Rabu, Januari 20, 2010

MENYISIR KAMPUNG NELAYAN ISLAM TAPIL SUMBA TIMUR NTT

Tapil memang tidak setenar tempat lain di Sumba Timur. Tapil hanya merupakan sebuah perkampungan nelayan di pesisir pantai Rindi. Lahirnya perkampungan ini atas budi baik Raja Praiawang Rende, Umbu Rara Lunggi. Hanya karena ikatan persahabatn yang begitu erat dengan Umar Tata Nabasiah (Haji Bugis), saudagar asal Bugis-Mandar, Sulawesi Selatan, yang saat itu menikah dengan perempuan bangsawan Sumba bernama Rambu Kahi, Raja Rende, Umbu Rara Lunggi menyerahkan sebagian tanah yang menjadi wilayah kekuasaannya di pesisir pantai Rindi kepada Raja Bugis pada tanggal 23 Mei 1924.

Haider Arsit, keturunan ketiga dari Umar Tata atau Raja Bugis, menuturkan, dari perkawinannya dengan prempuan Sumba, Umar Tata atau yang dikenal dengan nama Haji Bugis lahir lima orang anak, satu diantaranya lelaki bernama Abdullah. Abdullah ini lah yang menempati Kampung Tapil sedangkan empat saudara perempuannya memilih menetap di Melolo. Abdullah memiliki empat orang teman, masing-masing Usman, Rahi Sumba, Umbu Djawa Tanya dan Baso Daeng Nggiling. Bersama empat temannya, Abdullah yang saat itu menikah dengan perempuan Sumba keturunan Sabu bernama Tali Ngahu, membangun Tapil menjadi sebuah perkampungan Islam yang sangat religius.
Dari perkawainannya dengan perempuan Sumba asal Sabu itu, Abdullah dikaruniai lima orang anak, satu perempuan dan empat orang laki-laki. Keturunan Abdullah inilah yang saat ini mendiami Tapil. Dari catatan pemerintahan desa setempat, saat ini di perkampungan tersebut didiami 42 KK dengan 203 jiwa. Mereka ada yang keturunan asli Umar Tata atau Raja Bugis, ada juga para mualaf (orang yang baru masuk Islam), baik karena perkawinan atau karena keinginan sendiri.
Seiring dengan perkembangannya menjadi sebuah perkampungan Islam, maka tahun 1982, di masa kepemimpinan Bupati Sumba Timur, Lapoemoekoe, didirikan sebuah Masjid di Kampung tersebut yang diberi nama Masjid Al Ikhlas Tapil. Masjid tersebut baru direhab lagi pada tahun 2007 lalu.
Selain suasana kampung yang cukup religius, Tapil menyimpan potensi lain yang luar biasa. Seperti daerah pesisir lainnya. Masyarakat Tapil hidup mencari nafkah di laut sebagai nelayan selain dari kelapa sebagai cadangan. Tapil dikenal karena makanan lautnya lezat. Jika Anda termasuk orang yang baru pertama berkunjung ke tempat ini, anda pasti betah.
Selain panorama alamnya yang indah dengan pasir putih, pantai ini bisa menjadi pilihan alternatif bagi keluarga untuk menyaksikan indahnya matahari tenggelam di sore hari. Yang lebih menarik lagi makanan lautnya, terutama kepiting. Cara memasaknya sederhana dengan bumbu santan. Tapi rasanya luar biasa lezat karena kondisi ikan atau kepiting yang masih segar tanpa pengawet dan tanpa es. Di sini, para pengunjung juga dimanjakan dengan makanan laut lainnya seperti siput dan kerang.
Para pengunjung juga bisa mencari sendiri kerang atau siput karena dua binatang laut ini cukup banyak di pantai Tapil. Ditambah lagi air kelapa muda segar yang baru dipetik langsung dari pohonnya.
Kita semakin dimanjakan berada di tempat ini , karena masyarakatnya cukup ramah. Cuma satu hal yang menjadi keprihatinan masyarakat Tapil adalah krisis air tawar. Mereka harus berjalan sekitar satu mil untuk mendapatkan air tawar. Dengan jarak yang cukup jauh, air tawar hanya dipakai untuk minum. Sedangkan mandi dan cuci masyarakat terpaksa menggunakan air payau. Penasaran dengan lezatnya aneka masakan makanan laut Tapil, silakan berkunjung ke tempat ini.

Tidak ada komentar: