Tawa renyah terdengar di balik lereng bukit, pedesaan Bonita, San Diego Selatan, AS. Di lokasi itu, rupanya bermukim sebuah keluarga keturunan Spanyol. Arancibia, ya, demikian nama keluarga tersebut.
Sekelebat tidak ada yang berbeda dari keluarga tersebut. Namun, saat diperhatikan lebih dekat, keluarga Arancibia tidak serupa dengan imigran Meksiko yang berdomisili di San Diego. Keluarga Arancibia justru berasal dari Chili, negara di selatan Amerika.
Perbedaan lain, Mereka bukanlah pemeluk Katholik layaknya keturunan Spanyol. Keluarga itu memeluk Kristen selayaknya masyarakat Amerika Utara. Perbedaan itu kian diperkaya dengan keberadaan satu anggota dari keluarga itu yang memutuskan memeluk Islam.
Diego Arancibia, 38 tahun, seorang Kordinator Proyek Bantuan Sekolah (ASAP), memutuskan masuk Islam 13 tahun lalu. Ia sekarang menjadi keluarga besar Muslim Latin Amerika, sebuah komunitas yang tengah tumbuh pesat.
"Dari SMA, aku membaca tiga buku. "Rambo: The First Blood," "The Karate Kid," dan kemudian, tentu saja, "The Autobiography of Malcolm X," tapi dari setiap buku yang say abaca, saya ingin menjadi seseorang yang dapat mengubah diri sendiri dan perubahan itu berdampak pada masyarakat,” paparnya.
Saat Diego mendalami pelajaran agama Islam di sebuah perguruan tinggi. Ia terkesima dengan kisah sejarah masuknya Islam di Spanyol. Menurut Diego, pengaruh budaya Islam begitu terasa di Spanyol. Penghormatan terhadap orang tua merupakan salah satu bentuk pengaruh Islam di Spanyol.
"Islam (Moor) mendiami wilayah Spanyol 700 tahun. Tak heran, budaya Islam mengalir dalam budaya latin. Jadi, saya berasal dari warisan dan tradisi besar,” katanya bangga.
Di akhir tahun kuliahnya, ia mantap memutuskan untuk memeluk Islam. Ia ucapkan dua kalimat syahadat dengan penuh bangga. "Dalam pikiran , saya sudah Muslim, di depan saudara-suadara seiman, saya mengubah jalan hidup. Saya masih ingat hari itu, "kata Diego.
Menurut Imam Islamic Center San Diego, Taha Hassane, lebih dari 55 orang datang ke Center untuk mengkonversi setiap tahun. "Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak muda, pria dan wanita, yang diperkenalkan kepada Islam oleh teman-teman baik teman sekelas atau tetangga," katanya.
Hassane mengatakan ia menemukan seorang Latin menjadi sangat religius saat memeluk Islam. M ereka begitu tertarik dengan sistem moral dan struktur ibadah yang diajarkan Islam. Menurutnya, Muslim Latin begitu berkomitmen kepada iman baru mereka.
"Pada dasarnya, para mualaf menghadapi beberapa tantangan saat mereka menerima Islam. Menerima Islam bagi mereka adalah menerima perubahan hubungan mereka dengan teman-teman, saudara, dan anggota keluarga mereka.".
Diego sependapat dengan Hassane. Ia sekalipun mendapat dukungan dari keluarga, namun ada satu-dua anggota keluarga yang mempertanyakan keislamannya. “Awalnya, apa-apaan ini,” kenang Diego.
Bagi profesor dan penyair, Adrian Arancibia, 40 tahun, kakak tertua Diego, keputusan adiknya merupakan hal mengejutkan.”Kami, Diego dan saya begitu dekat. Jadi benar-benar sulit. Bagi saya tidak mungkin untuk meninggalkannya,” papar Andrian.
Adrian takut, hari-hari mendengarkan musik jazz dan kebiasaan yang dilakukan di bar dan klub malam akan berakhir. Ia juga sempat ragu tentang agama yang dianut Diego.
"Keluarga saya benar-benar tidak mengerti apakah ia (Diego) serius dengan putusannya. Ayah dan ibu mengambil buku (Alquran) dan mereka mulai membaca," katanya.
Ayah Diego merupakan Direktur Pembelian sebuah perusahaan dan ibunya merupakan seorang guru. Keduanya sepakat informasi dan dialog merupakan cara terbaik dalam menghargai kebebasan berpikir dan beragama.
Tragedi 9/11
Pasca tragedi 9/11, sikap toleransi dan rasa memiliki menjadi cobaan bagi banyak Muslim. “Awalnya sempat terpikir apakah saya harus meninggalkan rumah atau meminta maaf kepada semua orang yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan dirinya,” kenang Diego.
Imam Hassane mengatakan peristiwa 9/11 memberikan hikmah kepada Muslim Amerika untuk berinteraksi dengan masyarakat Amerika.
"9/11 adalah panggilan bangun tidur bagi kita sebagai Muslim Amerika. Ini menunjukkan kepada kita, umat Islam harus melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam hal menjangkau non-Muslim. Saya dapat memberitahu anda 10 tahun setelah 9/11, situasinya sama sekali berbeda, "kata Hassane.
Saat ini, baik Adrian dan Diego telah menikah dan dikaruniai anak. Diego menikahi Somalia- Amerika, Hajjer. Ia bersama istri dan anaknya, selalu mendatangi orang tua dan kakak mereka untuk merayakan Natal dan Tahun Baru bersama. Demikian yang terjadi saat Idul Fitri, keluarga itu turut merayakan hari raya keyakinan Diego.
"Saya bersyukur kepada Tuhan, keluarga saya telah begitu akomodatif. Akibatnya pemahaman itu yang diperlukan untuk membantu kita semua," kata Diego.
Adrian mengatakan situasi yang dialami keluarganya merupakan anugerah dari Tuhan. "Kita mungkin berasal dari latar belakang dan agama yang berbeda, tapi kami satu keluarga," ujar Adrian.
Kebahagian dan tawa renyah keluarga Arancibia mungkin menjadi wajah baru Latin Amerika yang mulai mengenal keberagaman. Dimana Islam menjadi pewarna keragaman tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar