Majelis Taklim Telkomsel (MTT) merintis Ayo Sayangi Musholla ( Aysyah), sebagai bagian dari implementasi konsep Keluargaku Keluarga Surga. Untuk pengembangan konsep itu Majelis Taklim Telkomsel menggandeng sejumlah lembaga.
Wakil Sekjen MTT Yanto Santosa mengatakan dimaksudkan untuk mengajak karyawan muslim agar perduli dan memberikan perhatian terhadap keberadaan musholla sebagai pusat ibadah pada setiap lantai. ''Program akan dikembangkan baik di kantor pusat maupun kantor Telkomsel di daerah,'' kata Yanto.
Karena, kata Yanto, Musholla selain dipergunakan untuk tempat beribadah karyawan juga dipergunakan oleh para tamu yang berkunjung ke Telkomsel. Musholla menjadi pusat informasi bagi karyawan pada lantai tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan Islam dan aktivitasnya.
Yanto Santosa mengatakan bahwa tahap awal program Keluargaku Keluarga surga dikembangkan di lingkungan MTT. ''Kami juga akan memperluas sosialisasi program ini ke komunitas yang ada di sekitar MTT. Misalnya MTT ada di Wisma Mulia, kami akan mengembangkan ini di komunitas-komunitas penyewa gedung,'' kata Yanto di Jakarta.
Program yang dikembangkan MTT disebut Yanto mendapat dukungan penuh manajemen Telkomsel. Ia kemudian menunjuk launching program parenting dan program Aysyah (Ayo Sayangi Musholla) bekerjasama dengan Yayasan Kita & Buah Hati serta Bee White Management.
'' Program ini bertujuan guna meningkatkan kepedulian terhadap keluarga dan Mushola, membuka wawasan, memperkaya pengetahuan tentang pendidikan, pola asih, asah dan asuh dalam rangka menyiapkan generasi Islam mendatang yang berkarakter, bermanfaat, dan mulia sesuai Alqur’an dan As-sunnah,'' kata Yanto.
Acara launching dilakukan Triwahyusari yang merupakan Penasehat Majelis Ta’lim sekaligus Direktur keuangan Telkomsel. Peluncuran yang dilanjutkan dengan seminar mengenai parenting dengan menampilkan pembicara Asma Nadia, penulis buku 'Emak Ingin Naik Haji' dan Ustadz Muhsinin Fauzi Lc.MM.
Triwahyusari mengungkapkan betapa pentingnya peranan orangtua dalam rumah tangga, karena kewajiban orang tua memberikan pendidikan terbaik kepada anak sangatlah vital. Untuk itulah di perlukan pembelajaran dan bekal yang cukup untuk meraihnya.
'' Semoga dengan program parenting skill ini dapat menambah, memperkaya dan menjadikan orantua yang berkualitas, yang berdampak positif untuk keluarga, pekerjaan dan lingkungan sekitarnya, ” kata Triwahyusari.
“Dengan berbagai program yang di lakukan, diharapkan dapat mengajak semua karyawan muslim untuk ikut aktif dalam berbagai kegiatan, termasuk dengan mengajak karyawan lain yang berada di lingkungan Telkomsel. Bahkan saya berharap, dengan adanya program seperti ini, Majelis Ta’lim Telkomsel dapat merubah pandangan negatif masyarakat dari suatu tempat menjadi hal yang positif, seperti City Plaza ini,'' katanya.
Ketua MTT Chairuddin menyatakan program parenting ini dapat menjadikan keluarga Telkomsel sebagai keluarga Surga sesuai dengan motto program ‘keluargaku keluarga surga’. Menurut Chairuddin terdapat tujuh sub program dari program parenting ini yaitu pra nikah enlignment, bahagia menikah, pernikahan dalam aspek Islam (diniyah), managemen keluarga surga, mendidik anak dengan cinta, mempersiapkan anak di era layar dan menjadi anak & remaja OKE di era layar”.
'' Keterampilan parenting sangat diperlukan untuk memaksimalkan kualitas pertemuan antara orang tua dan anak dalam intensitas pertemuan yang sangat kurang, mengingat kesibukan yang dimiliki oleh para orang tua sekarang ini,'' katanya.
Rabu, Maret 23, 2011
Jumat, Maret 18, 2011
BERBAGI KURANGI PENDERITAAN KORBAN BENCANA ALAM
Gejala-gejala alam seperti gempa bumi, banjir, dan tsunami diartikan sebagian besar oleh kita sebagai petaka. Musibah atau petaka diibaratkan sebagai tamu yang kehadirannya sama sekali tidak pernah diharapkan. Dalam Aquran kita temukan banyak ayat yang membicarakan fenomena alam seperti itu.
Di antaranya, ayat-ayat yang bercerita perihal hari kiamat. Seperti firman Allah dalam QS al-Zalzalah [99]: 1-2, "Apabila bumi itu diguncang dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi juga pada waktu itu mengeluarkan segala apa yang ada di dalamnya." Ayat tersebut secara umum menceritakan ada dan betapa dahsyatnya gempa bumi yang terjadi di penghujung hari akhir nanti, di samping juga mengabarkan kepada kita bahwa gempa itu
terjadi karena kuasa-Nya.
Bencana yang tidak kalah dahsyatnya selain gempa bumi adalah tsunami. Dalam Alquran telah diceritakan bahwa petaka ini telah menimpa kaum Nabi Nuh AS dengan bentuk banjir air bah yang sangat besar. Hal itu terjadi tatkala umatnya telah berperilaku melampaui batas dan tidak mau mengikuti apa yang telah Allah ajarkan melalui nabi-Nya.
Bila kita kembalikan kepada kehidupan kita sekarang ini, petaka atau musibah yang terjadi sering kali membuat kita takut dan menimbulkan kegelisahan yang berlebihan. Bahkan, melahirkan suatu penyakit yang membuat kita lupa bahwa itu semua terjadi karena izin dan kehendak Allah SWT.
Musibah, apa pun bentuknya, itu adalah ujian bagi orang-orang beriman yang datang dari Allah. Sejauh mana seorang hamba mampu bersabar hidup pascaterjadinya bencana. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah [2]: 155, "Sungguh kami (Allah) akan benar-benar menguji kamu dengan sesuatu yang berupa ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta benda, kehilangan jiwa (orang yang kamu sayang), dan buah-buahan dan kabar gembiralah bagi orang-orang yang sabar."
Namun, musibah ini tentunya berbeda bagi orang-orang yang ingkar dan kerap melakukan maksiat kepada Allah. Musibah bagi mereka adalah teguran sekaligus azab sebagai wujud kezaliman yang telah mereka lakukan. Karena kefasikan itulah Allah mengazab mereka. Hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT dalam QS al-Isra [17]: 16, "Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila merajalela dan melakukan kedurhakaan (di negeri itu), maka berlakulah perkataan (hukuman) kami, kemudian kami benar-benar binasakan negeri itu."
Cepat tanggap dalam menghadapi berbagai macam persoalan kehidupan adalah penting, apalagi jika itu berkaitan dengan musibah atau bencana yang menelan banyak korban. Pada saat itulah nurani kita sebagai manusia dipanggil untuk berbagi dan ikut merasakan penderitaan saudara kita yang sedang dalam kesulitan. Tidak sekadar menonton pilunya tangisan mereka, tetapi kita mesti mampu membaca pesan yang tersirat di balik bencana.
Membaca bencana bagi rakyat adalah kesiapan untuk saling berbagi mengurangi penderitaan yang ada. Membaca bencana oleh para pemuka agama adalah menghibur mereka dari kesedihan. Sedangkan membaca bencana bagi seorang pemimpin adalah sejauh mana ia mampu membangun dan menyediakan tempat yang layak bagi para korban, mencegah terjadinya banyak korban dengan evakuasi sedini mungkin. Wallahu a'lam.
Di antaranya, ayat-ayat yang bercerita perihal hari kiamat. Seperti firman Allah dalam QS al-Zalzalah [99]: 1-2, "Apabila bumi itu diguncang dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi juga pada waktu itu mengeluarkan segala apa yang ada di dalamnya." Ayat tersebut secara umum menceritakan ada dan betapa dahsyatnya gempa bumi yang terjadi di penghujung hari akhir nanti, di samping juga mengabarkan kepada kita bahwa gempa itu
terjadi karena kuasa-Nya.
Bencana yang tidak kalah dahsyatnya selain gempa bumi adalah tsunami. Dalam Alquran telah diceritakan bahwa petaka ini telah menimpa kaum Nabi Nuh AS dengan bentuk banjir air bah yang sangat besar. Hal itu terjadi tatkala umatnya telah berperilaku melampaui batas dan tidak mau mengikuti apa yang telah Allah ajarkan melalui nabi-Nya.
Bila kita kembalikan kepada kehidupan kita sekarang ini, petaka atau musibah yang terjadi sering kali membuat kita takut dan menimbulkan kegelisahan yang berlebihan. Bahkan, melahirkan suatu penyakit yang membuat kita lupa bahwa itu semua terjadi karena izin dan kehendak Allah SWT.
Musibah, apa pun bentuknya, itu adalah ujian bagi orang-orang beriman yang datang dari Allah. Sejauh mana seorang hamba mampu bersabar hidup pascaterjadinya bencana. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah [2]: 155, "Sungguh kami (Allah) akan benar-benar menguji kamu dengan sesuatu yang berupa ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta benda, kehilangan jiwa (orang yang kamu sayang), dan buah-buahan dan kabar gembiralah bagi orang-orang yang sabar."
Namun, musibah ini tentunya berbeda bagi orang-orang yang ingkar dan kerap melakukan maksiat kepada Allah. Musibah bagi mereka adalah teguran sekaligus azab sebagai wujud kezaliman yang telah mereka lakukan. Karena kefasikan itulah Allah mengazab mereka. Hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT dalam QS al-Isra [17]: 16, "Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila merajalela dan melakukan kedurhakaan (di negeri itu), maka berlakulah perkataan (hukuman) kami, kemudian kami benar-benar binasakan negeri itu."
Cepat tanggap dalam menghadapi berbagai macam persoalan kehidupan adalah penting, apalagi jika itu berkaitan dengan musibah atau bencana yang menelan banyak korban. Pada saat itulah nurani kita sebagai manusia dipanggil untuk berbagi dan ikut merasakan penderitaan saudara kita yang sedang dalam kesulitan. Tidak sekadar menonton pilunya tangisan mereka, tetapi kita mesti mampu membaca pesan yang tersirat di balik bencana.
Membaca bencana bagi rakyat adalah kesiapan untuk saling berbagi mengurangi penderitaan yang ada. Membaca bencana oleh para pemuka agama adalah menghibur mereka dari kesedihan. Sedangkan membaca bencana bagi seorang pemimpin adalah sejauh mana ia mampu membangun dan menyediakan tempat yang layak bagi para korban, mencegah terjadinya banyak korban dengan evakuasi sedini mungkin. Wallahu a'lam.
Jumat, Maret 11, 2011
LEGENDA WUSHU WANG ZIPING
Seratusdelapanpuluh kilometer dari utara Kota Terlarang (Beijing saat ini), terletak Changzhou, tempat tinggal suku Hui. Hui adalah suku Muslim di Cina. Namun, selain Islam, ada hal yang menjadi kecintaan anggota suku, yakni tradisi seni bela diri.
Sebelum penemuan senjata, Wushu merupakan alat utama pertempuran dan pertahanan diri di Cina. Para pemimpon Hui selalu mendorong anggotanya mempelajari Wushu sebagai 'kebiasaan suci' demi memperkuat disiplin dan keberanian untuk memperjuangkan sekaligus bertahan di tanah mereka.
Saat itu masjid-masjid, bagi suku Hui, bukan hanya tempat untuk beribadah, tapi juga medan latihan bagi grandmaster untuk menempa dasar-dasar Wushu kepada murid-murid yang antusias.
Seperti banyak Hui yang lain, Wang Ziping lahir di tengah keluarga miskin. Ayahnya bekerja sebagai petinju bayaran. Saat masih bocah, Ziping menunjukkan keinginan kuat belajar Wushu. Bela diri ini adalah identitas Hui. Tidak ada Hui--yang saat itu hanya senilai upah garam--akan berani menjalani hidup tanpa "Latihan Delapanbelas Pukulan Pertempuran" dan "Tinju Diagram Delapan" melekat pada tubuh dan pikiran.
Selain Wushu, Hui juga mendalami ajaran Islam. Dengan demikian kehidupan Hui adalah campuran antara buruh miskin, latihan keras dan spiritual mendalam. Kemampuan luar biasa mereka dalam Wushu bukan sesuatu yang datang sekejap mata.
Begitu pula yang dialami Ziping. Di tengah pelajaran mengaji Al Qur'an, Ziping juga harus mengangkat batu berat untuk membangun stamina, kekuatan dan galian parit yang kian lama kiat luas begitu kemampuannya melompat meningkat. Keseimbangan yang baik diasah dengan cara berbahaya. Zipping ditanam dalam tanah. Saat itu pula Zipping membaca lantunan zikir. Kekuatan dan keseimbangannya pun bertambah berlipat ganda. Konsentrasi yang biasa dilakukan saat shalat sebagai tuntutan dalam Islam menjadi tulang punggung sesolid batu bagi gerakan mengalir Wushu.
Iklim di Changzou cukup sejuk ketika musim panas, namun dingin saat musim salju. Dalam bulan-bulan musim dingin salju jarang turun sehingga memungkina latihan tetap digelar. Zipping berlatih dengan seluruh elemen untuk membuat tangguh tubuhnya. Begitu ia menginjak usia 14 tahun, ia sudah bisa melompat lebih dari 3 meter dari posisi berdiri.
Sayang bocah dengan tubuh setegap pria dewasa dan kualitas petarung itu tak memiliki guru. Ayahnya yang keras kepala menolak memasukkan Zipping ke sekolah Wushu. Setengah putus asa mencari guru dan teman, ia jatuh ke dalam komunitas rahasia yang menyebut diri mereka "Jurus Kebenaran dan Keharmonian".
Akhirnya Wang Zipping memutuskan pergi dan mengembara ke selatan Jinan, di mana ia menjadi musafir yang tinggal di sebuah Masjid Besar. Dalam ruang utama masjid itulah, Zipping bertemu pria seperti dirinya, seorang petinju. Ia bernama Yang Hongxiu, grandmaster Wushu yang akhirnya menjadi gurunya.
Dan Zipping pun dengan serius mulai mempelajari gerakan burung dan mamalia, seperti elang menukik menyambar mangsa, gerakan kelinci melintas padang rumput, hingga lompatan jitu anjing menghindar dari bahaya. Ia menyerap semua karakter gerakan itu kemudian menciptakan gayanya sendiri. Stamina dan refleksnya yang kian berkembang, membuat Zipping tak hanya kuat tetapi juga cepat--sebuah kombinasi mematikan dalam Wushu.
Seorang dianggap Grandmaster ketika ia mampu menggunakan alat apa pun sebagai senjata. Pengembangan kemampuan ini adalah seni sekaligus kebutuhan dalam Wushu. Zipping, menjadi luar biasa fasih dengan semua senjata utama.
Dia sangat mahir terutama dalam melakukan Qinna, yakni teknik sergapan yang dapat mengunci sendi dan otot-otot lawan dalam persiapan melakukan serangan dahsyat; Shuaijiao. Nama yang terakhir itu adalah gaya bertarung tangan kosong yang menggabungkan prinsip Tai Chi, Hard Qigong dan Teknik Meringankan Tubuh.
Ia mendapat pengakuan sebagai seniman bela diri yang utuh. Pada saat bersamaan ia juga pakar dalam trauma tulang. Ia mengombinasikan pengetahuan mendalam dalam Qinna dengan ketrampilang mengatur tulang. Akhirnya ia menemukan sistem penyembuhan untuk cedera Wushu dan olahraga di utara Cina.
Legenda Klasik
Banyak kisah, ada yang asli dan juga sekedar mitos, yang telah disematkan pada sosoknya. Namun yang selalu diulang adalah kisah satu ini.
Selama melakukan praktek pengobatan di Jiaozhou, Jerman ditugaskan untuk membangun rel kereta api dari kawasan itu menuju Jinan. Proyek mercusuar itu adalah harga mahal yang harus dibayar setelah Ratu Ci'xi gagal dalam pemberontakan tinju. Rel dibuat dengan yang tujuan memperluas dan mengkokohkan kontrol Eropa atas daratan Cina.
Reputasi Zipping bukannya tak diketahui oleh Jerman. Lebih cerdas dan berani dari pada koleganya, para Jerman berupaya mempermainkannya. Seorang petinggi militer Jerman bersiasat dengan menempatkan penggilingan batu besar di depan stasiun rel kereta api dan menantang siapa pun untuk mengangkatnya.
Zipping yang tidak pernah bisa tahan dengan penghinaan terhadap orang Cina, secara alami langsung gusar. Seperti yang diharapkan Jerman, Zipping masuk perangkap.
"Bagaimana kalau saya bisa mengangkatnya," tanya Zipping.
"Maka gilingan itu menjadi milikmu," para Jerman menjawab dengan tampang mengolok-olok.
"Bila saya gagal?"
"Maka kamu harus membayar,"
Zipping denga mudah mengangkan gilingan batu itu, meninggalkan para Jerman tercengang-cengang. Seorang warga Amerika yang bekerja sebagai guru fisika di tempat itu, menyaksikan aksi Zipping. Ia pun menantang duel.
Saat berjabat tangan mengawali pertandingan, tiba-tiba si Amerika dengan kuat memegang tangan Zipping dan berupaya membantingnya ke tanah. Zipping secepat kilat menyapukan kaki ke bagian bawah tubuh lawannya dan membuatnya ambruk.
Karena reputasinya, Zipping ditunjuk sebagai kepala Divisi Shaolin di Institut Pusat Seni Bela Diri. Ia juga pernah menjabat wakil presiden Asosiasi Whusu Cina, organisasi Wushu tertinggi di CIna.
Ia memegang banyak gelar dan tanggung jawab, termasuk konsultan sejumlah rumah sakit besar di penjuru Cina. Karirnya sebagai pakar bela diri juga kian menajam setelah ia melakoni banyak duel dengan orang asing. Ia selalu ingin membuktikan bahwa Cina bukan ras inferior.
Meski dalam usia senja, Zipping tak pernah kehilangan kekuatan dan kecepatannya. Pada 1960 ketika ia menjadi pelatih dan direktur grup pelajar Wushu yang menyertai perdana menteri saat itu, Zhou Enlai, melawat ke Burma, ia diminta mendemonstrasikan kemampuannya. Di depan tuan rumah ia menampilkan jurus dengan senjata luar biasa berat, Pedang Naga Hitam. Dengan teknik tinggi, kemampuan dan semangat muda, tak satupun orang berpikir ia telah berkepala delapan.
Sebelum penemuan senjata, Wushu merupakan alat utama pertempuran dan pertahanan diri di Cina. Para pemimpon Hui selalu mendorong anggotanya mempelajari Wushu sebagai 'kebiasaan suci' demi memperkuat disiplin dan keberanian untuk memperjuangkan sekaligus bertahan di tanah mereka.
Saat itu masjid-masjid, bagi suku Hui, bukan hanya tempat untuk beribadah, tapi juga medan latihan bagi grandmaster untuk menempa dasar-dasar Wushu kepada murid-murid yang antusias.
Seperti banyak Hui yang lain, Wang Ziping lahir di tengah keluarga miskin. Ayahnya bekerja sebagai petinju bayaran. Saat masih bocah, Ziping menunjukkan keinginan kuat belajar Wushu. Bela diri ini adalah identitas Hui. Tidak ada Hui--yang saat itu hanya senilai upah garam--akan berani menjalani hidup tanpa "Latihan Delapanbelas Pukulan Pertempuran" dan "Tinju Diagram Delapan" melekat pada tubuh dan pikiran.
Selain Wushu, Hui juga mendalami ajaran Islam. Dengan demikian kehidupan Hui adalah campuran antara buruh miskin, latihan keras dan spiritual mendalam. Kemampuan luar biasa mereka dalam Wushu bukan sesuatu yang datang sekejap mata.
Begitu pula yang dialami Ziping. Di tengah pelajaran mengaji Al Qur'an, Ziping juga harus mengangkat batu berat untuk membangun stamina, kekuatan dan galian parit yang kian lama kiat luas begitu kemampuannya melompat meningkat. Keseimbangan yang baik diasah dengan cara berbahaya. Zipping ditanam dalam tanah. Saat itu pula Zipping membaca lantunan zikir. Kekuatan dan keseimbangannya pun bertambah berlipat ganda. Konsentrasi yang biasa dilakukan saat shalat sebagai tuntutan dalam Islam menjadi tulang punggung sesolid batu bagi gerakan mengalir Wushu.
Iklim di Changzou cukup sejuk ketika musim panas, namun dingin saat musim salju. Dalam bulan-bulan musim dingin salju jarang turun sehingga memungkina latihan tetap digelar. Zipping berlatih dengan seluruh elemen untuk membuat tangguh tubuhnya. Begitu ia menginjak usia 14 tahun, ia sudah bisa melompat lebih dari 3 meter dari posisi berdiri.
Sayang bocah dengan tubuh setegap pria dewasa dan kualitas petarung itu tak memiliki guru. Ayahnya yang keras kepala menolak memasukkan Zipping ke sekolah Wushu. Setengah putus asa mencari guru dan teman, ia jatuh ke dalam komunitas rahasia yang menyebut diri mereka "Jurus Kebenaran dan Keharmonian".
Akhirnya Wang Zipping memutuskan pergi dan mengembara ke selatan Jinan, di mana ia menjadi musafir yang tinggal di sebuah Masjid Besar. Dalam ruang utama masjid itulah, Zipping bertemu pria seperti dirinya, seorang petinju. Ia bernama Yang Hongxiu, grandmaster Wushu yang akhirnya menjadi gurunya.
Dan Zipping pun dengan serius mulai mempelajari gerakan burung dan mamalia, seperti elang menukik menyambar mangsa, gerakan kelinci melintas padang rumput, hingga lompatan jitu anjing menghindar dari bahaya. Ia menyerap semua karakter gerakan itu kemudian menciptakan gayanya sendiri. Stamina dan refleksnya yang kian berkembang, membuat Zipping tak hanya kuat tetapi juga cepat--sebuah kombinasi mematikan dalam Wushu.
Seorang dianggap Grandmaster ketika ia mampu menggunakan alat apa pun sebagai senjata. Pengembangan kemampuan ini adalah seni sekaligus kebutuhan dalam Wushu. Zipping, menjadi luar biasa fasih dengan semua senjata utama.
Dia sangat mahir terutama dalam melakukan Qinna, yakni teknik sergapan yang dapat mengunci sendi dan otot-otot lawan dalam persiapan melakukan serangan dahsyat; Shuaijiao. Nama yang terakhir itu adalah gaya bertarung tangan kosong yang menggabungkan prinsip Tai Chi, Hard Qigong dan Teknik Meringankan Tubuh.
Ia mendapat pengakuan sebagai seniman bela diri yang utuh. Pada saat bersamaan ia juga pakar dalam trauma tulang. Ia mengombinasikan pengetahuan mendalam dalam Qinna dengan ketrampilang mengatur tulang. Akhirnya ia menemukan sistem penyembuhan untuk cedera Wushu dan olahraga di utara Cina.
Legenda Klasik
Banyak kisah, ada yang asli dan juga sekedar mitos, yang telah disematkan pada sosoknya. Namun yang selalu diulang adalah kisah satu ini.
Selama melakukan praktek pengobatan di Jiaozhou, Jerman ditugaskan untuk membangun rel kereta api dari kawasan itu menuju Jinan. Proyek mercusuar itu adalah harga mahal yang harus dibayar setelah Ratu Ci'xi gagal dalam pemberontakan tinju. Rel dibuat dengan yang tujuan memperluas dan mengkokohkan kontrol Eropa atas daratan Cina.
Reputasi Zipping bukannya tak diketahui oleh Jerman. Lebih cerdas dan berani dari pada koleganya, para Jerman berupaya mempermainkannya. Seorang petinggi militer Jerman bersiasat dengan menempatkan penggilingan batu besar di depan stasiun rel kereta api dan menantang siapa pun untuk mengangkatnya.
Zipping yang tidak pernah bisa tahan dengan penghinaan terhadap orang Cina, secara alami langsung gusar. Seperti yang diharapkan Jerman, Zipping masuk perangkap.
"Bagaimana kalau saya bisa mengangkatnya," tanya Zipping.
"Maka gilingan itu menjadi milikmu," para Jerman menjawab dengan tampang mengolok-olok.
"Bila saya gagal?"
"Maka kamu harus membayar,"
Zipping denga mudah mengangkan gilingan batu itu, meninggalkan para Jerman tercengang-cengang. Seorang warga Amerika yang bekerja sebagai guru fisika di tempat itu, menyaksikan aksi Zipping. Ia pun menantang duel.
Saat berjabat tangan mengawali pertandingan, tiba-tiba si Amerika dengan kuat memegang tangan Zipping dan berupaya membantingnya ke tanah. Zipping secepat kilat menyapukan kaki ke bagian bawah tubuh lawannya dan membuatnya ambruk.
Karena reputasinya, Zipping ditunjuk sebagai kepala Divisi Shaolin di Institut Pusat Seni Bela Diri. Ia juga pernah menjabat wakil presiden Asosiasi Whusu Cina, organisasi Wushu tertinggi di CIna.
Ia memegang banyak gelar dan tanggung jawab, termasuk konsultan sejumlah rumah sakit besar di penjuru Cina. Karirnya sebagai pakar bela diri juga kian menajam setelah ia melakoni banyak duel dengan orang asing. Ia selalu ingin membuktikan bahwa Cina bukan ras inferior.
Meski dalam usia senja, Zipping tak pernah kehilangan kekuatan dan kecepatannya. Pada 1960 ketika ia menjadi pelatih dan direktur grup pelajar Wushu yang menyertai perdana menteri saat itu, Zhou Enlai, melawat ke Burma, ia diminta mendemonstrasikan kemampuannya. Di depan tuan rumah ia menampilkan jurus dengan senjata luar biasa berat, Pedang Naga Hitam. Dengan teknik tinggi, kemampuan dan semangat muda, tak satupun orang berpikir ia telah berkepala delapan.
Jumat, Maret 04, 2011
CINTA RASUL
Cerdas, bijaksana, berakhlak mulia. Dialah Muhammad saw. Rasul akhir zaman, pemberi peringatan, suri tauladan terbaik bagi umat manusia. Pembawa risalah penyempurna atas nabi-nabi yang terdahulu.
Dialah kekasih Allah, manusia yang terjaga dari kesalahan, sosok pribadi sempurna, figur terbaik yang pernah ada di dunia. Ia di kagumi, dicintai, sekaligus diikuti oleh umatnya yang beriman. Tidak heran apabila orang barat sendiri mengakui bahwa beliau merupakan tokoh yang paling berpengaruh di dunia. (Michael Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia).
Rasulullah sangat mencintai umatnya, itu tercermin bahkan di saat-saat akhir hayatnya ia masih sempat mengucapkan umati….umati…(umatku…umatku…). Sesaat sebelumnya, beliau juga sempat bercakap-cakap dengan malaikat Jibril yang hendak mencabut nyawanya:“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang sangat lemah. Jibril pun menjawab “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,”
Namun hal itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, sorot matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” Tanya Rasul. “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” Jawab Malaikat Jibril.
Subhanallah, betapa cintanya Muhammad kepada kita, sampai-sampai menjelang akhir hayatnya pun masih memikirkan umatnya. Meskipun begitu, memang tidak semua orang menyukainya.Ada juga orang-orang yang membencinya. Itulah kaum kafir yang tidak mau menerima kebenaran Islam. Yang mungkin telah dibutakan mata dan hatinya.
Ketika awal-awal dakwah beliau di Makkah, orang-orang kafir Quraysi juga sangat membenci Rasulullah Saw, bukan karena pola sikapnya, namun karena agamanya, karena ideologinya.
Mereka tidak rela agama nenek moyangnya diganti dengan Islam. Berbagai halangan, rintangan, tuduhan miring, bahkan sampai percobaan pembunuhan pernah dilakukan oleh mereka (kafir Quraysi) dalam merintangi dakwah Islam. Merekalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman: “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS Al Furqaan: 31).
Dan kini, setelah beliau wafat pun, kedengkian orang-orang kafir itu tidak ada habisnya. Bahkan hingga kini.
Namun hal itu tidaklah mampu melunturkan kemuliaan sosok Muhammad SAW. Ia tetaplah sang kekasih Allah, suri tauladan terbaik bagi manusia. Kita sangat mencintainya, melebihi cinta pada diri ini. Apapun bisa kita perbuat demi Allah dan Rasul-Nya.
Dialah kekasih Allah, manusia yang terjaga dari kesalahan, sosok pribadi sempurna, figur terbaik yang pernah ada di dunia. Ia di kagumi, dicintai, sekaligus diikuti oleh umatnya yang beriman. Tidak heran apabila orang barat sendiri mengakui bahwa beliau merupakan tokoh yang paling berpengaruh di dunia. (Michael Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia).
Rasulullah sangat mencintai umatnya, itu tercermin bahkan di saat-saat akhir hayatnya ia masih sempat mengucapkan umati….umati…(umatku…umatku…). Sesaat sebelumnya, beliau juga sempat bercakap-cakap dengan malaikat Jibril yang hendak mencabut nyawanya:“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang sangat lemah. Jibril pun menjawab “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,”
Namun hal itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, sorot matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” Tanya Rasul. “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” Jawab Malaikat Jibril.
Subhanallah, betapa cintanya Muhammad kepada kita, sampai-sampai menjelang akhir hayatnya pun masih memikirkan umatnya. Meskipun begitu, memang tidak semua orang menyukainya.Ada juga orang-orang yang membencinya. Itulah kaum kafir yang tidak mau menerima kebenaran Islam. Yang mungkin telah dibutakan mata dan hatinya.
Ketika awal-awal dakwah beliau di Makkah, orang-orang kafir Quraysi juga sangat membenci Rasulullah Saw, bukan karena pola sikapnya, namun karena agamanya, karena ideologinya.
Mereka tidak rela agama nenek moyangnya diganti dengan Islam. Berbagai halangan, rintangan, tuduhan miring, bahkan sampai percobaan pembunuhan pernah dilakukan oleh mereka (kafir Quraysi) dalam merintangi dakwah Islam. Merekalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman: “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS Al Furqaan: 31).
Dan kini, setelah beliau wafat pun, kedengkian orang-orang kafir itu tidak ada habisnya. Bahkan hingga kini.
Namun hal itu tidaklah mampu melunturkan kemuliaan sosok Muhammad SAW. Ia tetaplah sang kekasih Allah, suri tauladan terbaik bagi manusia. Kita sangat mencintainya, melebihi cinta pada diri ini. Apapun bisa kita perbuat demi Allah dan Rasul-Nya.
Langganan:
Postingan (Atom)