Kabupaten Sikka memang identik dengan peradaban Katolik. Namun, kehadiran Agama Islam di Sikka memiliki catatan sejarah tersendiri. Berawal dari perang di Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan dan meletusnya Gunung Tambora di Bima NTB, Agama Islam pun lahir di Maumere dan berkembang hingga saat ini.
Sesuai catatan sejarah, Agama Islam di Kabupaten Sikka resmi lahir abad ke-17 atau pada tahun 1775. Yang membawa ajaran Agama Islam adalah pelaut dari Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan. "Awalnya pelaut dari Gowa itu hanya singgah untuk memperbaiki kapal dan mengisi air bersih mulai tahun 1775," kata tokoh Islam di Kabupaten Sikka yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Sikka Abdul Rasyid Wahab di Maumere. Abdul Rasyid Wahab adalah salah satu pelaku sejarah perkembangan peradaban Islam pertama di Kabupaten Sikka.
Pelaut dari Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan ini baru menetap pada tahun 1800-an ketika terjadi perang di kerajaan yang berpengaruh di Sulawesi tersebut. Saat itu, pelaut dari Gowa berlayar ke selatan dan berlabuh di teluk Maumere, sekarang Pelabuhan Sadang Bui Maumere. "Tempat itu awalnya diberi nama Kampung Makassar," kata Abdul Rasyid.
Perkembangan Agama Islam saat itu terbantu dengan kerjasama yang dibangun pelaut dari Gowa dengan raja Sikka saat itu Ratu Mbako. "Kerjasama saat itu terutama di bidang ekonomi," katanya.
Saat itu pelaut dari Gowa memberikan berbagai macam barang perdagangan. Sementara raja Sikka memberi lahan untuk para pelaut dari Gowa. "Kerjasama itu berlangsung sangat lama bahkan hingga saat ini," katanya.
Kerjasama itu tidak hanya di bidang ekonomi tetapi berlanjut hingga kawin-mawin. Abdul Rasyid mengatakan raja Sikka saat itu Raja Thomas kawin dengan Mariam da Silva yang adalah keturunan dari Gowa. Hubungan antara penduduk asli Sikka dengan pendatang dari Gowa ini kemudian semakin akrab.
Di kampung Makassar, lanjut Abdul Rasyid belum dibangun masjid. "Waktu itu sholad masih dilakukan di rumah-rumah penduduk," katanya. Masjid pertama yang dibangun adalah Mesjid Al-Taqwa di Kampung Beru tahun 1926.
Mesjid ini dibangun setelah Kampung Makassar dipindahkan ke Kampung Beru karena Pemkab Sikka akan membangun dermaga di Kampung Makassar yakni Dermaga Sadang Bui saat ini. Nama Kampung Beru sebenarnya berasal dari kata bahasa Makassar Berua yang berarti baru (Kampung Baru).
Setelah dibangun Masjid Al-Taqwa tersebut, peradaban Islam kemudian berkembang pesat di Kampung Beru dan Maumere umumnya. Hal ini ditunjang dengan semakin ramainya perdagangan di Maumere yang sebagian besar dikuasai pedagang Islam dari Makassar.
Menurut Imam Masjid Al-Taqwa H. Zainudin Qodri, jumlah jemaah di Masjid tersebut lebih 1000 orang. "Jumlah KK-nya sekitar 300," kata Zainudin.
Ia juga membenarkan Masjid Al-Taqwa dibangun pada tahun 1926. "Awalnya ukurannya kecil, tetapi seiring dengan berkembangnya jumlah jemaah maka ukurannya sebesar ini," kata Zainudin yang saat itu bersama koran ini di teras masjid. Saat terjadi gempa tektonik 12 Desember 1992 Masjid Al-Taqwa juga hancur total. Masjid Al-Taqwa kemudian dibangun kembali pada tahun 1993.
Masjid Al-Taqwa merupakan salah satu bukti sejarah perkembangan Islam di Kabupaten Sikka yang dibawa pelaut dari Gowa Sulawesi Selatan. Selain dari Gowa, yang membawa peradaban Islam di Sikka adalah warga dari Bima NTB pada tahun 1885.
"Saat itu terjadi letusan Gunung Tambora yang menyebabkan sebagian warganya mengungsi hingga ke Maumere," kata Abdul Rasyid Wahab. Pusatnya adalah di pesisir Desa Watumilok Kecamatan Kewapante.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar