Selasa, Juli 30, 2013

TUNTUTAN MENGHORMATI ORANG YANG TIDAK BERPUASA

Tuntutan sikap berpuasa terhadap yang tidak berpuasa sebagai berikut:

Pertama, secara alamiah, manusia diciptakan dalam bentuk yang berbeda. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS Al Hujurat 13). Dengan demikian, perbedaan yang terjadi di dunia ini merupakan sunatullah.

Kedua, kita harus mengembangkan sikap dan prasangka positip (husnudzon) terhadap perbedaan, baik itu suku, agama, ras, golongan, dan jenis kelamin. Meniadakan perbedaan adalah sesuatu yang mustahil. Karena itu kita diperintahkan untuk bersikap positif dalam menerima perbedaan. Tidak sekedar menerima perbedaan koeksistensi sosiologis, tetapi memahamai sumber-sumber perbedaan dan menerima mereka yang berbeda sebagai bagian integral masyarakat. (Mu’ti, 2009).

Al Qur’an menegaskan “Tiada paksaan untuk (memeluk) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. “ (QS. Al-Baqarah : 256). Dalam ayat lain dikatakan“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang yang di muka bumi ini beriman. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya seluruh mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (QS. Yunus : 99). Begitu juga dalam surat Al-Kahf : 29 dan Al-An’am : 107.

Ketiga, kewajiban untuk membangun tanggung jawab sosial bersama. Berbeda bukan berarti tidak bisa bergotong royong. Bahkan semua ajaran agama dan tradisi budaya masing-masing suku di Indonesia mengajarkan untuk saling membantu, sinergi dan berbagi. Dalam kehidupan masyarakat, kita mengenal budaya dan tradisi asah, asih dan asuh, pela gendong, gotong rotong dan sebagainya. Meski secara teologis dan sosiologis bersifat ekslusiv, agama dan budaya memiliki universalitas misi kemanusiaan.

Dalam Islam, keimanan seseorang tidak akan sempurna jika tidak diimbangi dengan amal saleh; yakni berbuat kebajikan yang memberikan manfaat untuk sesama. Al Qur’an menegaskan. “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS An-Nisa 2).

Keempat. Memfasilitasi dan mengakomodir mereka yang berbeda, sehingga dapat menjalankan agama sesuai keyakinannya. Dalam piagam Madinah, semua komunitas tanpa membedakan agama dan etnis, disebut sebagai “ummat”. Sebagai penghormatan terhadap tamu dan keyakinan, Nabi Muhammad Saw mengizinkan kaum Nasrani Najran menunaikan salat di Masjidnya (Mu’ti, 2009). Al Qur’an menegaskan ”Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”  (QS. An Nisa: 86)

Dengan demikian, jika ada warung makan atau restoran yang tetap buka di siang hari pada bulan puasa, jika dalam konteks adalah memfasilitasi orang-orang yang tidak berpuasa, maka tentu kita harus bersyukur. Karena masih ada kepedulian terhadap mereka yang tidak berpuasa. Tentu  saja dengan syarat tidak buka secara sembarangan, tetapi dengan tetap menjaga dan menghormati mereka yang berpuasa.

Tidak ada komentar: