Kesultanan ini mencapai puncak masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah.
Malaka. Nama ini mengena pada sebuah area di Semenanjung Malaya dengan nama sebuah selat yang memisahkannya dengan Pulau Sumatra.
Letaknya
sangat vital. Yakni, merupakan sebuah jalur laut ramai dilalui orang
yang melewati jalur Asia, terutama bagi para pedagang antarnegara.
Karena
letaknya sangat strategis, masyarakatnya tumbuh dengan cepat.
Budaya-budaya yang dibawa oleh para pedagang, termasuk Islam, diterima
dengan baik dan berkembang dengan cepat.
Di lokasi yang banyak
menjadi incaran para penguasa ini pernah berdiri sebuah kesultanan yang
sangat terkenal dengan armada maritimnya yang kuat, yaitu Kesultanan
Malaka.
Kesultanan Malaka, menurut pengamat sejarah Islam dari
UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Prof Dien Madjid, didirikan oleh
seorang tokoh yang bernama Parameswara.
Ia adalah seorang
pangeran dari kerajaan di Pulau Sumatra yang mulai runtuh karena serbuan
Majapahit. Parameswara bersama rombongannya kemudian melakukan hijrah,
melarikan diri menyeberangi Selat Malaka.
“Ia lari hingga ke
Tumasik (Singapura), kemudian lari lagi ke Muar (sekarang Johor,
Malaysia), hingga sampailah ia ke Semenanjung Malaya,” ujarnya kepada Republika, pekan lalu.
Asal muasal nama Malaka
sendiri, kata pengamat sejarah dan kebudayaan Melayu Mahyudin Al Yudra,
berasal dari pohon rindang yang oleh penduduk setempat dinamakan pohon
Malaka.
Suatu ketika, Parameswara sedang berburu dan
beristirahat di bawah pohon rindang Malaka. Tiba-tiba anjing yang
dibawanya untuk membantunya berburu diserang oleh seekor pelanduk
berwarna putih.
Parameswara pun kagum dengan apa yang dilakukan
pelanduk atau kancil tersebut, yang bisa mengalahkan anjingnya yang
lebih besar hingga tercebur ke air. Ketika itulah, ia mendapatkan ilham
dan memberi nama tempat yang akan ditinggalinya dengan nama Malaka.
Versi lain, ia menyebutkan Malaka berasal dari bahasa arab. “Dari kata malqa,
yang berarti tempat pertemuan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai
Ketua Balai Kajian dan Pengembangan Melayu yang berkantor di Yogyakarta
itu.
Parameswara datang ke daerah yang kemudian dikenal sebagai
Malaka ini sekitar tahun 1377. Tadinya, daerah tersebut merupakan dusun
yang masih sangat sepi.
Penduduknya sangat sedikit dan masih
percaya dengan animisme dan dinamisme. “Buktinya, banyak ditemukan
patung-patung, menhir, dan batu-batu besar untuk upacara,” katanya.
Parameswara
pun mulai membangun kawasan tersebut. Melihat lokasinya yang sangat
strategis, ia membangun sebuah kota di bandar pelabuhan dan sebuah
pasar.
Ia pun bisa membuat semua kapal yang melewati daerahnya,
Selat Malaka, harus singgah di Malaka dan mendapatkan surat jalan
darinya.
Malaka menjadi ramai oleh para saudagar yang melewati
kawasan itu dengan kapal-kapal besarnya. Saingannya kala itu hanya satu,
yakni Kerajaan Samudra Pasai.
Adapun satu kelebihan Samudra
Pasai, yakni karena kerajaan tersebut Islam. Itu membuat saudagar dan
pedagang dari Arab serta pedagang Islam lainnya lebih senang singgah di
sana daripada di Malaka.
Parameswara pun sadar agar bisa menarik
minat para saudagar Muslim tersebut, ia dan penduduknya harus masuk
Islam. Tahun 1414 Parameswara resmi masuk Islam dan bergelar Sultan
Muhammad Iskandar Syah.
Ia juga meminang putri dari Sultan
Zainal Abidin, yaitu Raja Samudra Pasai, untuk menjadi istrinya.
Raja-raja yang memimpin setelahnya, semuanya Islam dan bisa
mengembangkan kawasan Malaka menjadi bandar pelabuhan persinggahan yang
lebih besar. Penduduknya yang Islam juga semakin bertambah.
Kesultanan
Malaka mencapai puncak masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan
Mansyur Syah (1458-1477). Tak hanya sebagai bandar perdagangan, tetapi
Malaka juga berkembang menjadi pusat penyebaran dan perkembangan agama
Islam.
Pemerintahan berlangsung dengan menjalankan hukum-hukum
Islam dan ekonomi yang kuat. Daerah kekuasaannya pun semakin meluas
hingga ke pantai timur Sumatra, seperti Kampar, Siak, Rokan, dan daerah
lainnya. Ia juga bisa menguasai seluruh daerah di Semenanjung Malaya.
Demi
memperkuat kedudukan Malaka di mata dunia, ia banyak menjalin kerja
sama dengan berbagai kerajaan lain yang lebih besar. Bahkan, hingga
menjalin hubungan dengan Cina.
Setelah wafat, ia kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Alauddin Riayat Syah. Ia
bisa memimpin dan memakmurkan Kesultanan Malaka.
Ia melakukan pengamanan dalam negeri dari segala tindak kejahatan yang membuat saudagar yang singgah semakin betah.
Dalam masa pemerintahannya, dibuat aturan siapa pun yang berjalan di
malam hari harus membawa suluh atau obor. Ia juga membangun balai
sebagai pusat kegiatan masyarakat yang dijaga oleh seorang penghulu.
Kekuasaan Malaka mulai melemah di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah
(1488-1511).
Sultan ini naik takhta dalam usia yang masih belia sehingga tak
mempunyai pengalaman dalam memimpin pemerintahan. Justru, ia banyak
berfoya-foya dan main perempuan serta mengutamakan emosi.
Malangnya, ketika Kesultanan Malaka sedang dipimpin oleh raja yang lemah, Portugis mengetahui dan memanfaatkan situasi tersebut.
Portugis datang di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque, yang awalnya
datang untuk menjalin perdagangan, namun maksud ini berubah ketika
mereka tiba.
Karena tak mendapatkan izin untuk membuat sebuah
gudang di Malaka, Portugis pun naik pitam, kemudian menyerang dan ingin
menaklukkan Kesultanan Malaka.
Ancaman yang datang tersebut
disambut dengan perlawanan yang sengit oleh rakyat Malaka. Dalam
serangan pertama, portugis gagal dan kalah, tak sanggup melawan rakyat
Malaka yang dipimpin Sultan Mahmud Syah dan Bendahara Sri Maharaja.
Namun,
dengan kelicikannya melakukan politik adu domba, Portugis berhasil
memecah belah para pembesar kerajaan. Kemudian, pada Agustus 1511
dilancarkanlah serangan kedua dan berhasil. Malaka kalah dan pelabuhan
besarnya dikuasai Portugis.
Kesultanan Malaka berakhir saat itu.
Pun berikut kedudukannya sebagai pusat penyebaran agama Islam karena tak
banyak lagi saudagar Muslim yang singgah di sana.
Namun, bagi
masyarakat lokalnya sendiri, Islam sudah melekat dalam kehidupan
sehari-hari mereka dan mereka terus mengembangkannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar