proyek yang sebenarnya
direncanakan untuk sebuah hadiah atas pengabdiannya selama ini.
Ikhwah,
begitulah sebuah fragmen cerita untuk kita unduh hikmahnya. Ternyata
atas semua pengabdian kita selama ini, pada titik tertentu pasti Allah
akan memberi apresiasi yang tidak kita duga sebelumnya. Dan itu adalah
haq.
Apresiasi Allah terkadang sesuai dengan yang sudah kita
kerjakan atau bahkan dilebihkan dari yang telah kita persembahkan (baca
QS al-Muzamil, 20). Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar