Jumat, Februari 28, 2014

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA'AH DI MASJID

Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas seseorang itu mukmin atau kafir. (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Shalat juga menjadi penentu diterima atau tidaknya amalan seseorang. (HR Abu Daud).

Shalat memberikan banyak manfaat bagi yang istiqamah menjalankannya. Selain itu, shalat memiliki banyak keutamaan, apalagi jika ditunaikan berjamaah. Satu hal yang perlu diketahui, tidak satu pun ulama yang menyatakan shalat berjamaah hukumnya sunah biasa.

Shalat berjamaah adalah sunah muakkadah bagi laki-laki dalam menjalankan shalat lima waktu. Menurut Mazhab Maliki dan Hambali, hukumnya wajib.

Rasulullah bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya. Sungguh aku sangat ingin menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, lalu menyuruh seseorang supaya menyerukan azan, kemudian menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Sementara itu, aku akan pergi mendatangi orang-orang yang tidak shalat berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR Bukhari Muslim).

Saking pentingnya shalat berjamaah, selain memiliki 27 derajat (HR Muttafaq Alaih), keutamaan lainnya adalah pertama, mendapatkan naungan Allah.

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. (Salah satunya) adalah seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid.” (HR Bukhari).
Kedua, diampuni dosa-dosanya. “Barang siapa yang berwudhu untuk shalat, lalu ia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju shalat wajib dan ia melaksanakannya secara bersama-sama atau berjamaah atau di masjid, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR Muslim).

Ketiga, pahalanya senilai pahala ibadah haji. “Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci menuju shalat wajib, pahalanya seperti pahala orang beribadah haji.” (HR Abu Dawud).

Keempat, dihormati sebagai tamu Allah. “Barang siapa yang berwudhu di rumahnya, lalu memperbaiki wudhunya, kemudian datang ke masjid maka ia sebagai tamu Allah. Dan, menjadi sebuah keharusan bagi yang dikunjungi untuk menghormati tamu.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Kelima, terlindungi dari kejahatan setan. “Sesungguhnya, setan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing yang selalu memangsa kambing yang sendirian dan lalai. Maka, waspadalah kalian dalam tinggal di dusun-dusun (sendirian) dan haruslah kalian berjamaah, bermasyarakat, dan ke masjid.” (HR Ahmad).

Keenam, mendapatkan jaminan surga. “Ada tiga orang yang semuanya dijamin oleh Allah, (salah satunya) seseorang yang pergi ke masjid, ia dijamin oleh Allah ketika Ia mewafatkannya dengan memasukkannya ke surga.” (HR Abu Dawud). Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang senantiasa istiqamah menjalankan shalat berjamaah. Amin

------------------------------------------
www.ende-islam.co.id

Selasa, Februari 25, 2014

PROFIL KETUA UMUM MUI : DIN SYAMSUDDIN


Nama Lengkap : Din Syamsuddin
Alias : Muhammad Sirajuddin Syamsuddin
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Sumbawa Besar NTB
Tanggal Lahir : Minggu, 31 Agustus 1958
Zodiac : Virgo
Warga Negara : Indonesia

Istri : Fira Beranata
Anak : Farazahdi Fidiansyah, Mihra Dildari, Fiardhi Farzanggi
 
BIOGRAFI
Din Syamsuddin terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada 7 Juli 2005 selama lima tahun menggantikan Ahmad Syafi’i Ma’arif, dan terpilih kembali untuk periode 2010 – 2015
Di bawah kepemimpinan Din Syamsuddin Muhammadiyah terlihat menjaga jarak dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga didirikan oleh tokoh-tokoh dari Muhammadiyah.
Belakangan nama Din Syamsuddin banyak dikaitkan dengan berdirinya Partai Matahari Bangsa (PMB), partai yang didirikan anak-anak muda Muhammadiyah. Walaupun kabar tersebut tidak pernah diakui dan ketika PMB berkeinginan untuk mengusung Din Syamsuddin sebagai capres dalam Pilpres 2009.
Din Syamsuddin dipandang sebagai sosok pemimpin umat Islam bukan hanya karena Din Syamsuddin yang menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah, tetapi karena kemampuan yang dimilikinya untuk berdialog dengan seluruh umat beragama baik dengan sesama umat Islam, juga dengan umat beragama lainnya.
Din Syamsuddin juga pernah diundang ke Vatican untuk memberikan ceramah umum tentang terorisme dalam konteks politik dan ideologi. Din Syamsuddin memandang bahwa terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu politik dibandingkan dengan isu ideologi.
Riset dan analisis oleh Ayu Kurnia.

PENDIDIKAN
  • Pondok Modern Gontor Jawa Timur (1975)
  • IAIN Jakarta, Sarjana Muda, Fakultas Ushuluddin (BA, 1980)
  • IAIN Jakarta, Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama (Drs, 1980)
  • University of California Los Angeles (UCLA), USA, Interdepartmental Programme in Islamic Studies (MA, 1988)
  • University of California Los Angeles (UCLA), USA, Interdepartmental Programme in Islamic Studies (Ph.D, 1991)
KARIR
  • Aktivis Muhammadiyah
  • DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada 1985
  • Mengajar di IAIN Jakarta
  • mengajar di UIN Syarif Hidayatullah
  • Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah di tahun 1989 selama 4 tahun
  • Anggota Majelis Hikmat PP Muhammadiyah di tahun 1990
  • Wakil ketua PP Muhammadiyah dari tahun 2000 hingga 2005
  • Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
  • Ketua Litbang Golongan Karya
  • Ketua Umum PP Muhammadiyah 
PENGHARGAAN
  • Menerima Anugerah Tokoh Islam 1433 H dari Kerajaan Pulau Pinang, Malaysia. Sebagai pengakuan dan penghargaan atas perjuangan Ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu dalam menampilkan Islam yang berkemajuan melalui organisasi Muhammadiyah.
  • Ambassador for Peace karena beliau dipandang sebagai sosok pemimpin umat Islam, bukan hanya karena beliau Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, namun lebih karena kemampuannya untuk melakukan dialog dengan seluruh elemen umat beragama, baik Islam maupun umat beragama lainnya.

Jumat, Februari 14, 2014

MARI BERSAMA CIPTAKAN GENERASI MUDA YANG BERILMU DAN BERTAQWA

Masa muda adalah masa yang sangat menyenangkan, masa yang penuh dengan kebahagiaan, kenangan-kenangan indah terukir pada saat muda.
Sehingga banyak generasi muda kita memanfaatkan hal itu dengan banyak kegiatan yang amoral yang penting menurut mereka happy, tidak peduli apa pendapat orang lain.

Banyak juga generasi muda yang memanfaatkan masa mudanya dengan aktifitas bermanfaat, seperti menghadiri pengajian (ta’lim) atau halaqah, memperingati hari besar Islam, menyantuni yatim piatu, membantu orang yang terkena bencana dan lain sebagainya.

Hal tersebut pantas dilakukan para generasi muda kita saat ini , mengingat banyak sekali masalah yang harus ditangani anak-anak muda negri ini.
Ketimbang melakukan dugem, merayakan hari kasih sayang (valentine), pesta, nongkrong-nongkrong di pinggir jalan, dan lain sebagainya yang menjurus kepada perbuatan maksiat.

Fenomena kehidupan metropolitan yang konsumerisme saat ini sudah masuk ke desa-desa, banyak sekali anak-anak muda di desa yang kehidupannya mirip dengan anak-anak muda kota.

Realita ini membuat hati miris, karena masa muda seharusnya diisi dengan hal-hal yang positif seperti mengikuti proses belajar mengajar dengan baik di sekolah, mengadakan penelitian, mempersiapkan diri dengan keterampilan (skill)  dan lain sebagainya.

Bukan dengan hal-hal yang negatif apalagi yang menjurus kepada kemaksiatan. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke syurga.“  (H.R. Imam Muslim).

Bahkan, Imam Syafe’i memanfaatkan masa mudanya dengan banyak menghafal Alquran, beliau adalah orang yang cerdas, kuat hafalannya dan ilmunya banyak.

Suatu hari dia merasa susah sekali menghafal, lalu mengadu kepada gurunya. Gurunya pun menasehatinya, ''Tinggalkan maksiat, karena ilmu itu cahaya Allah dan cahaya Allah tidak akan bisa bertahan dalam diri orang yang maksiat.''
 

Apa yang dialami Imam Syafe’i ini,  pasti dialami juga anak-anak muda lainnya. Generasi muda seharusnya mengisi masa mudanya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya di masa yang akan datang, mengingat masa yang akan datang adalah tanggung jawab para generasi muda saat ini.

Walaupun seseorang masih muda, tapi ia berilmu tinggi, ia patut dipandang sebagai seorang yang besar. Sebaliknya, bila orang sudah tua tapi ia tidak memiliki ilmu , maka ia dapat dipanggil sebagai orang kecil.

Generasi muda saat ini adalah pemimpin di masa yang akan datang, akan dibawa kemana negri ini di masa yang akan datang? Tergantung generasi muda saat ini.

Sudah seharusnya, generasi muda Indonesia memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, melakukan hal-hal positif, mempersiapkan diri menjadi pemimpin di masa yang akan datang, agar negara kita lebih baik dan lebih maju. Allahu a'lam bish shawab.

Kamis, Februari 13, 2014

"SAY NO TO VALENTINE'S DAY"

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al-Isra’ : 36)

Setiap kali tanggal 14 Februari tiba, muncul kegalauan dalam hati, khususnya orang tua yang saat ini mendapat titipan anak yang sedang tumbuh remaja. Momentum ini diperingati dunia sebagai  Valentine’s Day (hari kasih sayang).

Tak terbantahkan, ada skenario besar untuk meruntuhkan moralitas anak bangsa calon pemimpin masa depan kita. Momen ini telah menjadi ajang maksiat yang terorganisir dan vulgar dengan dan untuk alasan cinta dan kasih sayang.

Anak-anak baru gede (ABG) dari berbagai lapisan berkumpul dengan lawan jenis tanpa peduli norma, etika dan agama. Ironisnya, para pemimpin formal dan non formal, seakan tak berkutik mencegah atau malah membiarkannya.

Faktanya, setiap Valentine’s Day usai, banyak kondom berserakan di tempat rekreasi karena hubungan seks bebas (zina massal), minuman keras dan narkotika yang meruntuhkan tatanan nilai masyarakat yang beradab.

Republika (10/02/2014) memuat pernyataan HTI yang mensinyalir sebuah penelitian di Surabaya bahwa 20 persen remaja yang hamil di luar nikah terjadi setelah perayaan yang menjerumuskan ini.

Sejatinya, cinta dan kasih sayang adalah karunia yang sangat berharga dari Allah SWT untuk hambanya. Ia titipkan cinta dan kasih sayang itu pada setiap insan agar saling mencintai dan menyayangi dalam membangun kehidupan.

Sungguh, kecintaan (hubbus-syahawat) kepada wanita (juga sebaliknya) adalah anugerah yang dihembuskan sejak manusia dilahirkan (QS.3:14).

Namun, agar cinta dan kasih sayang tidak ternoda dan salah kaprah, maka Allah SWT menurunkan agama. Kecintaan pada lawan jenis tersebut dapat tersalurkan di jalan, tempat dan cara yang benar yakni melalui pintu pernikahan.
 
Jika ditelusuri, Valentine  berarti Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa. Kata ini ditujukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi dahulu.

Jadi, ketika kita meminta orang menjadi to be my Valentine, berarti kita memintanya menjadi Sang Maha Kuasa terhadap diri kita.
Di sinilah muncul problem akidah, yakni kemusyrikan. Karena menjadikan sesuatu sebagai Ilah (tuhan) bertentangan dengan Tauhid. (QS. 112:1-4).

Perayaan Valentine’s day sendiri berasal dari perayaan ritual Lupercalia yang merupakan rangkaian upacara penyucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak.

Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan nama gadis yang keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersenang-senang. 

Ketika Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristen Katolik dengan menganti nama gadis-gadis tersebut dengan nama Paus atau Pastor. Pendukungnya adalah Kaisar Constantine dan Paus Gregory I.
Untuk lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, maka Paus Glasius I  menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang mati pada tanggal 14 Februari.
Jelaslah sudah, setiap perayaan apapun yang berkaitan dengan Valentine’s Day, merupakan bentuk pengakuan ritual agama Romawi dan kristiani (Katolik). 

Kasih sayang adalah nama Allah SWT. yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang mesti menjadi penghias pribadi Muslim setiap saat, kapan dan di mana pun.

Sementara, Valentine’s Day, tidak bisa dilepaskan dari ritual agama Romawi dan Kristiani yang dikemas menjadi kegiatan biasa dan untuk semua orang. Bahkan dijadikan justifikasi untuk menghalalkan kemaksiatan kolektif yang merusak akidah dan akhlak. 

Valentine’s Day adalah wujud kejahiliyahan modern yang boleh jadi lebih buruk dari jahiliyah pra Islam yang lokal dan konvensional.
Kejahiliyahan modern, menurut Muhammad Qutub dalam buku Jahiliyah Abad 20, adalah kerusakan moral yang dibingkai secara sistematis dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan mengabaikan nilai-nilai ketuhanan. 

Bagi seorang Muslim, meniru budaya yang bertentangan dengan Islam, adalah menodai Islam itu sendiri. Mengikuti suatu budaya berarti sama saja dengan mereka.
Nabi SAW. merngingatkankan hal ini jauh hari : ”Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” (HR. Abu Daud dari Ibnu Umar).

Memang, serangan bertubi-tubi dan sistematis untuk merusak akidah dan akhlak generasi muda Islam sedemikian gencar dan sistematis.
Buku Paket SD yang berisi gambar porno.  Murid SMP di Jakarta melakukan mesum dan direkam oleh temannya.
Sementara VCD dan situs-situs porno  begitu mudah didapat dan diakses. Narkoba merajalela dan tindak kriminal (tawuran pelajar) masih terjadi.
Penanggung jawab utama  pendidikan anak adalah orang tua dan guru di Sekolah, juga tokoh masyarakat dan Pemerintah.

Saya ajak adik-adik remaja Islam di seluruh dunia, untuk menolak dan katakan : Say No To Valentine’s Day”. Insya Allah kita bisa ! Amin. Allahu a’lam bish-shawab

Selasa, Februari 11, 2014

GERAKKAN BELAJAR KHUSYUK DALAM SHOLAT

"Ingatlah mati dalam shalatmu, karena apabila seseorang mengingat mati dalam shalatnya, niscaya ia akan bersusah payah memperbaiki shalatnya. Dan shalatlah seperti shalatnya seseorang yang tidak mengira  akan shalat lagi." (HR. Ibn Majah)
     
Hadis Nabi Muhammad SAW tersebut menunjukkan penting dan nikmatnya khusyuk dalam shalat dengan cara mengingat mati dan menjadikan shalat yang dilaksanakan itu seolah-olah merupakan shalat terakhirnya.

Dengan kata lain, shalat yang berkualitas adalah shalat yang dapat menyadarkan pelakunya bahwa ia tidak lama lagi akan mati dan kini sedang shalat wada' (shalat pamitan, selamat jalan). 

Sejalan dengan makna dasarnya, shalat khusyuk berarti shalat yang pelaku berhasil menundukkan hatinya untuk hanya fokus mengingat Allah, merenungi dan memaknai gerak-gerik dan bacaan shalat.
       
Khusyuk yang hakiki, menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, adalah kekhusyukan iman yang ada dalam hati Muslim, sehingga memancarkan kekhusyukan perkataan dan perbuatan anggota badan.

Iman yang khusyuk ditandai oleh sikap hati yang penuh pengagungan, ketundukan, kepasrahan, takut, dan malu kepada Allah, sehingga hatinya dipenuhi rasa cinta dan rindu kepada-Nya.
"Sungguh beruntung orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalat mereka." (QS. Al-Mukminun [23]: 1-2).

Keberuntungan spiritual ini hanya dapat diwujudkan oleh Mukmin yang shalatnya mampu menghadirkan dialog spiritual dengan Allah SWT, dan mampu menghentikan komunikasi dengan segala urusan dunia dan urusan personal di luar shalat.

Itulah shalat yang menenteramkan jiwa dan menjadikan shalat itu bermakna: bermuara pada penjauhan diri dari perbuatan keji dan munkar (QS. al-Ankabut [29]: 45).
    
Khusyuk dalam shalat itu nikmat, karena hamba dapat curhat langsung dengan Sang Maha Kasih (Allah). Sayangnya, nikmatnya khusyuk tidak selamanya dapat dinikmati oleh semua orang yang shalat, karena berbagai sebab.

Di antaranya adalah peshalat tidak menyempurnakan wudhunya, pakaian dan tempatnya tidak suci, isi perutnya tidak halal, fisiknya shalat tapi hatinya tidak ikut hadir dalam shalat.
Yang diingat justru selain Allah, shalatnya terburu-buru, tidak konsentrasi, dan tidak dibarengi pemahaman terhadap pesan-pesan moral dan sosial shalat.
       
"Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (QS. Al-Ma’un [107]: 4-5). Dalam hal ini, orang yang tidak dapat merasakan nikmatnya khusyuk berarti termasuk orang yang mendustakan agama.

Pendusta agama itu hanya menjadikan agama sekadar formalitas, tanpa spiritualitas dan moralitas luhur yang termanifestasikan dalam amal sosial yang nyata.
       
Jika kita selalu belajar khusyuk dalam shalat dan belajar menikmati spiritualitas shalat, maka dengan sendirinya kita tidak akan pernah tergoda untuk melakukan perilaku yang tidak bermoral, seperti korupsi, penyalahgunaan narkoba, miras, pornoaksi, dan aneka kemaksiatan lainnya.

Belajar khusyuk dalam shalat dan menikmatinya sebagai menu spiritual harian kita dapat memandu jalan hidup kita untuk selalu membersihkan diri (tazkiyatun nafs), memaksimalkan dedikasi, dan meningkatkan integritas diri di manapun dan kapanpun.
    
Karena itu, evalusi terus-menerus terhadap kualitas shalat kita menjadi sangat penting. Belajar merasakan nikmatnya khusyuk dalam shalat perlu dimulai dari kesiapan hati kita untuk mau mendengar dan meresponi panggilan Allah (azan) dengan penuh rasa syukur, rasa rindu, dan rasa cinta bertemu dengan Sang Kekasih.

Sabda Nabi SAW: "Tiada seseorang yang merasa dipanggil untuk menunaikan shalat fardhu, lalu ia memperbaiki wudhu, khusyuk dan rukuknya, melainkan shalatnya itu menjadi penghapus dosa setahun sebelumnya, selama ia tidak mempunyai dosa besar." (HR. Muslim)
    
Agar dapat belajar merasakan nikmatnya khusyuk, ada baiknya kiat-kiat shalat dengan khusyuk yang diberikan oleh Imam al-Ghazali berikut kita coba aktualisasikan.
Pertama, bersihkan hati, pikiran, dan anggota badan agar jiwa siap menghadap dan mendekat kepada Yang Mahasuci.

Kedua, agungkan dan hanya ingat Allah dan ingat mati selama shalat, sehingga semua urusan keduniaan yang ada di luar shalat itu dikesampingkan dan dianggap kecil. Hanya Allah saja yang Maha Besar.

Ketiga, konsentrasi dan pahami makna semua bacaan dan gerak-gerik shalat. Makna gerakan dan bacaan shalat penting dipahami dan dihayati sepenuh hati, agar pesan moral shalat dapat ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, takut dan malu kepada Allah jika shalat yang dilaksanakan tidak sempurna, apalagi tidak diterima. Perasaan takut dan malu ini harus dimaknai secara positif, sehingga kita melaksanakan shalat dengan serius sekaligus tulus.

Jumat, Februari 07, 2014

KISAH SAHABAT ABU QIBALAH

Dalam kitab Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban diceritakan sebuah kisah nyata yang sangat memikat diperankan seorang sahabat dengan julukan Abu Qibalah. Khususnya, di kalangan pengamat isnad hadis dia sudah sangat dikenal.

Namanya sering kali disebut dalam isnad hadis. Dia adalah salah seorang perawi hadis dari (jalur) Anas bin Malik. Salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Selain itu, dia juga seorang perawi hadis dari (jalur) Malik bin al-Khuwairits.

Abdullah bin Muhammad menuturkan, suatu hari dia keluar menuju tepi pantai untuk memantau kawasan tersebut dari kedatangan musuh. Tanpa terasa, dia telah berada di sebuah dataran yang cukup lapang di tepi pantai.

Di sana, terdapat sebuah kemah yang dihuni pria dengan kedua tangan dan kedua kaki yang buntung. Pendengaran dan penglihatan dia sudah tidak berfungsi dengan baik. Bahkan, seluruh anggota tubuhnya sudah tidak berfungsi, kecuali lidahnya.

Dengan lidahnya, dia berkata: “Ya Allah, bimbinglah aku agar bisa memuji-Mu, sehingga aku bisa mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku. Sungguh, Engkau telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluk-Mu yang lain.

Mendengar semua itu, Abdullah berkata dalam hatinya, “Demi Allah, aku akan mendatangi pria itu. Aku akan bertanya, mengapa dia mengatakan semua itu. Apakah dia memahami yang diucapkannya? Ataukah, itu sebentuk ilham yang diturunkan dari langit kepadanya?

Abdullah bertanya, “Wahai saudaraku, nikmat mana yang telah Allah berikan, sehingga kamu merasa perlu memanjatkan puji kepada-Nya? Kelebihan apa yang telah Allah berikan kepadamu, sehingga kamu merasa perlu memanjatkan syukur kepada-Nya?

Pria tersebut menjawab, “Tidakkah engkau lihat yang telah Rabbku lakukan terhadapku? Demi Allah, seandainya Dia memerintahkan petir untuk menghajar tubuhku sehingga terbakar atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindih tubuhku sehingga remuk atau memerintahkan laut untuk menyeretku sehingga tubuhku tenggelam atau memerintahkan bumi untuk menelanku sehingga tubuhku terbenam, niscaya hal itu akan membuatku lebih bersyukur lagi kepada-Nya. Lantaran, Dia telah memberikan kenikmatan luar biasa kepadaku berupa lidahku ini.

Kemudian, pria itu meminta bantuan kepada Abdullah. “Engkau telah melihat keadaanku, bukan? Aku sungguh tidak bisa menolong diriku sendiri dalam kondisi seperti ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” katanya.

Menurut pria itu, dia memiliki seorang anak yang selalu melayaninya. Saat waktu shalat tiba, anak itulah yang membantunya bewudhu. Saat lapar, dialah yang menyuapi. Saat haus, dialah yang memberi minum. Tapi, sudah tiga hari ini anak itu tidak menemuinya.

