Selasa, Mei 27, 2014

ISRA MI'RAJ BUKAN SEKEDAR PERINGATAN

Isra’ Miraj bukan sebatas peringatan.

Isra' Miraj adalah peristiwa yang luar biasa. Untuk itulah, ketika menyebutkan peristiwa ini Allah SWT memulainya dengan ucapan tasbih. "Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam …." (QS al-Israa' [17]: 1).

Menurut Ketua Gerakan Pembangunan Kebiasaan Shalat Berjamaah (GPKSB) Akhmad Tefur SSi, kalimat tasbih identik dengan hal luar biasa. Seperti halnya, peristiwa Isra' Miraj dan juga perintah shalat yang diberikan Allah dalam peristiwa tersebut.

Tefur menerangkan, Allah SWT sering menggunakan kata ganti shalat di dalam Alquran dengan kata rukuk dan sujud. Misalnya, dalam surat al-Baqarah disebutkan, "... dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk." (QS al-Baqarah [2]:43). "Maksudnya di sini bukan rukuk berjamaah, tapi tunaikanlah shalat secara berjamaah," terang Tefur.

Demikian juga dengan sujud, seperti diterangkan dalam ayat lain, "... bersihkanlah rumah-Ku (Masjidil Haram) untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS al-Baqarah [2]:125).

Jadi, rukuk dan sujud adalah salah satu rukun di dalam shalat yang menggambarkan ketundukan dan kepatuhan kepada Allah. Di dalamnya dibaca bacaan tasbih yang menyucikan Allah SWT.

"Rukuk dan sujud itu yang dibaca tasbih, tasbih adalah shalat, dan shalat ketika menjemput perintahnya dalam peristiwa Isra' Miraj itu juga dimulai dengan tasbih," papar Tefur.

Namun, peristiwa luar biasa itu tidak semata-mata hanya untuk menjemput perintah shalat lima waktu. Ketua PBNU KH Said Aqil Siraj menambahkan, latar belakang peristiwa tersebut sebagai bentuk keprihatinan Allah SWT kepada Rasul-Nya yang diterpa berbagai masalah dan penderitaan.

Allah SWT ingin memberikan paket tamasya ke ujung langit (Sidratul Muntaha) kepada Nabi Muhammad SAW yang banyak mengalami keperihan hidup.

Setahun sebelum hijrah adalah masa-masa tersulit bagi Rasulullah SAW. Ditinggal istri tercinta Khadijah RA, berikut meninggalnya paman beliau, Abu Thalib. Semenjak itu, kafir Quraisy benar-benar semena-mena kepada beliau.

Rasulullah SAW bahkan sempat diusir dari Makkah dan mencari perlindungan ke Thaif. Alih-alih mendapat perlindungan, Rasul SAW bahkan dilempari batu hingga berdarah-darah. Ketika itulah Rasul berdoa kepada Allah.

"Jadi, tujuan utama Isra' Miraj itu awalnya bukan untuk menjemput perintah shalat, tetapi memberikan semacam solusi dari permasalahan yang dihadapi Nabi ketika itu.

Senin, Mei 26, 2014

JELANG ISRA MI'RAJ : PERINTAH SHOLAT UNTUK KEDISIPLINAN

Umat Islam dituntut mampu memaknai shalat dengan menjadikannya pemandu dalam perilaku sehari-hari. Cendekiawan Muslim, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin mengatakan salah satu peristiwa besar dalam Islam adalah Isra Miraj.

Melalui peristiwa ini, umat Islam memperoleh kewajiban menunaikan shalat lima waktu. ‘’Shalat bukan kewajiban semata tetapi juga sarana mencegah perbuatan keji dan mungkar,’’ kata Didin. Misalnya, khianat, korupsi, dan keburukan lainnya.

Kalau umat Islam masih melakukan hal-hal buruk, ujar dia, penyebabnya adalah belum mampunya mereka menghayati dan memaknai shalat. Padahal, mestinya shalat menuntun seorang Muslim kepada berbagai kondisi yang bagus.

Sebab, shalat mengajarkan kedisiplinan pada aturan seperti, menghargai waktu, tidak membuang sampah sembarangan, dan menjaga kebersihan lingkungan. ‘’Mari tegakkan shalat sebaik-baiknya dan menerapkannya dalam kehidupan.’’

Pakar Alquran, Dr Mukhlis Hanafi menjelaskan, banyak hikmah yang diperoleh dari peristiwa Isra Miraj. Di antaranya, peneguhan terhadap Islam sebagai ajaran yang dapat membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Menurut dia, kini umat Islam pun perlu meneguhkan kembali bahwa Islam merupakan ajaran yang moderat. ‘’Tunjukkan Islam bukanlah agama yang menyulitkan tetapi memudahkan dalam ibadah, akhlak, dan akidah.’’

Dengan demikian, jangan sampai peristiwa Isra Miraj terhenti pada peringatan yang seremonial. Sesuatu yang berjalan sebagai rutinitas. Mukhlis mengatakan, Isra Miraj juga bukan hanya peristiwa yang mensyariatkan kewajiban shalat.

Termasuk tawar-menawar Rasullullah SAW dengan Allah SWT terkait shalat 50 waktu menjadi lima waktu. Isra Miraj merupakan bukti Rasulullah SAW merupakan sosok yang tidak ingin ibadah memberatkan umatnya. Saat ini, tugas umat Islam memahami lebih dalam makna shalat.

Shalat tak dijalankan sebatas ibadah formal. Sebaiknya, kata Mukhlis, dipahami substansinya. Ini mencegah terjadinya kesenjangan nilai agama Islam dengan perilaku umat Islam sehari-hari.  Para dai bisa membantu mewujudkan hal ini melalui dakwahnya.

Bagi Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub, Isra Miraj menekankan pada Muslim agar meyakini perintah Allah SWT dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang terbaik. Semua perintah juga selalu berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.

Ia menambahkan, sebagian umat Islam, sudah memaknai shalat dengan baik. Shalat diperintahkan saat terjadi Isra Miraj. Sayangnya, ada umat Islam yang tak menjalankan dan memahami makna shalat. Penyebab utamanya, umat Islam enggan mempelajari agamanya sendiri.

Karena itu, ada yang rutin menggelar perayaan Isra Miraj tetapi tidak shalat. Padahal, salah satu hasil  penting dalam perjalanan Isra Miraj adalah shalat lima waktu. ’’Isra Miraj sebaiknya dipahami dengan lebih baik, misalnya dengan memperbaiki shalat kita,’’ kata Ali.

Pemahaman yang baik tentang hal itu dibutuhkan. Ali meminta dai terus belajar Islam. Dengan ilmu yang luas, mereka bisa membimbing masyarakat dengan lebih baik. Jadi, sebaiknya tak berhenti belajar hanya karena sudah disebut ahli agama.

Jumat, Mei 23, 2014

IBADAH SECARA KONTINYU SESUAI KEMAMPUAN

Diriwayatkan dari Siti Aisyah, Nabi SAW masuk ke tempatnya dan di sisinya ada seorang perempuan dari Bani Asad. Lalu,  Nabi SAW bertanya, “Siapakah ini?“ Aisyah menjawab, “Si Fulanah (ia tidak pernah tidur malam), ia menceritakan shalatnya.

Nabi SAW bersabda, “Lakukanlah (amalan) menurut kemampuanmu. Demi Allah, Dia tidak merasa bosan sehingga kamu sendiri yang bosan. Amalan agama yang paling disukai Allah SWT adalah yang dilakukan oleh pelakunya secara kontinu.’’ (HR Bukhari).

Dalam hadis di atas, Rasulullah SAW mengingatkan amalan paling baik dan disukai Allah SWT adalah amalan yang dilakukan secara kontinu. Bukan amalan yang besar atau yang kecil. Amalan kecil bila kontinu lebih baik daripada amalan besar namun dilakukan hanya sekali.

Amalan kecil dilakukan secara terus-menerus maka dalam pandangan Allah SWT amalan itu menjadi besar. Sebaliknya, kesalahan (maksiat) yang kecil dilakukan secara terus-menerus, lambat laun menjadi besar sehingga menumpuklah dosa kita.

Rasulullah SAW bersabda, ’’Tidak ada dosa kecil apabila dilakukan secara terus-menerus.'' Artinya dosa kecil yang kontinu akan menjadi dosa besar. Karena itu, melakukan shalat Dhuha dua rakaat setiap pagi lebih baik daripada 12 rakaat cuma sekali.

Menunaikan Tahajud dua rakaat setiap malam lebih baik daripada 13 rakaat beserta witirnya namun cuma sekali.
Begitu pun membaca Alquran satu ayat setiap hari lebih baik daripada membaca beberapa ayat tapi cuma sekali (hal ini biasanya dilakukan hanya di bulan Ramadhan).

Bersedekah Rp 1.000 setiap hari lebih baik dibandingkan bersedekah Rp 100 ribu tetapi hanya sekali. Rasulullah SAW tidak menekankan jumlah rakaat, berapa ayat, dan berapa rupiah melainkan kontinuitas beramal yang baginda inginkan.

Dalam beribadah, Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya agar melakukannya sekuat tenaga dan semampu kita.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.’’ (QS Al-Baqarah:286).

Dan Nabi SAW bersabda, ’’Kerjakan amal perbuatan sekuat tenagamu, Allah tidak jemu menerima dan memberi sehingga kamu jemu beramal, dan shalat yang disukai adalah yang dikerjakan terus-menerus meskipun sedikit.’’ (HR Bukhari-Muslim).

Untuk menjalankan suatu amalan, harus didasari kesabaran dan keyakinan. Tanpa hal tersebut, sulit untuk membiasakan amalan (ibadah). Sebab kesabaran dan keyakinan melahirkan semangat sehingga dalam keadaan apapun kita terus beribadah.

Selasa, Mei 20, 2014

PERTOLONGAN AKAN DATANG BAGI ORANG YANG SABAR

Dilatarbelakangi kekalahan mereka dari kaum muslimin pada peperangan di Lembah Badar (17 Ramadhan 1 H), kaum Quraisy (Makkah) bersepakat membalas dendam.

Lalu, mereka menyiapkan pasukan berkekuatan sekitar 3.000 prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb.
Pasukan sebesar itu ternyata merupakan gabungan dari kaum Quraisy, sejumlah warga Habsyah dan warga Arab dari Bani Kinanah dan Bani Tihamah.

Setelah informasi tersebut diketahui Rasulullah SAW, tanpa membuang-buang waktu beliau berkonsolidasi dengan para sahabat untuk mencari jalan ke luar terbaik.
Setelah perdebatan panjang, kaum muslimin bersepakat menghadang mereka di luar Kota Madinah yakni di Gunung Uhud.

Dengan kekuatan sekitar 1.000 prajurit, Rasul berangkat ke Gunung Uhud menghadang musuh (pertengahan Syaban 2 H).
Maka berkecamuklah peperangan itu. Berbeda dengan peperangan di Lembah Badar tahun sebelumnya, peperangan di Gunung Uhud berakhir dengan kemenangan pihak musuh.

Kekalahan tersebut terasa sangat menyakitkan. Bukan saja karena banyaknya korban di kalangan kaum muslimin namun karena ketidakdisiplinan prajurit Islam sendiri. Konon, prajurit pemanah yang berjaga di punggung gunung sekonyong-konyong meninggalkan pos mereka.

Mereka tergiur harta benda yang ditinggalkan begitu saja oleh pihak musuh. Dengan begitu, ketika prajurit Islam yang serakah tersebut sedang mengambil harta benda di kaki Gunung Uhud seketika itu pula disergap musuh.

Maka terjadilah malapetaka yang sangat menyakitkan itu. Hamzah bin Abdul Muthalib, panglima perang sekaligus paman Rasulullah SAW terbunuh ditombak dari belakang oleh Wahsyi,  budak milik  Muth’im bin Jubair.

Dalam suatu riwayat dikemukakan, pada peperangan di Gunung Uhud itu, gugur 64 orang dari kalangan Anshar dan enam orang dari kalangan Muhajirin termasuk Hamzah. Semua prajurit Islam itu anggota tubuhnya dikoyak-koyak dengan kejam.

Bahkan, ketika Hindun bin Uthbah (istri Abu Sufyan bin Harb) melihat jasad Hamzah yang sudah tidak bernyawa, dihampirinya dengan penuh kebencian. Lalu, dia belah dadanya. Dia keluarkan jantungnya. Dia mengunyahnya, dan menelannya. Biadab!

Maka berkatalah kaum Anshar, “Jika kami mendapat kemenangan, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan.” (HR At-Tirmidzi dari Ubay bin Ka’ab).

Dalam riwayat lain, ketika Rasulullah berdiri SAW di hadapan jenazah Hamzah beliau berkata, “Aku akan bunuh 70 orang dari mereka sebagaimana mereka lakukan terhadap dirimu.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam Kitab Ad-Dalail dan Al-Bazzar dari Abu Hurairah).

Apa yang diungkapkan kaum Anshar dan Rasulullah SAW menyiratkan keinginan membalas dendam. Mereka saat itu beranggapan, yang dilakukan musuh telah melampaui batas peri kemanusiaan. Maka menurut mereka sepantasnya dibalas dengan balasan yang setimpal.

Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl [16] : 126 -128).

Menurut Ibnu Hishar ayat-ayat tersebut diturunkan hingga tiga kali. Mula-mula diturunkan di Makkah, lalu di Gunung Uhud, selanjutnya saat Fathu Makkah. Kandungan ayat itu juga sangat menarik. Dalam keadaan sesulit apapun, kaum muslimin diajarkan untuk bersabar.

Dalam situasi seperti itu, bersabar akan terasa sangat berat. Namun, Allah SWT menjanjikan pertolongan. Dalam ayat lain ditegaskan pertolongan Allah itu dekat. Karena itu, tidak perlu bersedih hati dan tidak perlu bersempit dada.

Jumat, Mei 16, 2014

CALEG DAN CAPRES WAJIB MENCONTOHI KHALIFAH

Sehari sesudah Abu Bakar As Shiddiq dilantik menjadi seorang khalifah untuk memimpin kaum Muslimin, esok paginya ia pergi ke pasar Madinah untuk berjualan. Ia tetap seperti biasanya menjalani profesinya sebagai saudagar.

Beberapa sahabat lain pun protes kepada beliau. "Wahai Amirul Mukminin, jika engkau berjualan di pasar, lantas siapa yang akan mengurusi kami?" tanya salah seorang sahabat. Abu Bakar juga membalas pertanyaan itu dengan pertanyaan. "Jika saya tidak berdagang, lantas bagaimana saya menghidupi keluarga saya?" ujar beliau.

Akhirnya, para sahabat senior kala itu bermusyawarah dan menetapkan gaji untuk Khalifah pertama itu. Gaji yang diberikan hanya sebatas untuk bisa menghidupi Abu Bakar dan keluarganya. Setelah itu, Abu Bakar tidak lagi berjualan di pasar dan mengurusi negara hingga dua tahun berikutnya ia dipanggil menghadap Allah SWT. Demikian seperti dikisahkan dalam Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir.

Begitulah kepemimpinan yang dicontohkan seorang sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah itu. Ia mengajarkan, kekuasaan dan jabatan bukanlah media untuk mencari kekayaan. Amanah yang terpikul di pundaknya bukanlah alat untuk mengumpulkan harta.

Hal yang sama juga dicontohkan oleh khalifah sesudahnya, Umar Bin Khattab. Sudah menjadi tradisi ketika itu untuk membagikan pakaian kepada dua golongan dari umat Islam. Golongan itu adalah, assabiqunal awwalun (orang yang pertama-tama masuk Islam), dan ahlun nabi (karib kerabat Nabi Muhammad SAW).

Kendati ia seorang Khalifah, Umar bin Khattab tak mendapatkan jatah pakaian tersebut. Karena ia memang tidak termasuk dari salah satu golongan itu. Ia bukan orang yang pertama masuk Islam, dan juga bukan berasal dari kerabat Rasulullah.

Hingga ketika ada pembagian jatah pakaian untuk seluruh kaum Muslimin, Umar bin Khattab mendapat jatah satu stel pakaian. Namun ketika itu, ia diprotes salah seorang sahabat. "Wahai Amirul Mukminin, masing-masing kami mendapatkan jatah pakaian satu. Lalu mengapa engkau mendapatkan dua?" protes salah seorang sahabat tersebut dihadapan sebuah mejelis.

Menjawab pertanyaan itu, putra beliau Abdullah bin Umar bin Khattab pun berdiri. "Hadirin sekalian. Badan bapak saya ini (Umar bin Khattab) seperti kita ketahui sangatlah besar. Jadi jatah satu pakaian itu tidak muat di tubuh beliau. Tapi kendati demikian, beliau tidak mengambil dua buah. Jatah sayalah yang saya berikan kepadanya," papar Abdullah.
Jelaslah, menjadi pejabat negara bagi Umar bin Khattab bukanlah wadah untuk mengumpulkan kekayaan. Tidak ada istilah korupsi bagi Umar bin Khattab, kendati hanya sehelai pakaian. Tidak ada istilah nepotisme kendati beliau adalah seorang presiden umat Islam ketika itu.
Tak ada alasan untuk memanfaatkan jabatan untuk korupsi atau memperkaya diri waktu di zaman sahabat dahulu. Sesuatu yang jelas berbeda terlihat ketika masa kampanye saat ini. Sudah menjadi pameo di masyarakat, sekian miliar dana yang digelontorkan seorang caleg di masa kampanye.
Tentu setelah ia duduk sebagai anggota dewan, ia akan mengembalikan lagi uangnya yang hilang waktu kampanye. Orientasi menjadi caleg sebagai alat untuk memperkaya diri. Sungguh sudah sangat jauh dari apa yang dicontohkan Abu Bakar dan Umar Bin Khattab.

Rabu, Mei 14, 2014

KEMBALI KEPADA FITRAH WANITA

Perkembangan yang pesat di era globalisasi dengan beragam nilai yang ada, membuat muslimah kebablasan dan kehilangan arah. Sekulerisasi dan globalisasi di setiap sendi kehidupan telah merubah persepsi tentang sosok wanita yang ideal.  Wanita baru dianggap sukses, jika kedudukannya  “sama” dengan pria.

Kian hari kian santer berita yang menunjukkan dekadensi moral.  Hebohnya kasus pedofilia pada anak-anak usia TK, kriminalitas akibat cinta, kejahatan narkoba, tawuran, perzinahan, pembuangan bayi, pelacuran, perkosaan, tingginya tingkat perceraian, dan lain-lain.

Jika para wanita di suatu bangsa telah mengalami kehancuran moral, maka hancurlah bangsa tersebut. Segeralah kembali kepada fitrahmu, wahai wanita!

Feminisme dan Kesetaraan Gender Hancurkan Keluarga


Barat melakukan perang pemikiran sebagai pembuka jalan bagi perang militer, untuk kembali menjajah dan merampas kekayaan kita.  Jika perang militer gagal, pengaruh pemikiran mereka tetap bercokol di kepala pemikir dan cendekiawan muslim.

PBB, salah satu alat mereka, menyelenggarakan KTT-KTT yang mengangkat isu seputar masalah wanita dan hak-haknya.  Hasil keputusan dan kesepakatan yang ala barat,  dipaksakan agar diterima oleh semua anggota PBB dengan pengawasan ketat. Mereka tekan  pemerintahan agar membuat UU dan peraturan ala barat.  Selanjutnya, mereka opinikan bagaimana membangun rumah tangga ala barat. Peran ibu tak lagi menjadi tugas wanita saja, tetapi tanggung jawab masyarakat. Peran itu dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki. 

Di Perancis tercatat 53 % anak-anak yang lahir tak memiliki bapak yang jelas. Di banyak negara Eropa semakin ngetrend enggan mempunyai anak bahkan enggan menikah. Hubungan laki-laki dan wanita hanya hubungan seks bebas.  Mereka menuntut legalitas aborsi.

Angka kriminalitas meningkat sangat tajam. Di Amerika tahun 1998, perkosaan terjadi setiap 6 menit, penembakan setiap 41 detik, pembunuhan setiap 31 menit.  Dana penanggulangan tindakan kejahatan mencapai 700 juta dolar per tahun (belum termasuk kejahatan Narkoba). Angka ini sama dengan pemasukan tahunan (income) 120 negara dunia ketiga.  Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada wanita terjadi di Amerika dan 20% di Inggris.

Feminisme dan kesetaraan gender melahirkan generasi yang semakin brutal dan bobrok.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita

Allah telah menjadikan lelaki menjadi pemimpin rumah tangga.  Dia bertanggung jawab menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, dengan menafkahkan sebagian dari harta mereka.  Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (QS 2: 233).
Lelaki harus menolong isterinya untuk dapat melaksanakan kewajibannya dengan maksimal.  Dia tidak membebani isterinya menjadi wanita multi ganda, sehingga kesulitan menjalankan fungsinya sebagai isteri dan ibu secara maksimal. 

Meskipun demikian, wanita tidak dilarang untuk berkiprah di masyarakat, karena akses dan kesempatan baginya sudah jauh lebih luas.  Yang pasti, wanita tidak harus bekerja untuk menopang ekonomi keluarga.

Tugas Utama Wanita

Ada perbedaan dalam penciptaan lelaki dan wanita.  Lelaki memiliki kesempurnaan dalam kekuatan fisik.  Wanita lebih lemah dari segi penciptaan bentuk tubuh dan tabiat alamiahnya.  Karena wanita mengalami haid, mengandung, melahirkan dan menyusui.  Masing-masing memiliki tugas yang sesuai dengan fisik mereka. “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR Bukhari).

Perbedaan bentuk penciptaan ini difasilitasi dengan perbedaan beberapa hukum syariat, serta perbedaan posisi dan peran dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat.  Lelaki dominan di sektor publik.  Wanita lebih utama di sektor domestik. Perbedaan peran dan tanggungjawab antara pria dan wanita tidak membuat supermasi pria terhadap wanita, tetapi untuk saling mengisi dan melengkapi.

Maju mundurnya sebuah bangsa sangat ditentukan oleh wanita. Isteri hebat  yang mendampingi lelaki sukses, yang selalu memberi kehangatan dan menciptakan keharmonisan rumah tangga.  Ibu yang menjadi madrasah pertama dan utama, yang akan membentuk akhlak dan pribadi generasi penerus.  Wanita muslimah yang menjalankan tugasnya akan melahirkan para pejuang, syuhada, mujahidin.

Wanita Diciptakan dari Tulang Rusuk yang Paling Bengkok

Nabi saw bersabda, “Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka sikapilah para wanita dengan baik” (HR Bukhari).  “Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, jika kalian mencoba meluruskannya ia akan patah. Tetapi, jika kalian membiarkannya maka kalian akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).  "Saling  menasehati untuk   berbuat   baik   kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang  rusuk  yang bengkok” (HR At-Tirmidzi). 

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya” (HR Muslim).

Jika suami ingin meluruskan wanita dengan selurus-lurusnya tanpa kebengkokan, pasti akan terjadi perselisihan dan perpisahan.  Bila suami bersabar dengan keadaan istri yang bengkok (kelemahan akal dan semisalnya), pergaulan keduanya akan berlanjut.
 
Pesan hadits ini, lelaki bisa memahami sifat, karakter dan kecenderungan wanita.  Sehingga bisa bersikap lebih bijaksana, lemah lembut dan penuh kasih sayang dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan wanita.  Tidak keras dan kasar. Tetapi tidak membiarkan wanita, karena akan merugikan keduanya. Wanita harus dijaga dengan baik, tidak didzalimi, diberikan haknya, serta diarahkan kepada kebaikan.  Waspadailah ada 4 golongan lelaki yang akan ditarik masuk ke dalam neraka oleh wanita, karena tidak memberikan haknya, yaitu: ayahnya, suaminya, saudara lelakinya, anak lelakinya.
 
Tulang rusuk yang paling atas adalah yang paling bengkok.  Wanita itu ada kebengkokan dan kekurangan.  Rasul bersabda: “Aku tidak melihat orang orang yang kurang akal dan kurang agama yang lebih bisa menghilangkan akal lak- laki yang teguh daripada salah seorang diantara kalian (para wanita)” (HR. Al Bukhari Muslim).  Kurang akal, karena persaksian dua wanita sebanding dengan persaksian seorang lelaki.  Kurang agama, karena wanita tidak boleh shalat ketika sedang haidh dan nifas..

Allah Swt berfirman: “Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para isteri) secara patut” (QS 4: 19).  Ibnu Katsir menafsirkan: “Halusi ucapan kalian terhadap para isteri dan perbaiki perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila isteri berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Swt berfirman:“Dan para isteri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”(QS 2: 228).

Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (isteri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (isteri)ku.” Wanita harus selalu di jaga dan di lindungi, karena wanita perlu sekali perlindungan..

Wanita tidak dianggap rendah karena diciptakan dari tulang rusuk.  Karena tulang rusuklah yang melindungi dada, di mana di dalamnya ada jantung yang memompa kehidupan manusia.  Oleh karena itu, isteri memiliki dua tugas.

Pertama, mendorong suami agar kuat dadanya (lambang keberanian dan keperkasaan), sehingga potensinya bisa berkembang berkali lipat. Suami dijaga agar dadanya yang penuh dengan berbagai macam perasaan (benci, cinta, senang, jengkel), bisa tetap menjadi lapang, sehingga selalu bersikap optimis dan dapat menyelesaikan masalah.  Dada yang sempit membuat pesimis, putus asa, tidak semangat dan mudah sakit (QS Thaha: 25, 28). 

Kedua, menjaga hati suami. Hati tempat keimanan dan kebahagiaan. Isteri harus memberi kedamaian dan kebahagiaan suami, sehingga imannya semakin kuat.

Wanita, kembalilah kepada fitrahmu, yang akan membuat dirimu dan umat manusia mulia.

Rabu, Mei 07, 2014

DAHSYATNYA SHOLAT SHUBUH

Saya yakin di antara kita sudah mengetahui keistimewaan waktu Subuh. Saat ini atau hari ini ada baiknya kita melihat waktu Subuh dengan kacamata yang lain, yaitu dari bahaya waktu Subuh bila kita tidak dapat memanfaatkannya.
Allah bersumpah dalam Al Fajr : “Demi fajar (waktu Subuh)”. Kemudian dalam Al Falaq Allah mengingatkan: “Katakanlah! aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai waktu subuh”.
Ada apa dibalik waktu Subuh? Mengapa Allah bersumpah demi waktu Subuh? Mengapa harus berlindung kepada yang menguasai waktu Subuh? Apakah waktu Subuh sangat berbahaya & dahsyat?
Ya, ternyata waktu Subuh benar-benar sangat berbahaya!

Waktu Subuh lebih kejam dari sekawanan perampok bersenjata api. Waktu Subuh lebih menyengsarakan dari derita kemiskinan. Waktu Subuh lebih berbahaya dari kobaran api yang disiram bensin. Jika ada sekawanan perampok menyatroni rumah anda, dan mengambil paksa semua barang anda. Emas dan semua perhiasan di gondolnya. Uang cash puluhan juta diambilnya. Mobil yang belum lunas juga digasaknya. Bagaimana rasa pedih hati anda menerima kenyataan ini?
Ketahuilah, bahwa waktu Subuh lebih kejam dari perampok itu. Karena jika anda tertindas sang waktu Subuh sampai melalaikan shalat fajar, maka anda akan menderita kerugian lebih besar dari sekedar uang, perhiasan, laptop dan mobil.
Anda kehilangan dunia dan segala isinya. Ingat, “Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya” (HR Muslim).

Waktu Subuh juga lebih menyengsarakan dari sekedar kemiskinan dunia. Karena bagi orang-orang yang tergilas waktu Subuh hingga mengabaikan shalat Subuh berjamaah di masjid, maka hakikatnya, merekalah orang-orang miskin sejati yang hanya mendapatkan upah 1/150 (0,7%) saja pahala shalatnya. “…dan barangsiapa yang shalat Subuh berjamaah, maka ia bagaikan shalat semalam suntuk” (HR Muslim).
Shalat semalam suntuk adalah shalat yang dikerjakan mulai dari tenggelamnya matahari sampai terbit fajar. Fantastis! Shalat selama sepuluh jam, atau kurang lebih 150 kali shalat! Betapa agung fadhilah shalat Subuh berjamaah ini. Betapa malangnya orang yang tergilas waktu Subuh, orang-orang yang mengabaikan shalat subuh berjamaah di masjid.

Waktu Subuh juga lebih berbahaya dari kobaran api yang disiram bensin. Mengapa demikian? Tahukah anda bahwa nabi menyetarakan dengan orang munafik bagi yang tidak mampu melaksanakan shalat Subuh berjamaah?
“Sesungguhnya tiada yang dirasa berat oleh seorang munafik, kecuali melaksanakan shalat Isya dan shalat Subuh. Sekiranya mereka tahu akan keagungan pahalanya, niscaya mereka bakal mendatanginya (ke masjid, shalat berjamaah) sekalipun harus berjalan merangkak-rangkak” (HR Bukhari Muslim).
Orang yang tergerus waktu Subuh hingga tak mampu mendatangi masjid untuk shalat berjamaah adalah orang yang dalam keadaan bahaya, karena disetarakan dengan orang munafik. Padahal, ancaman bagi orang munafik adalah neraka Jahannam. “Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (An Nisa:140). Bukankah Jahannam lebih berbahaya dari sekedar kobaran api yang disiram bensin?

Nah, agar tidak merasakan tindasan waktu Subuh yang lebih kejam dari perampokan, agar tidak terkena gilasan waktu Subuh yang lebih menyengsarakan dari derita kemiskinan, dan agar tidak tertelan gerusan waktu Subuh yang lebih berbahaya dari kobaran api, maka: “Katakanlah! aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai waktu subuh” (Al Falaq:1). Yaitu dengan memanfaatkan waktu Subuh sebaik-baiknya. Lakukan shalat sunnah (shalat fajar) dan shalat berjamaah di masjid.

