Dua puluh malam sudah kita lewati untuk Ramadhan tahun ini. Malam-malam
yang sudah terlewat itu menyisakan beragam rasa, mungkin sebagian dari
kita ada yang menyesal sebab belum memaksimalkannya, atau bahkan ada
yang biasa-biasa saja.
Dua puluh malam yang telah berlalu
tersebut tidak mungkin bisa terulang, namun masih bisa dimaksimalkan
pada sisa malam berikutnya.
Memasuki malam ke dua puluh satu,
pertarungan dunia dan akhirat pun semakin gencar dimulai. Pertarungan
yang menuai berkah dimulai dari pusat perbelanjaan yang dipenuhi sesak
oleh pengunjung yang mencari beberapa pasang pakaian untuk hari raya,
stasiun, bandara dan terminal yang mulai ramai melayani tradisi mudik
penduduk pribumi, serta masjid, yang dipenuhi oleh orang-orang yang haus
akan ampunan Allah, memburu ridha-Nya, serta mendapatkan kemuliaan
malam Lailatul Qadar.
Malam seribu bulan atau yang kita sebut dengan malam Lailatul Qadar, difirmankan khusus oleh Allah dalam QS. Al-Qadar.
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah
kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS Al-Qadar: 1-5).
Allah
menguraikan malam Lailatul Qadar serta mengabadikannya dalam Quran
sebagai bukti bahwa Allah begitu mengistimewakan malam tersebut. Malam
kemuliaan-Nya itu dirahasiakan oleh Allah untuk segenap hamba-Nya.
Dirahasiakan,
sebab Allah ingin melihat sejauh mana usaha hamba-hamba-Nya untuk
bersedia memaksimalkan sisa ramadhan dengan pendekatan diri yang dapat
kita usahakan salahsatunya melalui iktikaf.
Dalam hadis yang
diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila tiba sepuluh
malam terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW menghidupkan ibadah
malam. Nabi membangunkan istri-istrinya. Nabi amat bersungguh-sungguh
dan bersemangat sekali dalam menghidupkan malam tersebut,” (HR Bukhari
dan Muslim).
Dalam hadits lain, dirawiyatkan dari Ibnu Umar RA,
beliau berkata, “Biasanya Rasulullah SAW beriktikaf pada sepuluh
terakhir di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari dan Muslim)
Bahkan,
Rasulullah SAW mengistimewakan sepuluh terakhir di bulan Ramadhan tidak
seperti bulan-bulan biasanya. Hal tersebut tertera dalam hadis yang
diriwayatkan dari Aisyah RA, katanya, “Rasulullah SAW bermujahadah pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan tidak seperti bulan-bulan lain,”
(HR Bukhari dan Muslim).
Jika Allah telah menjadikan bulan Rajab
sebagai syahrullah (bulan-Nya), bulan Sya’ban sebagai syahrurrasul (Nabi
Muhammad), maka Ramadhan Allah hadiahkan sebagai bulan
dilipatgandakannya amal kebaikan dan penuh ampunan ini khusus untuk umat
Rasulullah SAW. Rasul pun lebih giat dan menghidupkan ibadah malam di
sisa sepuluh terakhir ramadhan.
Semoga Allah memberikan kekuatan
agar kita memenangkan pertarungan dengan menghidupkan ibadah di
sisa-sisa ramadhan dan memberikan hidayah dan maghfirah-Nya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar