Arsitektur suci Islam yang paling
awal adalah Baitullah (Ka'bah), dengan titik poros langit yang menembus bumi.
Monumen primordial yang dibangun
oleh Nabi Adam As dan kemudian dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim As, ini
merupakan refleksi duniawi dari monumen surgawi yang juga terpantul dalam hati
manusia.
Keselarasan dimensi Ka'bah,
keseimbangan dan simetrisnya, sekaligus merupakan pusat dari kosmos Islam, yang
dapat ditemukan dalam arsitektur suci di seluruh dunia Islam.
Geometri, bentuk dan ukuran Ka'bah
semuanya memainkan peranan penting dalam kemunculan arsitektur Islam. Menurut
beberapa riwayat, pada waktu Nabi Ibrahim As membina Ka'bah, bahan untuk
pembikinan Ka'bah itu diambil dari enam buah gunung (bukit).
Pertama bukit Qubaisy, bukit Thursina
di Syam, bukit Qudus di Syam pula, bukit Warqon yang terletak antara Mekah dan
Madinah, bukit Radhwi, sebuah bukit yang terletak antara Madinah dan Yanbu
dekat Wadi Yanbu, dan yang terakhir adalah bukit Uhud yang terletak di
Madinah.
Dalam pengangkutan batu-batu dari
bukit-bukit tersebut Allah SWT telah memerintahkan kepada para Malaikat Jabbal
dan para Malaikat Hafadzhah untuk membantu Nabi Ibrahim.
Ka'bah yang dibangun oleh Nabi
Ibrahim As memiliki dua sudut yang diberi nama Rukun, yaitu ; Rukun yamani dan
Rukun Hajar Aswad (batu hitam).
Arah Ka'bah bertolak belakang dengan
kedua rukun tersebut, yang berbentuk bulat (bundar) seperti bentuk Hijr Ismail,
yang panjangnya 6 hasta. Pada masa kaum Quraisy, Hijr Ismail bergeser letaknya
di luar Ka'bah karena dikurangi 6 hasta.
Oleh karena itu, perbaikan yang
dilakukan kaum Quraisy itu tidak sesuai dengan ukuran yang ditentukan oleh Nabi
Ibrahim As. Selain itu, Ka'bah pada masa pembinaan Nabi Ibrahim As tidak
memiliki atap (tidak beratap) seperti yang terdapat pada Ka'bah sekarang ini.
Justru di masa itu, Ka'bah memiliki dua pintu yang menghadap ke Timur dan
Barat.
Pintu arah Timur melambangkan
hakikat realitas penerbangan dan pendakian dalam melawan seluruh hal yang
merendahkan derajat serta menurunkan dunia ini. Hal itu mengantarkan manusia
pada kebebasan dari kungkungan duniawi yang serba terbatas.
Juga, bermakna sebagai simbol cahaya
yang memancar secara serempak di antara langit dan bumi yang mengungkapkan
hubungan-hubungan kosmik tertentu.
Sementara, pintu arah Barat
melambangkan hukum Ilahi, yang berisi perintah-perintah bagi kaum muslim
tentang "bagaimana berbuat bukan bagaimana membuat sesuatu."
Ini bermakna pula sebagai upaya
membantu setiap Muslim menembus ke dalam dan ditembusi oleh kehadiran Ilahi
yang sesuai dengan kapasitas spiritual setiap orang.
Ketika seseorang memasuki Ka'bah,
maka keheningan ruang Ka'bah akan mengingatkannya kepada yang gaib, seperti
halnya seseorang yang harus bertelanjang kaki jika ingin mengenal tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar