Meski ayahnya sudah lebih dulu menjadi mualaf, Maria Elaine Venerissa
tetap mengalami masa-masa gelisah menentukan keyakinan yang akan
dipegangnya. Ia tertarik dan ingin tahu banyak hal tentang Islam.
Ia mempertanyakan mengapa perlu puasa? Mengapa perempuan haid tidak
boleh beribadah? Mengapa ada istilah bukan mahrom? Mengapa banyak
kategori aurat pada perempuan?
Ayahnya tak pernah memaksakan putri sulungnya itu untuk mengikuti
jejaknya. Meski sebagai orangtua, ayahnya berpesan akan lebih baik jika
Maria menjadi Muslim. Meski begitu, ayahnya tetap mengantar Maria ke
gereja setiap akhir pekan untuk beribadah.
Ia sendiri merasa keputusan menjadi Muslim karena panggilan hati.
Suara adzan membawa ketenangan di hatinya. Selama jam pelajaran agama
Islam semasa SMP dan SMA, Maria juga lebih memilih duduk mendengarkan
pelajaran itu di kelas.
Ia juga sudah bisa membaca dan menulis Alquran, tapi belum memahami
artinya. Jadilah ia penolong bagi teman-teman sekelasnya untuk
mencatatkan ayat atau hadits. Hingga akhirnya di 2012, Maria
bersyahadat. Momen akbar bagi hidup bagi gadis 19 tahun itu berlangsung
sederhana.
Dengan keyakinan yang bulat, ia bersyahadat didampingi guru agama
Islam dan seorang guru yang selama ini memang dekat dengannya. Ujian
terhadap orang beriman juga ia rasakan. Ditanya-tanya tentang Islam oleh
keluarga dan ia belum bisa menjawab, Maria sempat merasa tertekan.
‘’Saat itu ilmu saya masih sedikit. Saya merasa keyakinan saya atas Islam sedang diuji Allah SWT,’’ ungkap Maria.
Akan tetapi masalah demi masalah bisa dilewatinya. Ia juga tak
menyerah untuk mempelajari dan mendalami agama Islam. Ia sangat
bersyukur telah menemukan pencerahan dan kedamaian dalam Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar