Merenung atau berpikir merupakan arti yang disematkan pada kata
tafakur. Dalam Islam, aktivitas ini sangat dianjurkan. Muslim memikirkan
tanda-tanda alam dan kejadian di sekitarnya. Merenung sesaat, ujar
Rasulullah, lebih besar nilainya daripada amal-amal kebajikan yang
dikerjakan dua jenis makhluk hidup, yaitu manusia dan jin.
Pernyataan Rasulullah itu tertulis dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah. Allah SWT juga menegaskan, sesungguhnya dalam penciptaan
lagit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat
tanda-tanda orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring.
Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve menyebutkan
bahwa merenung atau memikirkan kejadian alam dan segala fenomenanya bisa
menuntun Muslim mengetahui semua pertanda keberadaan pencipta. Bagi
para sufi, bertafakur tak hanya dijadikan sebagai sarana untuk
mengetahui keberadaan Tuhan.
Lebih dari itu, mereka menelisik nilai dan rahasia dari sesuatu yang
mereka renungkan.
Kemudian menyadarkan mereka bahwa objek itu diciptakan
bukan dalam kesia-sian. Kalangan sufi menyimpulkan, tafakur adalah
jalan yang berguna untuk memperoleh pengetahuan hakiki tentang Tuhan.
Menurut ulama besar Al-Ghazali, perenungan dimulai dari hati yang
berpusat di dada, bukan dari akal yang berpusat di kepala. Hati, jelas
dia, bagaikan cermin yang mampu menangkap sesuatu yang ada di luarnya.
Agar mampu menjalankan fungsinya itu, hati harus bersih dari beragam
dosa.
Dalam pandangan Abu al-Qasim Abdil Karim al-Qusyairi-seorang sufi,
perangkat untuk meraih pengetahuan hakiki ia namakan sirr. Ada perbedaan
pandang antara sufi dan orang-orang kebanyakan. Bagi orang kebanyakan,
tafakur dianggap sebagai kegiatan untuk mengenal Tuhan melalui akal.
Sedangkan, sufi melakukannya melalui hati.
Menurut ulama besar, Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Alquran
Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, puluhan ayat Makkiyah
maupun Madaniyah dalam Alquran mendorong manusia untuk berpikir. Ia
mengutip pemikiran Raghib al-Ashfahani yang menyatakan, pemikiran adalah
kekuatan yang berupaya menggapai ilmu pengetahuan.
Tafakur dimaknai oleh al-Ashfahani sebagai bekerjanya kekuatan itu
dengan bimbingan akal. Al-Qaradhawi mengatakan, dengan kelebihan itulah
manusia berbeda dengan hewan. Banyak kalangan terdahulu yang membiasakan
diri bertafakur. Mereka merenungi apa yang telah mereka perbuat dan
merancang perbaikan di masa depan.
Seorang laki-laki bertanya kepada Ummu Darda setelah wafatnya Abu
Darda, mengenai ibadahnya. Ummu Darda berkata, "Hari-harinya diisi
dengan tafakur." Tentang tafakur, Al-Fudhail mengungkapkan, itu cermin
yang akan memperlihatkan pada seseorang kebaikan dan keburukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar