Musibah datang secara beruntun, usaha selalu berujung pada kegagalan, dan di tempat kerja diserang banyak fitnah.
Rumah tangga tidak pernah berhenti dari percekcokan, bahkan berakhir dengan perceraian.
Inilah keadaan yang lazim kita temukan dalam keseharian kita, atau terkadang kita sendiri yang mengalaminya.
Hal
yang tidak bisa dibantah adalah keadaan ini pasti berpengaruh terhadap
sikap keberagamaan kita. Bagi yang rusak akidahnya maka akan menambah
jarak yang jauh bahkan semakin jauh dengan Allah. Tapi, jika sedang
bagus akidahnya maka dia akan bersegera mendekat kepada Allah.
Namun,
yang perlu diperhatikan saat kita berada dekat dengan Allah adalah
konsistensi. Jangan sampai ibadah dan pertaubatan kita terkesan hanya
dilakukan kalau sedang butuh, sedang saat dilanda musibah, atau sedang
disempitkan dengan ujian dan kesusahan, kita jauh dari Allah.
Peribadatan
kita seakan temporal (sesaat). Sementara kalau sudah kembali normal,
kemampuan mendekat dan bersenang-senangnya bersama Allah malah
menghilang.
Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang
pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat; shalat wajib tepat
waktu, tahajud tampak khusyuk. Tapi, anehnya ketika sudah menikah,
jangankan tahajud, shalat Subuh pun terlambat.
Ini perbuatan
yang jelas menipu dan mengecewakan Allah dan malaikat. Sudah diberi
kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah
menikah berusaha lebih gigih lagi dan semakin istiqamah.
Atau,
ketika menjadi imam shalat, bacaan Alquran kita kadangkala
digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi,
sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita laksana kilat, ringkas,
dan cepat.
Kalau shalat sendirian dia begitu gesit (cepat), tapi
kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi
ada sesuatu di balik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini.
Yang
jelas diharapkan adalah kemampuan istiqamah dan konsistensi dalam
ibadah dan amaliah. Tidak penting dalam keadaan apa pun kita.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka
meneguhkan istiqamah mereka, maka malaikat (Kuasa Ilahi) akan turun
kepada mereka dengan mengatakan, ”Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh
surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS Fushilat [41]: 30).
Nabi SAW bersabda, “Istiqamahlah kamu dan janganlah menghitung-hitung (amal ibadahmu),” (HR Bukhari).
Dari
Abu Amr atau Abu Amrah RA, Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi RA berkata,
aku berkata, “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam satu
perkataan yang aku tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain
padamu." Rasulullah menjawab, “Katakanlah, saya beriman kemudian
istiqamahlah.” (HR Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar