Lalai merupakan kondisi dimana seseorang menunda-nunda kewajibannya,
baik yang menyangkut dalam hal dunia maupun akhirat tanpa udzur yang
jelas (syar’i). Lalai tersebut bisa dalam bentuk menjalankan aktifitas
sehari-hari maupun dalam beribadah kepada Tuhannya. Lalai dengan sengaja
sangat merugikan bagi kehidupan seseorang. Karena tidak hanya merugikan
diri sendiri, namun juga orang lain.
Di saat kelalaian dan kesesatan melanda umat manusia, Allah
subhaanahu wa ta’ala selalu mengutus seseorang untuk memberi petunjuk
kepada mereka supaya kembali ke jalan yang benar mematuhi segalan
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir).” (QS. Al-Baqarah: 268).
Nabi Muhammad shallallahu’alayhi wa salam merupakan salah satu
utusan-Nya. Yang di dalam hatinya selalu aktif untuk ikut andil dalam
berdakwah dan melakukan perubahan kepada umatnya menuju kebaikan. Tidak
henti-hentinya beliau berdakwah, walau hambatan dan rintangan selalu
menghiasi hidupnya.
“Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (QS. Asy-Syu’araa:3).
Bila diperhatikan, banyak diantara kita yang lebih mementingkan
kehidupan duniawinya saja. Bekerja dari pagi hingga malam, bahkan tak
jarang mungkin pula ada yang sampai pagi lagi. Sedangkan ibadah
dilakukan seadanya saja. Ini merupakan salah satu tindak kelalaian yang
melanda umat manusia. Begitu pula bila kehidupan hanya dihiasi dengan
beribadah saja, tanpa memerhatikan keadaan sekitar, ini pun juga tidak
benar.
Kita harus cerdas dalam membagi waktu. Agar semua ruang lingkup
kehidupan dapat diakses dengan baik dan mudah. Kita bisa berpartisipasi
menjalani aktifitas maupun berhubungan langsung dengan Allah subhaanahu
wa ta’ala. Lalai bisa terjadi bila diri malas dalam mengerjakan sesuatu
sehingga setiap pekerjaan yang ada justru selalu menumpuk dan tidak
kunjung selesai. Setiap manusia adalah pemimpin, maka dari itu, manusia
yang baik adalah bermanfaat kepada sesama dan tidak melalaikan tugas.
Bagaimana bisa menjadi seorang pemimpin berkualitas, bila di dalam
dirinya masih tersimpan rasa malas dan lalai.
“Bersemangatlah dalam hal-hal yang akan memberikan kemanfaatan
kepadamu! Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu menyerah.
Jika kamu terkena satu musibah janganlah kamu berkata, ‘Jika tadi saya
melakukan yang lain, maka akan terjadi hal yang lain pula.’ Akan tetapi,
katakanlah,’Semua ini adalah kekuasaan Allah. Apa yang dia kehendaki,
Dia kerjakan.’ Sesungguhnya kata ”jika/seandainya”, bisa menjadi pintu
masuk setan (untuk menggoda kalian).”
Di antara bentuk ibadah atau ketaatan yang acap kali terlupakan dan
tidak mendapat banyak perhatian adalah berpikir dan merenung. Allah
subhaanahu wa ta’ala dalam menciptakan segala sesuatu tentu tidaklah
sia-sia. Untuk itu, sebaiknya manusia mampu berpikir, siapa yang
menciptakan, bagaimana ia diciptakan, untuk apa ia diciptakan, dan lain
sebagainya. Berpikir tentang siapa yang menciptakan dan diri sendiri
adalah hal yang utama.
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat
durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu
lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikanmu (susunan tubuh)-mu
seimbang dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun
tubuhmu.” (QS: Al-Infithaar:6-8).”
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang.
Lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan ia makhluk yang (berbentuk lain). Maka Mahasucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (QS: Al-Mu’minuun:12-14).
Jika manusia dapat berpikir kepada hal-hal positif, misalkan tentang
alam semesta yang sangat luas, berpikir tentang kematian dan alam
akhirat, tentang Al-Qur’an, nilai dunia dan akhirat, nikmat yang telah
diberikan Allah subhaanahu wa ta’ala, fenomena alam, kebesaran Allah
Yang Maha Esa, hal positif lainnya, maka kelalaian, kesesatan maupun
bentuk keburukan lain, bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Perkara
ini memang bukanlah hal yang mudah untuk dikendalikan. Terlebih, bila
sudah menjadi kebiasaan sehari-hari yang terus saja mengganggu. Tidak
dapat dipungkiri, manusia yang memiliki sifat lalai, kurang memiliki
kedisiplinan dalam hidup, kurang memahami hakikat tauhid dalam agama dan
tidak terjalinnya keharmonisan dalam beribadah kepada Allah subhaanahu
wa ta’ala.
Allah subhaanahu wa ta’ala merahasiakan masa depan setiap manusia,
itu menandakan agar kita bisa berprasangka baik, merencanakan yang
terbaik, berusaha yang terbaik, dan selalu bersyukur serta bersabar atas
apa yang dilakukan dan diraihnya ke depan. Kelalaian dengan tidak
melakukan hal yang bermanfaat, bisa mengikis semua impian tersebut.
Kerja keras memang dibutuhkan agar bisa mewujudkan hakikat kehidupan
yang lebih baik dan.
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian mempunyai ilmu maka
gunakanlah secara maksimal ilmu kalian itu. Dan sesungguhnya kalian
mempunyai masa akhir, maka berjalanlah menuju akhir masa kalian.
Sesungguhnya seorang mukmin berada dalam dua kekhawatiran: Apakah yang
diputuskan oleh Allah atas (amal perbuatan yang dilakukan pada) masa
yang telah lewat? Dan apakah yang akan ditetapkan oleh Allah kepadanya
pada masa yang masih tersisa. Oleh karena itu, hendaknya seseorang
mempersiapkan dirinya dengan berbagai bekal di dunia ini untuk
kebaikannya di akhirat nanti. Hendaklah ia menyiapkan diri pada waktu
mudanya sebelum datang masa tua dan di saat sedang sehat sebelum datang
waktu sakit. Sesungguhnya kalian diciptakan adalah untuk kehidupan
akhirat. Adapun dunia diciptakan untuk (keperluan) kalian. Demi Zat yang
diriku berada dalam kekuasaan-Nya, setelah kematian tidak ada
(manfaatnya) orang yang mencela dan seteah kehidupan dunia tidak ada
tempat bersinggah, melainkan surga dan neraka. Saya memohon ampun kepada
Allah swt. semoga dosa-dosa kita diampuni-Nya.” (HR. al-Baihaqi dalam “Syu’abul-limaan,”Abu Nu’aim dalam “al-Hilyah dari al-Hasan al-Basri, dan ad-Dailamy dalam al-Firdaus).
Sangat disayangkan, bila ilmu yang kita miliki tidak digunakan dengan
baik. Melainkan, diramu dengan kelalaian dan kemaksiatan dengan
menghalalkan segala cara Dalam memanajamen waktu, memang tidak mudah,
maka dari itu, keutamaan dalam menjalankan hal-hal positif, melalui
dengan niat yang tulus ikhlas karena Allah subhaanahu wa ta’ala.
Komitmen dalam memperbaiki diri merupakan cerminan akhlak yang baik bagi
setiap orang. Untuk bisa menghindari sifat lalai seperti ini, tentulah
kita harus teladani Nabi Muhammad shallallahu’alayhi wa salam beserta
para sahabatnya. Bagaimana dalam aktifitas dan kehidupan sehari-harinya
selalu digunakan untuk beribadah kepada Allah serta menjadi pribadi yang
bermanfaat kepada sesama manusia, walau ujian dan cobaan terus menerpa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar