Setiap orang yang hidup di atas bumi menginginkan hidupnya selalu
sukses. Hanya sedikit yang mampu mencapainya. Kebanyakan belum mencapai
level tersebut. Jika demikian, ada satu pertanyaan besar, mengapa orang
yang menginginkan kesuksesan belum kunjung juga mendapatkanya? Untuk
pertanyaan ini, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan jawabannya.
Rasulullah SAW mengatakan, "Man salaka thariqan yaltamisu fihi ilman
sahhalallahu lahu thariqan ilal jannah (Barangsiapa berjalan (keluar)
mencari ilmu, sesungguhnya Allah akan mempermudah baginya jalan menuju
surga)." (Hadis riwayat Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Hadis itu
menguraikan, Rasulullah menyebut seseorang yang sedang berjalan untuk
menuntut ilmu dengan kata "salaka". Padahal, berjalan dalam bahasa Arab
tidak hanya "salaka", masih ada kata "masya", "sara", "safara", atau
"dzahaba".
Pertanyaannya, mengapa kata "salaka" yang dipilih
Nabi, bukan selainnya. Rupanya, kata-kata selain "salaka" hanya
mempunyai arti utama berjalan. Perjalannya, terkadang, hanya untuk
mencari kesenangan belaka. Mungkin, pembaca pernah mendengar, orang yang
berjalan untuk mencari hiburan disebut dengan "tamasya". Kata tersebut
berasal dari kata "masya".
Jika Nabi menggunakan kata ini,
niscaya orang yang menuntut ilmu ini hanya akan mencari kesenangan
belaka. Padahal, perjalanan mencari ilmu bukanlah untuk mencari
kesenangan.
"Salaka" bermakna orang yang berjalan dengan tegap
dan cepat serta dengan pandangan fokus ke tujuan yang diimpikan. Dalam
hal menuntut ilmu, Nabi menginginkan agar "thalib al-ilm" benar-benar
berjalan dengan tegap dan cepat, bukan berjalan dengan berleha-leha,
apalagi merangkak. Jika ia tidak fokus, ia akan berhenti di tengah
perjalanan, bahkan akan kembali ke rumah-jika ada hambatan yang
mengadang.
Dengan berjalan tegap dan cepat, dia sekarang berada
di tengah-tengah perjalanan. Nabi mengingatkan orang ini agar
perjalanannya diiringi dengan "yaltamisu", berpegang (memegang). Dalam
hal ini pula, Nabi menggunakan kata "yaltamisu", bukan "yumsiku" atau
"qabadha".
Jika "Yumsiku" yang digunakan oleh Nabi maka orang
ini hanya akan sekadar memegang. Sementara, "yaltamisu" memiliki makna
memegang erat-erat atau kuat-kuat. Bak orang yang hendak hampir jatuh ke
jurang, orang ini akan memegangi ranting dengan kuat. Jika tidak, pasti
ia akan jatuh ke dalam jurang.
Begitu juga dengan orang yang
menuntut ilmu. Ketika sudah berada di tengah-tengah perjalanan (salaka),
ia juga berpegang kuat-kuat. Dalam konteks ini, dia harus memegang kuat
niat yang ada di dalam jiwanya. Dia pun tidak akan berhenti di tengah
jalan meski diadang seribu halangan.
Kata kunci selanjutnya
dalam hadis Nabi di atas ialah "jannah" yang berarti surga. Surga
merupakan gambaran dari suatu tempat yang di dalamnya penuh kenikmatan.
Tiap orang yang menikmati fasilitasnya, tidak perlu lagi bekerja. Semua
hal yang diinginkan sudah disediakan di dalamnya.
Surga dengan
gambaran demikian baru bisa dinikmati oleh seseorang ketika sudah
meninggal dunia. Lantas, apakah surga seperti itu jadi jaminan bagi
penuntut ilmu? Nabi SAW sadar, penuntut ilmu hidup di atas bumi. Dia
menginginkan kehidupannya mapan dan tercukupi segala kebutuhannya.
Oleh karenanya, surga (jannah) dalam hadis di atas hanya merupakan
simbol. "Jannah" di atas bermakna kesuksesan. Orang yang sudah sukses,
hidupnya penuh dengan kenikmatan. Segala kebutuhan hidupnya terpenuhi
dengan baik.
Dengan demikian, makna dari hadis Nabi di atas
ialah, "Barang siapa yang mengadakan perjalanan dengan sungguh-sungguh
untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju
kesuksesan." Inilah jaminan kepada siapa saja yang sudah berilmu,
hidupnya akan sukses. Tidaklah mungkin orang tersebut akan sengsara.
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar