Pada saat Perang Uhud, kaum Muslim banyak yang gugur, bahkan wajah
Rasulullah terluka tersayat pedang. Darah bercucuran dan satu gigi
beliau tanggal terkena tombak musuh.
Pada saat itu, ada sebagian sahabat yang berkata, “Ya Rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik.”
Dengan
suara lirih menahan rasa sakit, beliau menjawab, “Tidak, aku bukan
tukang laknat. Sesungguhnya aku diutus sebagai pembawa rahmat.” (HR
Muslim)
Ketika Rasulullah berdakwah di Thaif, beliau disambut
dengan lemparan batu. Akibatnya, sekujur tubuhnya bersimbah darah.
Beliau berjalan tertatih-tatih menyeret kakinya yang penuh darah dan
berlindung di kebun anggur milik Utbah dan Saibah bin Rabi'ah.
Malaikat
Jibril merasa iba menyaksikan penderitaan kekasih Allah yang telah
dinista. Kemudian Jibril berbisik, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah
sudah mendengar apa yang dikatakan kaummu kepadamu dan apa yang mereka
lakukan terhadap dirimu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung.
Agar engkau memerintahkan sesuatu menurut apa yang kau kehendaki.”
Beliau
bersabda, “Sungguh, aku berharap bahwa kelak Allah akan mengeluarkan
dari mereka anak-anak yang menyembah Allah dan tidak pernah
mempersekutukannya.” (HR Bukhari-Muslim)
Betapa berat penderitaan
Rasulullah di Thaif. Penderitaan itu terasa sangat menyakitkan, bahkan
lebih berat dari yang dialami beliau sewaktu Perang Uhud. Namun, beliau
tetap memperlakukan mereka yang telah menganiayanya dengan penuh
kesabaran dan kasih sayang.
Peristiwa lain yang sangat
spektakuler adalah ketika Rasulullah bersama kaum Muslim memasuki Kota
Makkah dan meraih kemenangan (Fathu Makkah). Kaum Quraisy yang telah
menganiaya dan membunuh kaum Muslim, hatinya terasa kecut karena takut
akan pembalasan Rasulullah.
Namun, Rasul memahami kegelisahan dan
kegundahan mereka. Beliau bersabda, “Aku akan mengucapkan apa yang
diucapkan oleh saudaraku Yusuf bahwa pada hari ini tidak ada cercaan
terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampunimu.” (QS Yusuf: 92).
Berbagai
peristiwa yang dialami Rasulullah bukan saja sebuah keteladanan tentang
pemaafan dan kebesaran jiwa yang agung, melainkan sebuah pelajaran bagi
kita bahwa menyampaikan kebenaran harus diiringi dengan sikap lemah
lembut, penuh kasih sayang, dan menjauhi sikap kasar.
“Maka,
disebabkan rahmat Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras dan kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka...” (QS Ali Imran [3]: 159).
Karena keagungan akhlak
Rasulullah itu pula, beliau mendapat dua gelar dari Asma Allah, yakni
Ro'ufur Rahim, yang berarti penyantun dan penyayang. (QS at-Taubah
[9]:128 ).
Sifat pemaaf, penyayang, dan bersikap lemah lembut
adalah mutiara akhlak setiap pribadi Muslim. Ibaratnya, bila ada
rombongan yang membenci dan dendam datang untuk menginap, seorang Muslim
itu akan berkata, “Maaf Tuan, kamar hatiku telah penuh dengan tamu-tamu
cinta, tidak ada lagi ruangan kosong yang tersedia di kamar hatiku.”
Inilah sikap seorang Muslim yang tidak lain hanyalah menghasilkan
untaian cinta. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar