Benteng Allepo merupakan sebuah bangunan yang mengelilingi sebuah istana
di kota tua Aleppo di bagian utara Suriah. Benteng ini merupakan kastil
tertua dan terluas di dunia.
Kompleks megah itu berdiri di
sebuah bukit tepat di pusat kota Aleppo. Benteng ini pernah diduduki
oleh beberapa penguasa, seperti dari Yunani, Bizantium, Ayyubiyah, dan
Mamluk.
Mayoritas bangunan yang bertahan hingga hari ini
diperkirakan berasal dari periode Ayyubiyah. Benteng yang ‘melayang’ di
atas kota dengan keunikannya itu menjadi saingan utama Benteng Kairo
dan Benteng Damaskus.
Benteng Aleppo atau Citadel Aleppo itu
berbentuk elips dengan panjang sekitar 450 meter dan lebar 325 meter
dengan ketinggian 50 meter dari kaki bukit. Benteng yang mengelilingi
bukit di tengah kota tua Aleppo itu dibangun dari blok besar batu
gamping yang mengkilat. Dan batu-batu itu menancap kuat di bukit
tersebut.
Benteng tersebut juga dikelilingi oleh parit yang
dialiri air untuk melindungi benteng dari penyelundup. Parit benteng itu
memiliki kedalaman 22 meter dan lebar 30 meter. Keberadaannya pasti
menyulitkan penyelundup untuk masuk ke dalam benteng pemerintahan
tersebut.
Meskipun benteng itu merupakan peninggalan perdaban
Islam, para arkeolog telah menemukan reruntuhan zaman Romawi dan
Bizantium yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 Sebelum Masehi.
Benteng itu awalnya dibangun oleh bangsa Neo-Het Acropolis di atas
sebuah bukit. Benteng militer itu dibangun untuk menjaga dan melindungi
daerah pertanian di sekitarnya.
Sultan Hamdanid, penguasa Aleppo
pertama, Sayf al Dawla (944-967) membangun benteng sebagai pusat
kekuatan militer daerah kekuasaannya. Pemimpin Zangid, Nuruddin Mahmud
(1147-1174) membangun dinding benteng dan menambahkan beberapa bangunan
baru seperti masjid kecil di benteng tersebut.
Namun pada masa
pemerintahan Dinasti Ayyubiyah di bawah kekuasaan Sultan Al-Zahir
Al-Ghazi (1186-1216) Benteng Aleppo mengalami rekonstruksi
besar-besaran. Ketika itu dibangun proyek pembangunan benteng secara
menyeluruh, dan terjadi penambahan beberapa bangunan yang menjadikan
kompleks Benteng Aleppo, seperti yang ada saat ini.
Selama awal
abad ke-13 M, benteng ini berkembang menjadi sebuah kota mewah yang
mencakup fungsi mulai dari perumahan (istana dan pemandian), keagamaan
(masjid dan kuil-kuil), instalasi militer (persenjataan, menara tempat
latihan pertahanan dan pintu masuk), dan elemen-elemen pendukung (air
sumur dan lumbung).
Tambahan cukup signifikan yang terjadi pada
masa pemerintahan Al-Ghazi adalah Masjid Agung Citadel. Masjid yang
dibangun pada 1214 itu terletak di titik tertinggi benteng, yang
menaranya berdiri setinggi 21 meter. Menara itu mampu memperluas jarak
pandang dan pertahanan benteng tersebut.
Menara masjid itu
memiliki dua peran sekaligus, yakni agama dan militer. Dualitas ini
menggabungkan kebijakan, kekuasaan, dan kesalehan dalam ikon kepercayaan
Islam.
Renovasi paling menonjol pada Benteng Aleppo adalah
pembangunan blok pintu oleh Al-Ghazi pada 1213. Sebanyak delapan
lengkungan besar jembatan yang memandu orang untuk datang menuju benteng
di seberang parit. Di depan jembatan terdapat sebuah menara penjaga.
Di
akhir jembatan terdapat dua menara penjaga yang tidak pernah berhenti
mengamati kondisi sekitar. Gerbang dan jembatan ini menjadi satu-satunya
jalan masuk menuju Benteng Aleppo. Dua benteng pertahanan lain dibangun
terpisah di kaki bukit.
Sebuah model pertahanan yang kompleks
dikembangkan pada rangkaian jalan menuju benteng. Seseorang harus
menembus tiga pintu besi dan mengubah arah sebanyak enam kali melalui
rangkaian belokan terjadi 90 derajat, bisa menjadi sasaran siraman
cairan panas yang disemburkan dari celah pada bagian langit-langit.
Strategi pertahanan ini membuat Benteng Aleppo menjadi salah satu
benteng yang sulit ditaklukkan musuh.
Pada 1415 M, Gubernur
Mamluk di Aleppo, Pangeran Sayf al Din Jakam, mendapat wewenang untuk
membangun kembali Citadel Aleppo setelah invasi Mongol pada 1410.
Tambahan yang terpenting pada masanya adalah istana yang menjulang lebih
tinggi dari dua menara pada gerbang utama.
Keberadaan Istana
Ayyubiyah nyaris terlupakan selama periode ini. Periode Mamluk juga
merestorasi benteng. Pemerintahan Sultan Qansuh al-Ghawri sempat
mengganti langit-langit datar istana menjadi melengkung indah dengan
sembilan kubah.
Selama pemerintahan Turki Usmani, peran militer
di Benteng Aleppo sebagai garis pertahanan perlahan berkurang ketika
kota mulai berkembang ke luar dinding benteng. Proyek restorasi
besar-besaran dilakukan pada 1828 setelah benteng itu rusak berat akibat
gempa bumi.
Restorasi ini terus dilakukan pada abad berikutnya,
hingga hari ini. Ruang tahta mengalami restorasi besar dan dibangun
kembali pada akhir 1970-an. Apfiteaternya dibangun kembali pada
1980-an dengan kursi batu yang baru menggantikan yang lama dan teknologi
lampu dan suara modern dipasang untuk menyelenggarakan festival dan
konser.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar