Rasanya terlalu cepat ketika kematian datang tiba-tiba kepada anak,
istri, orang tua, dan keluarga. Tak ada yang pernah menginginkannya.
Kalau mungkin meminta, nanti sajalah ketika semua nafsu duniawi telah
terpenuhi. Begitulah keinginan manusia, namun dapat berbeda dengan
ketetapan Sang Pencipta.
Dalam Alquran surah Ali Imran ayat 145,
Allah SWT berfirman, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali
dengan izin Allah sebagai ketetapan yang tertentu waktunya.”
Dengan
demikian, kehidupan dan kematian telah ditetapkan oleh-Nya. Hanya saja
apabila kelahiran selalu dirayakan dengan penuh kebahagiaan, kematian
selalu diiringi tangis kesedihan. Bukan sehari dua hari, berbulan, atau
bahkan bertahun-tahun. Pada 18 Januari 2015 lalu, penulis merasakan
kepedihan itu ketika anak laki-laki pertama yang berusia sembilan tahun
dipanggil terlebih dahulu oleh pemilik sejatinya. Sudah dua minggu lebih
sedih itu masih menggelayuti jiwa.
Jangankan kita manusia biasa,
Rasulullah SAW sempat menitikkan air mata saat istri tercinta, Siti
Khodijah, meninggal. Ketika paman terkasih yang melindunginya, Abu
Tholib, meninggal saat perjuangan menegakkan Islam masih berat, Baginda
Rasul pun sangat bersedih.
Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah
SAW, bersedih itu boleh, tapi sewajarnya saja. Jangan meratapi
terus-menerus sehingga semangat hidup hilang dan berputus asa. Ingatlah,
bukan hanya harus beriman kepada Allah, malaikat, kitab, Rasul, dan
hari pembalasan, melainkan kita juga harus beriman kepada ketetapan
untuk setiap makhluk-Nya (qada/ qadar).
Kekuatan imanlah yang
menguatkan dan mengingatkan bahwa semua yang ada dalam kehidupan dunia
ini hanyalah titipan. Amanah Tuhan, yang kapan saja bila Dia
berkehendak, akan diambilnya. Keikhlasan dan kesabaran menjalaninya
sebagai obat terbaik. Kemarahan, mencari-cari alasan, berandai-andai
kita bisa menyelamatkan diri dari kematian, hanyalah pintu setan untuk
menanggalkan iman.
Ini soal antrean saja, bisa lebih dahulu anak,
istri, suami, orang tua, dan orang terkasih kita lainnya. “Di mana saja
kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS an-Nisa [4]:78).
Kematian
sangatlah menakutkan bagi mereka yang banyak dosa. Dalam Alquran surah
al-Jumu’ah ayat 7 dinyatakan, “Mereka tidak akan mengharapkan kematian
itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan
tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang
zalim.”
Tapi bagi orang beriman, kematian sangatlah membahagiakan
karena pintu terbuka untuk bertemu Yang Maha Penyayang. Bagi yang
ditinggalkan terlalu banyak hikmah dan hidayah dari-Nya apabila kita
sanggup menangkapnya. Ketika ikhlas menghiasi jiwa, petunjuk Tuhan akan
dengan mudah diterima. Kekuatan jiwa untuk menerima ujian semakin
meningkat dan kualitas ibadah akan semakin baik.
Berserah diri
kepada Allah dan jadilah manusia cerdas sebagaimana diingatkan oleh
Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas ra, “Bahwa malaikat
maut memperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari.
Ketika Izrail datang memperhatikan wajah manusia, didapati orang
tersebut sedang bergelak tawa. Maka berkata Izrail, ‘Alangkah herannya
aku melihat orang ini, padahal aku diutus oleh Allah SWT untuk mencabut
nyawanya kapan saja, tetapi dia masih terlihat bodoh dan bergelak tawa.”
Seorang
sahabat pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang
paling cerdas?” Rasulullah lalu menjawab, “Yang paling banyak mengingat
mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian, itulah
orang yang paling cerdas (HR Ibnu Majah, Thabrani dan Al Haitsami). Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar