Sabtu, Juni 23, 2018

JEJAK DINASTI ISLAM DI RUSIA

Islam telah menjadi agama terbesar kedua di negeri beruang merah, Rusia, setelah Ortodoksi. Populasi kaum Muslim yang menetap di negara bekas Uni Soviet itu diperkirakan mencapai 25 juta, dari 145 juta total penduduk. Dari 182 etnis yang tersebar di Rusia, sebanyak 57 etnis adalah pemeluk Islam.

Hal ini membuat Islam menjadi unsur yang tidak dapat dipisahkan dari budaya dan sejarah Rusia, ujar M Aji Surya, diplomat Indonesia yang pernah bertugas di negara yang terletak di belahan timur Eropa itu. Tak heran, jika kaum Muslim di Rusia mulai memainkan peranan penting dalam berbagai bidang.

Geliat keislaman di Rusia menunjukkan tanda-tanda yang amat menggembirakan. Saat ini, terdapat 3.345 organisasi keagamaan Muslim di tingkat lokal. Sebanyak 1.945 tersebar di daerah Volga, 980 di Kaukasus Utara, dan 316 lembaga di Ural. Bahkan, sudah ada 18 sekolah tinggi Islam di seantero Rusia.

Di Rusia, jumlah masjid diperkirakan lebih dari 4.750 buah. Di Dagestan terdapat sedikitnya 3.000 masjid. Sedangkan di Tatarstan dalam 10 tahun terakhir telah mencapai lebih dari 1.000 masjid. Ada pula yang menyebut jumlah masjid di negara 
Berkembangnya jumlah umat Islam dan meningkatnya peran mereka di Rusia saat ini tak bisa dilepaskan dari sejarah masa lalu. Islam sudah mulai bersemi dan berkembang di wilayah itu sejak abad ke-7 M.

Menurut M Aji Surya, Muslim pertama di wilayah Rusia adalah masyarakat Dagestani yang menetap di kawasan Derbent, selepas penaklukan Arab pada abad ke-8 M. Di Rusia, pernah berdiri sejumlah dinasti atau kerajaan Islam.

Dinasti Islam tertua di wilayah Rusia adalah Volga Bulgaria atau Volga-Kama Bolghar. Ini adalah sebuah negara para Bulgar (bangsa Bulgaria) Muslim yang bersejarah. Negara Islam ini berdiri antara abad ke-7 hingga abad ke-13 M, di sekitar pertemuan wilayah Volga dan Sungai Kama di wilayah yang sekarang bernama Rusia.

Salah satu kerajaan (khanate) Islam yang paling lama berkuasa di Rusia adalah Khanate Crimea. Kerajaan tersebut mulai berdiri sejak 1441 M dan jatuh pada 1783 M. Khanate ini pernah berada di bawah dua kekuasaan, yakni kekuasaan Tatar Crimea dan kekuasaan Kekhalifahan Turki Usmani, ketika itu Crimea menjadi wilayah protektorat.

Di Tatarstan, sebuah negara federasi Rusia pada abad ke-15 hingga 16 M juga pernah berdiri sebuah kerajaan Islam bernama Khanate Kazan. Dinasti Islam itu menduduki bekas wilayah Volga Bulgaria, Pemimpin dinasti Islam itu keturunan dari Timur Lenk, penguasa Islam terkemuka di Asia Tengah yang juga masih cucu Jenghis Khan. Khanate Kazan meliputi wilayah Tatarstan, Mari El, Chuvashia, Mordovia, bagian dari Udmurtia, dan Bashkortostan.

Sedangkan di Dagestan, sempat berdiri Avar Khanate sebuah negara Muslim berumur panjang mulai awal abad ke-13 hingga ke-19 M. Kerajaan itu berdiri setelah jatuhnya kerajaan Kristen Sarir pada awal abad ke-12 M. Sejak saat itu, Avar Kaukasia mengalami proses Islamisasi. 

Sumber : ROL

JELANG PILKADA SERENTAK JUNI 2018

DOSA KARENA PILKADA

Beberapa hari lagi, tepatnya tanggal 27 Juni 2018, sebagian saudara kita akan menghadapi pemilihan kepala (pemimpin) daerah (PILKADA). Pemilihan ini dilakukan secara serentak di 171 daerah. Sebagai mayoritas, suara umat Islam tentu sangat menentukan hasil PILKADA ini. Karena umat Islam-lah yang menjadi pemilih terbanyak. Namun sayangnya, masih ada sebagian dari umat Islam yang tidak peduli dengan prosesi pemilihan pemimpin ini. Bahkan tak cukup sampai di situ, ada pula yang sengaja mengajak umat Islam agar tidak menggunakan hak pilihnya. _Nastaghfirullah.._

*Memilih Pemimpin adalah Ibadah*

Hal pertama yang perlu dipahami oleh seluruh umat Islam adalah bahwa memilih pemimpin itu termasuk ibadah. Bahkan dalam agama kita, memilih pemimpin merupakan salah satu ibadah yang sangat penting. Hal ini tergambar dalam perkataan Nabi Muhammad SAW :

_Apabila ada tiga orang yg keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah mereka menunjuk salah seorang dari mereka sebagai pemimpin!_ (HR. Abu Daud)

Bayangkan, jika dalam urusan perjalanan yang hanya diikuti oleh 3 orang saja, Rasulullah SAW memerintahkan agar ditunjuk seorang pemimpin, apatah lagi dengan urusan yang menyangkut hajat hidup ratusan ribu bahkan jutaan orang? Tentulah memililh pemimpin untuk urusan tersebut menjadi jauh lebih penting lagi.  Hal ini pulalah yang dipahami oleh para sahabat ketika Rasulullah SAW wafat. Di saat jenazah mulia Rasulullah SAW masih terbujur di kamar Aisyah RA, yang dilakukan oleh para sahabat bukanlah segera menguburkan beliau, tetapi melakukan pemilihan pemimpin.  Padahal menyegerakan penguburan mayat sangat dianjurkan, apalagi jasad mulia seorang nabi. Namun mengingat urgensi kehadiran seorang pemimpin menggantikan Rasulullah SAW membuat para sahabat lebih mendahulukan urusan tersebut.  Karena itu, tidak sepantasnya seorang muslim menolak untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan pemimpin.  

*Fardhu Kifayah atau Fardhu ‘Ain?*

Berdasarkan jumhur (pendapat mayoritas) ulama, memilih pemimpin hukumnya fardhu kifayah, di mana ketika sekelompok orang Islam sudah melakukannya maka kewajibannya pun menjadi gugur. Dan jika tidak ada yang melakukan sama sekali, maka semua umat Islam yang berada di wilayah itu akan berdosa. 
Namun hukum ini menurut kami lebih tepat diterapkan pada pemerintahan yang:
✳ relatif sudah Islami sehingga siapa pun yang melakukan pemilihan, pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang baik 
✳ dalam pemilihan pemimpin menggunakan sistem perwakilan yang terdiri atas orang-orang yang berkompeten (ahlul halli wal aqdi) 
✳ calon pemimpin yang akan dipilih terdiri atas orang-orang baik, sehingga siapa pun yang terpilih tetap memberikan maslahat bagi umat

Sedangkan kondisi di Indonesia saat ini tidak mencerminkan 3 kondisi di atas.

*Pertama*, sistem pemerintahan kita masih jauh dari kata islami, bahkan yang sering terjadi justru kepentingan umat Islam dikebiri.
*Kedua*, sejak belasan tahun lalu sistem pemilihan pemimpin di negara kita tidak lagi berdasarkan perwakilan seperti sebelumnya. Melainkan dilakukan secara langsung oleh rakyat. Setiap rakyat yang memenuhi syarat, wajib dan berhak menggunakan hak pilihnya.
*Ketiga*, calon-calon yang berlaga dalam pemilihan tidak semuanya merupakan orang baik dalam kacamata syariat. Misalnya ada di antara mereka yang permisif terhadap paham yang merusak Islam (liberal) bahkan menyetujui LGBT, ada pula yang semasa memerintah di level lebih rendah mengajarkan kemusyrikan,  mencampurkan ajaran agama lain dengan Islam, kemudian ada pula calon yang ketika menjabat di sebuah jabatan strategis melakukan kriminalisasi terhadap ulama dan peserta bela Islam. 

Dengan kondisi Indonesia yang seperti ini, *maka hukum memilih pemimpin yang baik, bisa saja menjadi fardhu ‘ain (wajib bagi setiap diri muslim yang memiliki hak)*. Terlebih karena kita tidak tahu berapa suara yang dibutuhkan oleh calon yang baik untuk terpilih menjadi pemimpin. Sehingga hal ini membuat satu suara pun menjadi begitu berarti. 
Penetapan hukum fardhu ‘ain ini kita ambil dari sisi kewajiban setiap muslim dalam mencegah kemungkaran. Rasulullah SAW bersabda :

_"Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman..”_ (HR. Muslim)

Salah satu kemungkaran yang amat besar adalah membiarkan terpilihnya pemimpin yang tidak baik. Karena pemimpin yang tidak baik akan memproduksi berbagai macam bentuk kemungkaran. Maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mencegah kemungkaran ini terjadi. Mereka harus mencegahnya dengan semua daya yang mereka bisa. Dan daya yang paling menentukan serta amat mudah dilakukan adalah hak pilih mereka. Mereka harus menggunakan hak pilihnya untuk pemimpin yang baik. Lalu jika diperlukan,  ikut serta berpartisipasi dalam menjaga kecurangan terhadap suara yang telah mereka berikan.
 