HIKMAH KISAH PELAJARAN DARI KUDA

Alkisah, seorang pedagang mempunyai dua ekor kuda. Kuda tersebut dimanfaatkan untuk membawa barang dagangan. Seekor kuda membawa garam dan yang lainnya membawa kerang.

Ketika mereka melewati sebuah danau, kuda pembawa garam turun ke danau untuk menghilangkan rasa haus. Ketika sang kuda keluar dari danau, dia terlihat segar bugar.
Kuda pembawa kerang terheran-heran dan bertanya, “Hai teman, apa yang terjadi kepadamu? Mengapa kau terlihat begitu segar bugar?

Kuda pembawa garam berkata, “Ketika aku turun ke danau, awalnya aku tak merasakan apa-apa sampai aku merendam tubuhku di  dalamnya. Saat itu, aku merasa berat garam di punggungku meleleh bersama air danau. Saat keluar, aku merasa begitu ringan dan segar.”

Tanpa berpikir panjang, kuda pembawa kerang pun turun ke danau berharap mendapatkan kesegaran seperti kuda pembawa garam.
Sang kuda merendam tubuhnya dan meminum air danau sepuasnya. Tanpa ia sadari, kerang yang dibawanya terisi air. Saat keluar dari danau, ia tidak merasa segar, justru sebaliknya merasa semakin berat.

Saudaraku, itulah gambaran sebuah kehidupan. Terkadang kita sering mengikuti apa yang dilakukan orang lain tanpa menimbang manfaatnya bagi diri kita. Bukankah Allah SWT telah memberikan petunjuk akal bagi manusia guna membedakan yang haq dan yang batil?

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS at-Tin: 4). Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk Allah yang sempurna. Allah menyempurnakan manusia dari bentuk dan petunjuk-Nya.

Allah SWT menciptakan manusia dengan bentuk yang indah. Kemudian, Allah SWT menyempurnakannya dengan empat petunjuk, yaitu insting, pancaindra, akal pikiran, dan agama. Lalu, mengapa manusia tidak memanfaatkan keempatnya untuk mencapai kebahagiaan hidup?

Sesuatu yang bermanfaat bagi seseorang belum tentu akan bermanfaat bagi manusia lainnya. Dan orang yang suka mengikuti orang lain tanpa alasan yang jelas, mereka itulah sebodoh-bodohnya manusia

Selasa, Mei 06, 2014

MASJID PATIMBURAK - TONGGAK SEJARAH ISLAM DI PAPUA



Papua tak hanya memiliki keindahan Raja Ampat dan sederetan gereja-gereja nan anggun, Papua juga memiliki masjid-masjid kuno yang berumur ratusan tahun. Adalah Masjid Tua Patimburak, salah satu masjid tertua yang terletak di Distrik Kokas, Fak-Fak Papua Barat. Usianya kini disinyalir sudah mencapai 143 tahun, terhitung sejak dibangunnya masjid ini di tahun 1870 silam.
Masjid yang konon dibangun oleh seorang muslim bernama Abuhari Killian ini merupakan tonggak sejarah Islam di Papua yang disinyalir dibawa oleh Kesultanan Tidore saat masih berkuasa.
Tak semegah masjid pada umumnya, Masjid Tua Patimburak ini berukuran tak lebih dari 100 meter. Arsitekturalnya memiliki kemiripan dengan arsitektural gereja. Namun begitulah bentuk aslinya yang masih dipertahankan meski sudah mengalami beberapa kali renovasi. Empat tiang penyangga masjid ini pun masih kekar menopang bangunan induknya. Jejak pemboman saat penjajahan Jepang silam pun nampak terlihat disalah satu tiang penyangga tersebut, terlihat jelas bekas lubang pemboman tersebut.
Dua jam perjalanan darat menuju Kokas dari Fak-Fak, dan satu jam perjalanan dengan long boat dari Kokas menuju Kampung Patimburak mungkin memang agak melelahkan untuk melihat masjid ini, namun panorama sepanjang perjalanan seperti lembah-lembah pegunungan hingga pulau-pulau karang perawan, pasti akan membuat anda ingin selalu kembali ke Fak-Fak untuk melihat masjid tua ini. (berbagai sumber)