Ia memohon agar Abdullah bersedia mencari kabar tentang anaknya. Abdullah segera berlalu untuk mencari keberadaan anak (laki-laki) tersebut. Konon, tidak terlalu jauh dari kemah pria tersebut Abdullah melihat gundukan pasir.

Ternyata, di bawah gundukan pasir itulah terkubur sesosok mayat. Anak yang baik hati itu rupanya telah tewas diterkam binatang buas. Abdullah berpikir keras bagaimana menyampaikan berita duka itu agar pria tersebut tidak larut dalam nestapa.

Di tengah perjalanan menuju kemah, dalam pikiran Abdullah terlintas kisah Nabi Ayyub. Sesampainya di kemah, Abdullah mengucapkan salam. Pria itu pun menjawab salamnya.

Lalu, pria itu bertanya: “Bukankah engkau adalah pria yang tadi menemuiku? Bagaimana dengan permintaanku?” Abdullah menceritakan kabar buruk yang telah menimpa anaknya dengan menggambarkan kesabaran dan kesyukuran Nabi Ayyub.

Tujuannya, agar pria tersebut tetap bersabar dan bersyukur dengan segala peristiwa yang telah menimpa dirinya. Ternyata, pria tersebut sungguh luar biasa. Dengan tenang, dia menyambut berita duka dengan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Setelah itu, dia tampak menarik napas panjang, kemudian meninggal dunia. Abdullah tersentak menyaksikan peristiwa menyedihkan itu. Dia segera menutupi wajahnya dengan kain.

Belakangan, Abdullah diberi tahu kalau pria tersebut adalah Abu Qibalah. Pria yang pandai bersabar dan bersyukur kepada Allah yang patut diteladani. Nama lengkapnya Abdullah bin Zaid al-Jarmi. Dia berasal dari Bashrah.

Dia dikenal sebagai salah seorang ahli ibadah dan ahli zuhud. Dia wafat di Syam pada 104 Hijriyah. Yakni, pada masa pemerintahan Yazid bin Abdul Malik.

Selasa, Februari 04, 2014

HAKIKAT KEHIDUPAN DI ALAM AKHIRAT

Kehidupan di dunia ini sebenarnya adalah kehidupan menuju akhirat. Ia adalah jembatan yang mesti dilalui oleh setiap manusia sebelum menempuh alam akhirat. Bahasa sederhananya, kehidupan dunia adalah medan persediaan dan persiapan untuk menuju kehidupan akhirat yang kekal sepanjang zaman. Ar-Raghib mengatakan, Kekal adalah terbebasnya sesuatu dari segala macam kerusakan dan tetap dalam keadaan semula.” 
Kehidupan dunia ini merupakan jembatan penyeberangan, bukan tujuan akhir dari sebuah kehidupan, melainkan sebagai sarana menuju kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Karena itu, Alquran menamainya dengan beberapa istilah yang menunjukkan hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Pertama, al-hayawan (kehidupan yang sebenarnya). Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut [29]: 64).
Kedua, dar al-qarar (tempat yang kekal). Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS Ghafir [40]: 39).
Ketiga, dar al-jaza’ (tempat pembalasan). Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allahlah yang benar lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).” (QS an-Nur [24]: 25).
Keempat, dar al-muttaqin (tempat yang terbaik bagi orang yang bertakwa). Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘(Allah telah menurunkan) kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (QS an-Nahl [16]: 30).
Dengan demikian, setelah manusia mengetahui akan hakikat kehidupan yang sebenarnya, mereka akan memberikan perhatian yang lebih besar pada kehidupan akhirat yang kekal daripada kehidupan dunia yang fana ini. Sebab, Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang.” (QS ad-Dhuha [93]: 4).
Oleh karena itu, Sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu. Mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 25). Wallahu a’lam.