Orang-orang baik dan shaleh harusnya tidak cuek dengan proses pemilihan pemimpin. Mereka tidak boleh hanya sibuk memperbaiki diri, beribadah, menuntut ilmu, lalu mengabaikan kemungkinan terpilihnya pemimpin yang buruk. Sebab pemimpin yang buruk akan memberikan kemudharatan kepada umat.

Kita sudah melihat dengan mata kepala sendiri dan bahkan merasakan kemudharatan dari pemimpin-pemimpin yang buruk itu. Ulama dikriminalisasi, penista agama dihormati, kepentingan umat Islam dikebiri, korupsi merajalela, hukum tebang pilih, rakyat kecil dipersulit, pajak selangit, dan masih banyak lagi yang lainnya. Orang-orang shaleh tak boleh diam atas kemungkaran yang terjadi. Karena bencana akibat kemungkaran itu tidak hanya akan menimpa orang-orang zalim saja, tapi juga orang-orang baik dan tidak bersalah. Allah berfirman :

_ Dan takutlah kalian terhadap siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang  zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya._ (QS al-Anfal : 25)

Nah, masihkah Kita akan berdiam diri? Mari kita cegah kemungkaran besar yang akan terjadi karena terpilihnya pemimpin yang buruk. Ingatlah, mencegah kemungkaran itu fardhu ‘ain. Apalagi jika kita bisa melakukannya dengan mudah, hanya berjalan ke TPS lalu memberikan suara kepada calon pemimpin yang baik. Jangan sampai kita berdosa dan merasakan siksaan Allah SWT karena membiarkan terpilihnya pemimpin yang buruk..

Wallahu A’lam Bish Shawab. 

✍ M. Putra

Mohon bantuannya untuk meng-share tulisan ini terutama kepada saudara-saudara kita yang akan menghadapi Pilkada🙏

Kamis, Juni 07, 2018

INFAK TANDA TAQWA


GEMAR BERINFAK - CIRI ORANG BERTAQWA
******

Oleh : K.H. NASHIRUL HAQ MA
=====

Allah SWT berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.Yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS Ali Imran [3]: 134).

Salah satu ciri orang bertakwa (muttaqin) adalah gemar berinfak, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, saat senang maupun susah, di waktu kaya maupun miskin, dan ini dilakukan secara istiqamah.Dalam kondisi apa pun, orang bertakwa akan selalu ingin berbagi dan memberi kebaikan kepada sesamanya. Meskipun jumlahnya sedikit, jika dilandasi keikhlasan, semata-mata mencari ridha Allah Ta'ala, nilainya sangat mulia di sisi-Nya.

Kebanyakan manusia merasa sulit memberikan apa yang dimilikinya, meskipun dalam keadaan lapang, apalagi sempit.Alasan utama mereka adalah kebutuhan yang belum tercukupi.Padahal, kebutuhan akan selalu menyertai manusia.Tak akan ada habisnya.

Perintah berinfak di waktu lapang bertujuan menghilangkan sikap sombong, tamak, serakah, dan cinta harta secara berlebihan.Berinfak di kala susah bertujuan membangun kesadaran bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.



Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan kita agar tidak segan dan malu bersedekah, walaupun hanya dengan sebiji kurma. Beliau bersabda, "Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun dengan (bersedekah) sebutir kurma."(Muttafaq alaih).

Abu Bakar RA, saat bersiap mengikuti Perang Tabuk, menyerahkan seluruh hartanya.Umar bin Khattab RA menyerahkan separuhnya. Utsman bin Affan menginfakan 300 ekor unta dengan perlengkapannya plus uang 1.000 dinar.Abdurrahman bin Auf tak mau ketinggalan.Ia menginfakkan hartanya senilai 4.000 dirham perak dan 40 ribu dinar emas.



Pada saat yang sama, seorang sahabat yang miskin bernama Abu Uqail juga ingin berinfak, tetapi tidak memiliki harta.Hidupnya susah dan sulit.Lalu, ia datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa satu sha'kurma (setara dengan 3 kg).

Meskipun jumlah yang diinfakkan Abu Uqail tak banyak, tingkat pengorbanannya sama dengan Umar bin Khattab yang juga menyerahkan setengah dari harta yang ia miliki.

Rasulullah SAW mengingatkan kita bahwa harta yang sesungguhnya adalah apa yang telah kita infakkan di jalan Allah.Dalam suatu riwayat yang diceritakan oleh Abdullah bin Mas'ud RA, Rasulullah SAW bertanya kepada sahabatnya, "Siapakah di antara kalian yang harta ahli warisnya lebih ia cintai daripada hartanya sendiri?"Para sahabat menjawab, "Tidak ada di antara kami kecuali hartanya (sendiri)lebih ia cintai." Rasulullah SAW berkata lagi, "Sungguh hartanya adalah apa yang telah ia infakkan dan harta ahli warisnya adalah yang ia tinggalkan (tidak diinfakkan)." (HR Bukhari).

Wallahu a'lam.

=====