Setelah Bani Israil ditinggal sangat lama dengan kematian Nabi Sulaiman,
Allah kemudian mengutus Nabi Yesaya (Isaiah). Ketika beliau diutus,
Bani Israil pun tengah dipimpin seorang raja yang saleh, Hizkia
(Hezekiah). Itulah salah satu masa kedamaian bangsa Yahudi di
Yerussalem.
Yesaya hadir memberikan nasihat kepada mereka. Ia
juga menjadi penasihat bagi Hizkia, memberikan saran baik ataupun
melarang hal buruk bagi kerajaan Yahudi. Sang nabiyullah pula yang
mengambil keputusan segala urusan bagi Bani Israil.
Suatu hari,
Raja Hizkia ditimpa sebuah penyakit. Kakinya terkena infeksi yang berat
sangat. Kematian sudah ada dihadapannya. Sementara raja sakit, rombongan
pasukan Raja Babilonia, Sennacherib (Sinharib) dikabarkan tengah
menuju Yerussalem. Mereka bermaksud menyerbu negeri pimpinan Hizkia
dengan 60 ribu pasukan.
Raja Hizkia pun kebingungan. Ia khawatir
rakyatnya tewas sia dan negerinya porak poranda. Namun ia tak dapat
melakukan apa-apa dengan penyakit yang tengah dideritanya. Ia pun
meminta nasihat kepada Yesaya, apa yang harus ia lakukan.
“Apakah Allah memberikan wahyu kepada Anda mengenai pasukan Sanherib?” Tanya raja, lemas.
“Allah belum memberikan wahyu apapun kepadaku tentang itu,” jawab Yesaya.
Setelah
beberapa hari, Yesaya mendapat perintah dari Allah agar Hizkia bersedia
turun tahta dan mengangkat raja baru sebagai penggantinya untuk
menghadapi serangan Babilonia. Pasalnya, takdir ajal telah dekat dengan
Hizkia. Dengan berat hati, Yesaya pun mengatakannya pada sang raja.
Namun raja dengan lapang dada menerimanya.
Raja Hezkia kemudian
segera menghadap kiblat kemudian menengadahkan tangan berdoa. Dengan
hati yang tulus, sang raja memanjatkan doa, “Ya Tuhan dari segala Tuhan,
Ya Raja dari segala raja…. Ya Tuhan yang penuh kebajikan dan
penyanyang, Yang tidak tidur dan tidak mengantuk, Yang dapat mengalahkan
segala sesuatu… Ingatlah hambaMu ini atas apa yang telah hamba perbuat
bagi bangsa Israel. Dan Engkau tentu lebih mengetahuinya, Engkau
mengetahui setiap perbuatan hamba dan segala rahasia hamba,” ujar Raja
Hezkia, menangis, meminta belas kasih dari Allah Ta’ala.
Allah
pun menjawab doa raja yang saleh itu. Kepada Yesaya Allah berfirman
bahwa Dia sangat senang Hezkia memanjatlkan doa kepadaNya. Allah pun
memperpanjang usia Hizkia hingga 15 tahun lagi. Mendapat wahyu itu,
Yesaya pun segera member kabar kepada sang raja dengan gembira.
Mendengar
kabar tersebut, Raja Hezkia pun segera menyungkur sujud dan memanjatkan
syukur. “Ya Tuhan, Engkau memberikan kerajaan bagi siapa yang Engkau
kehendaki. Engkau mengangkat kedudukan siapa saja yang Engkau kehendaki.
Engkau mengetahui segala hal ghaib dan nyata. Engkau adalah Al Awwal
dan Al Akhir, Engkau memberikan rahmat dan menjawab orang-orang yang
kesulitan,” ujar Hezkia memuji Tuhan seluruh alam.
Usai sujud
syukur, Yesia meminta sang raja untuk mengusap kaki yang infeksi dengan
sari daun Ara. Dengan kehendak Allah, penyakit raja sembuh seketika. Tak
hanya menyembuhkan oenyakit raja, Allah pun menolong Bani Israil dengan
mengalahkan tentara Sanherib. Tiba-tiba di pagi hari, seluruh pasukan
mati tergeletak, kecuali sang Raja Sanherib dan kelima tangan kanannya,
termasuk Nebukadnezar.
Mereka dibelenggu selama 70 hari, kemudian
dipulangkan ke Babilonia. Saat kembali, Raja Sanherib pun menanyakan
hal aneh yang terjadi pada mereka. Para tukang sihir negeri itu pun
mengatakan kepadanya, “Kami bercerita tentang Tuhan dan nabi mereka,
tapi Anda tak pernah mendengarkan kami. Mereka adalah bangsa yang
memiliki Tuhan,” ujar para tukang sihir. Sang raja Babilonia pun
berkidik, ia kemudian merasa sangat takut akan Allah.
Sementara
di Yerussalem, setelah perpanjangan usia yang diberikan Allah, Raja
Hezkia pun menemui ajalnya. Pasca meninggalnya Hezkia, Yerussalem porak
poranda. Kondisi Bani Israil sangat buruk. Yesaya yang masih hidup di
tengah mereka pun tetap mendakwahkan tauhid dan menyeru Bani Israil agar
tetap di jalan Allah. Ia mengingatkan Bani Israil untuk tetap mengingat
Allah meski kondisi negara carut marut.
Namun salah satu sifat
Yahudi adalah menentang para nabi. Meski Yesaya selalu menjadi wali bagi
mereka, bangsa Israil itu justru marah kepadanya. Mereka geram dengan
ceramah Yesaya. Mereka pun kemudian memusuhi nabiyullah dan berencana
membunuhnya.
Hingga suatu hari, Yesaya tengah melewati sebuah
pohon. Sementara Bani Israil mengejarnya untuk membunuhnya. Lalu
tiba-tiba pohon yang dilewati sang utusan Allah itu terbuka. Yesaya pun
masuk dan berlindung di dalam pohon. Namun Syaithan melihat Yesaya masuk
ke dalam pohon. Syaithan pun kemudian membuah jubah sang nabi terjepit
sehingga terlihat oleh Bani Israil. Melihatnya, Bani Israil pun segera
mengambil gergaji kemudian menggergaji pohon itu. Yesaya pun wafat
dibunuh oleh umatnya sendiri.
Kisah Nabi Yesaya tersebut tak
tercantum dalam Al Qur’an, pun tak dikabarkan oleh Rasulullah. Dalam
ajaran Islam, nama Yesaya juga tak termasuk dalam nama 25 nabi yang
harus diketahui. Hanya saja, Ibnu Katsir memasukkan kisah Yesaya
tersebut dalam kitabnya “Qashshashul Anbiya”.
Menurut Ibn
Katsir, mmengutip dari riwayat Muhammad Ibn Ishaq, Nabi Yesaya merupakan
nabi yang muncul sebelum era Nabi Zakaria dan Yahya. Beliau bahkan
salah satu nabi yang bernubuat mengenai Nabi Isa dan Nabi Muhammad
Rasulullah. Silahkan merujuk kembali kitab Ibn Katsir tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar