Rabu, November 23, 2011

SAMBUT TAHUN BARU 1 MUHARRAM 1433 HIJRIYAH

Dalam kajian para filosofi manusia menjadi salah satu obyek kajian tersendiri, filsafat manusia. Diantara yang dibahas adalah tujuan hidup manusia. Sebut saja Aristoteles, seorang filosofi yang sudah tak asing lagi, dari Yunani. Konsep tujuan hidup manusia menurut Aristoteles terkenal dalam karyanya Ethika Nicomachea.  Yaitu, “Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Orang yang sudah bahagia tidak memerlukan apa-apa lagi pada satu sisi, dan pada sisi lain tidak masuk akal jika ia masih ingin mencari sesuatu yang lain. Hidup manusia akan semakin bermutu manakala semakin dapat mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. Dengan mencapai tujuan hidup, manusia akan mencapai dirinya secara penuh, sehingga mencapai mutu yang terbuka bagi dirinya”.

Secara sederhana pernyataan filsuf legendaris tersebut sejalan dengan  fitrah manusia. Dimana manusia lebih cenderung (baca mencari) kebahagiaan dan cenderung menghindari kesedihan atau kesusahaan. Jika memang mencari kebahagiaan adalah fitrah dan tujuan hidup manusia. Lantas pertanyaannya kebahagiaan seperti apa? Kemudian apakah semata-mata hanya mencari kebahagiaan?

Banyak orang menafsirkan dan memaknai kebahagiaan disini. Salah satu yang sering dianggap dapat mewujudkan kebahagiaan secara mutlak adalah jika mendapatkan kekuasaan, harta, dan wanita. Karena itu tak jarang kita melihat sekian banyak orang berlomba-lomba mendapatkan keitga hal yang mendasar tersebut. Pada akhirnya terjebak dalam gaya hidup hedonis bahkan menjadi hamba dunia.
Islam mempunyai konsep yang lebih sempurna dan jelas tentang tujuan hidup manusia ini. Allah swt berfirman dalam Al Quran “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Adz Dzariaat [51] : 56).

Ini adalah hal yang paling mendasar dalam konsep Islam tentang tujuan hidup manusia. Tidak lain manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah swt. Sebagai Sang Pencipta maka Allah mempunyai hak yang absolut terhadap hambanya.
Menurut Ibnu Abas dalam tafsir Ibnu Katsir, kalimat “Liya’buduun” dalam ayat tersebut bermakna “ menghinakan diri kepada Allah dan mengagungkan-Nya”. Dengan begitu ibadah disini mempunyai cakupan arti yang luas. Tidak hanya sebatas ibadah yang kita kenal. Yaitu, shalat, zakat, shaum, dan haji. Secara sederhana dapat kita pahami, segala sesuatu yang diniatkan lillahi ta’la dan tidak melanggar syariat maka ia bernilai ibadah, inysa Allah.

Yang sangat menarik di sini ternyata ibadah tidak hanya bekerja secara sepihak. Akan tetapi mempunyai timbal balik bagi manusia itu sendiri. Ibadah bukan hanya semata-mata kewajiban kita sebagai seorang hamba kepada Sang Penciptanya. Ibadah mempunyai efek psikis yang menjadi tujuan hidup dalam kacamata filsafat, yaitu kebahagiaan.
Jika kita benar-benar telah ikhlas dan benar-benar memahami hakikat ibadah itu sendiri. Kita akan merasakan kebahagiaan setiap kali kita selesai menunaikan ibadah. Artinya ibadah apapun itu bukan semata-mata gerak tubuh dalam ritual khusus. Juga bukan semata menunaikan kewajiban. Rasulullah saw bersabda, “Berdirilah Bilal, maka nyamankan kami dengan sholat” (H.R Abu Dawud). Dalam riwayat lain “Wahai Bilal dirikanlah sholat (maksudnya kumandangkanlah adzhan untuk panggilan sholat wajib) nyamankan kami dengannya (dengan shalat)."

Dari hadis tersebut jelas menggambarkan bahwasanya sholat (ibadah) membawa kenyamanan bagi yang menunaikannya. Bahkan ketika ia meniggalkannya maka ia akan merasa sedih. Sebaliknya ketika ia menunaikannya ia akan merasa bahagia.

Mari kita bersama sambut tahun baru 1433 Hijiriyah dengan meraih tujuan hidup yaitu hanyalah beribadah kepada Sang Maha Pencipta Allah SWT.
-----------------------------------------
www.ende-islam.co.id

Jumat, November 18, 2011

MARI BERSAMA MEMBANTU ORANG MISKIN

Suatu hari ada seseorang datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW yang sedang berkumpul dengan para sahabat. Melihat kehadiran pengemis itu, Rasulullah lantas bertanya, "Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?"

Dia menjawab, "Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa dipakai sehari-hari dan sebuah cangkir." Rasulullah lalu berkata, "Ambil dan serahkan ke saya!"

Pengemis itu langsung bergegas pulang dan kembali dengan membawa cangkir. Rasulullah kemudian menawarkan cangkir itu kepada para sahabat, "Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?" Seorang sahabat menyahut, "Saya beli dengan satu dirham."

Rasulullah lalu menawarkannya kepada sahabat yang lain. Seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham. Rasulullah kemudian memberikan dua dirham itu kepada si pengemis. Rasul mengharapkan agar uang itu digunakan untuk membeli makanan buat keluarganya, dan sisa uangnya digunakan untuk membeli kapak. "Carilah kayu yang banyak dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu," kata Rasulullah.

Dua minggu kemudian, pengemis itu datang kembali menghadap Rasulullah SAW, tapi tidak untuk mengemis. Ia datang kepada Rasullah membawa uang 10 dirham hasil dari berjualan kayu. Rasulullah SAW kemudian menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya.

Rasulullah berkata, "Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-meminta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seseorang tidak bisa berusaha."

Kisah ini menggambarkan sifat Rasulullah yang gemar membantu  orang yang tidak mampu. Bantuan tidak hanya berupa uang, tapi juga "kail" atau pekerjaan agar kelak orang yang tidak mampu itu bisa hidup mandiri.

Tidak dapat dimungkiri, jumlah pengemis dan pengangguran di Indonesia saat ini masih sangat tinggi. Alangkah indahnya, jika setiap orang mampu (secara ekonomi) di negeri ini mau meniru perilaku Rasulullah tersebut. Dengan memberi sedekah dan pekerjaan, setidaknya jumlah anak jalanan dan pengangguran bisa diminimalisasi.

Rasullullah memberikan contoh bahwa kesalehan spiritual belum dikatakan sempurna, sebelum dibarengi dengan kesalehan sosial (to be sensitive to the reality).

Dalam Alquran disebutkan bahwa orang yang bertakwa yaitu: "Orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang (QS Ali Imran [3]: 134).

Saatnya kita berbagi dengan orang di sekeliling kita yang fakir dan miskin. Jika orang yang diberi kecukupan ekonomi di negeri ini mau peduli terhadap yang miskin, pasti perempuan Indonesia tidak akan berbondong-bondong menjadi tenaga kerja dan pembantu rumah tangga di negeri orang. Jika orang kaya di negeri ini mau membantu yang lemah dan fakir, tentu tidak banyak anak negeri ini yang putus sekolah. "Sesungguhnya kefakiran (kemiskinan) itu bisa menjerumuskan ke jurang kekafiran."

Senin, November 14, 2011

TANAMKAN JIWA PAHLAWAN DALAM DIRI KITA

'Kita toenjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka … lebih baik kita hantjoer leboer daripada tidak merdeka'. Pernyataan ini disampaikan Bung Tomo saat menyongsong serangan sekutu ke Surabaya, 9 November 1945.

Sejatinya, para pahlawan adalah pelaku perubahan. Mereka tidak pernah rela mengusung kata perubahan untuk mendapatkan kekuasaan dan bintang jasa. Aura perubahan yang melekat pada diri mereka adalah karena gelora jiwa kepahlawanannya yang setia pada kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan orang banyak, serta kasih sayang. Pangkat, jabatan, kekayaan, atribut kebesaran, dan kekuasaan bukan bilangan untuk mengukur nilai kepahlawanan seseorang. Bahkan, semua itu terkadang hanya topeng kebohongan.

Kepahlawanan adalah jiwa mulia orang yang merdeka, yakni merdeka dari kepentingan pribadi, kelompok, dan kepentingan sesaat. Jiwa pahlawan adalah jiwa pembebas, bebas dan merdeka dari ego sendiri, bebas dari penghambaan materi,  dan lainnya. Jeruji penjara hanya medan terbuka untuk mengekspresikan semangat kebenaran yang terlahir dari keyakinan yang kuat, pikiran yang jernih, serta pandangan jujur terhadap kondisi sosial.

Kegelisahannya menjadi titik tolak pemberontakan melawan tirani ketidakadilan dan kezaliman. Kepeduliaan sosialnya menjadi modal utama menerjang penindasan dan kesemena-menaan. Dan, perjuangan terhebat adalah tidak menundukkan kepala di hadapan raja dan penguasa yang zalim.

"Kami sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan … sampai titik darah yang penghabisan!" Demikian pernyataan Jenderal Soedirman saat pidato pelantikan panglima besar Tentara Republik Indonesia, pada 25 Mei 1946.

Di benak para pahlawan, kejahatan adalah alat untuk memperjelas kebenaran. Penindas dan penjajah adalah kroni-kroni Firaun dan Qarun yang harus dilawan. Tak ada yang dapat mematahkan semangat juangnya dalam menegakkan kebenaran sejati. Mereka adalah petarung, bukan penakut apalagi pecundang. Satu-satunya yang mereka takuti hanyalah rasa takut itu sendiri, bahkan kematian. Besarnya kekuatan lawan, tak meluluhkan semangat mereka. (QS al-Ahzab [33]:23).

Bagi pahlawan, kematian adalah masa depan yang pasti. Mereka tak sudi menerima hadiah dari penjajah yang telah merampok negeri walau atas nama pajak sekalipun. Atau, lewat celah-celah peluang untuk mendapatkan proyek dunia, yang hanya dapat memperkaya diri dan keluarganya. Bukan dari rakyat banyak yang sejak awal menjadi titik keberangkatan perjuangannya.

Penghargaan tak mereka butuhkan dari penguasa atau orang kaya yang pecundang. Dengan keteguhan iman, penghargaan tertinggi telah mereka dapatkan dari yang hidup atau sesudah mati. Karena penghargaan juga akan mereka dapatkan dari langit dan bumi.

Pahlawan sejati tidak sekadar memperjuangkan kebenaran (alhaq). Mereka juga mampu menggerakkan rakyat untuk bersatu dalam menumpas setiap ketidakadilan. Mereka akan selalu diikuti rakyatnya, walau hingga ke liang kubur.

Selasa, November 08, 2011

TELADAN NABI IBRAHIM

Di bulan ini, Dzulhijjah, sosok Nabi Ibrahim Alaihis Salam (AS) pasti akan kembali dibicarakan. Itu karena di bulan ini ada dua syariat peribadatan yang tidak terlepas dari sosok agung ini, yaitu pelaksanaan ibadah haji dan kurban. Selain dikenal sebagai salah seorang rasul ulul azmi (yang memiliki keteguhan), beliau juga sering disebut sebagai Khalilullah (kekasih Allah) dan Abul Anbiya (bapaknya para nabi).

Perjalanan hidup manusia termulia setelah Nabi Muhammad SAW ini adalah sebuah perjalanan peneguhan tauhid. Ketaatan dan keimanan luar biasa yang dihadirkan oleh ayah dari dua nabi dengan dua ibu yang berbeda, yaitu Nabi Ismail (dari bunda Hajar) dan Nabi Ishaq (dari bunda Sarah) Alahimus Salam, ini adalah sesuatu yang berat ditunaikan oleh manusia pada umumnya. Sebuah keteladanan yang mesti kita serap dalam kehidupan kita.

Nabi Ibrahim selalu berpijak di atas kebenaran dan tak pernah berpaling meninggalkannya. Posisinya dalam agama sangat tinggi (seorang imam) dan selalu total dalam mengabdi. Beliau pun tak pernah lupa mensyukuri segala nikmat-Nya (QS an-Nahl: 120-121).

Nabi Ibrahim merupakan sosok pembawa panji-panji tauhid. Perjalanan hidupnya sarat dengan dakwah kepada tauhid dan segala liku-likunya (QS al-Mumtahanah: 4-5). Beliau selalu mengajak umatnya kepada jalan Allah serta mencegah mereka dari sikap taklid buta terhadap ajaran sesat nenek moyangnya (QS al-Anbiya: 52-58). Allah SWT memilihnya dan menunjukinya ke jalan lurus serta mengaruniakannya segala kebaikan dunia dan akhirat (QS an-Nahl: 121-122). Bahkan, Allah SWT mengangkatnya sebagai khalil (kekasih). (QS an-Nisa: 125).

Perjalanannya merupakan cermin pendidikan keagamaan yang disampaikan orang tua terhadap anak cucunya (QS al-Baqarah: 132). Bahkan, Nabi Ibrahim AS senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah SWT untuk kesalehan anak cucunya (QS Ibrahim: 35 dan 40).

Perjalanan hidupnya juga mengandung pelajaran berharga bagi para anak, karena beliau adalah seorang anak yang amat berbakti kepada kedua orang tuanya dan selalu menyampaikan kebenaran kepada mereka dengan cara yang terbaik (QS Maryam: 42-45). Ketika sang bapak, Azar, sang pembuat patung Tuhan, menyikapinya dengan keras, Nabi Ibrahim tetap santun dan berdoa untuk kebaikan ayahnya (QS Maryam: 47).

Kisah Nabi Ibrahim AS juga mengandung pelajaran berharga bagi seorang ayah kepada anaknya bahwa selalu ada ruang untuk berpendapat atas setiap keputusan sang kepala rumah tangga kepada anak-anaknya. Perintah langsung Allah untuk menyembelih sang anak diberinya ruang berpendapat bagi anaknya (QS as-Saffat: 102).

Perjalanan hidup sang pencetus agama hanif ini adalah juga edukasi berharga bagi para suami istri. Asas membina kehidupan rumah tangga tidak lain di atas keridaan perintah Allah SWT. Hal ini tecermin dari dialog antara Nabi Ibrahim dan istrinya yang bernama Hajar, ketika Nabi Ibrahim membawanya beserta anaknya ke Kota Makkah yang masih tandus dan belum berpenghuni atas perintah Allah SWT. "Apakah Allah yang memerintahkanmu berbuat seperti ini?' Ibrahim menjawab, 'Ya.' Maka (dengan serta-merta), Hajar mengatakan, 'Kalau begitu Dia pasti (Allah) tidak akan menyengsarakan kami'." (Lihat Shahih Bukhari, No 3364).

Senin, November 07, 2011

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1432 HIJRIYAH

Blog www.ende-islam.co.id mengucapkan :

"SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1432 HIJRIYAH"

Untuk segenap masyarakat Muslim Kabupaten Ende

-------------------------------------------------------------------
Marilah berkurban untuk kesejahteraan seluruh umat Muslim Ende





Jumat, November 04, 2011

WUKUF ARAFAH UNTUK INSTROPEKSI DIRI

Wukuf di Arafah hendaknya dijadikan introspeksi diri dan mohon ampun atas dosa yang diperbuat sehingga saat kembali ke Tanah Air memiliki jiwa bersih, kata Naib Amirul Haj KH Hasyim Muzadi."Persiapkan kedatangan saat wukuf dengan persiapan lahir dan bathin bersih untuk melakukan tobat karena di situ Allah akan mengampuni dosa-dosa yang kita perbuat," kata Hasyim di Mekah, Kamis.
Pesan tersebut disampaikan Hasyim yang juga mantan ketua umum PBNU saat menjelang keberangkatan jamaah calon haji Indonesia yang jumlahnya mencapai 200 ribu orang lebih menuju Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina), Jumat (4/11).
Dia mengatakan di Arafah saat melakukan wukuf jamaah hendaknya melakukan kegiatan ibadah seperti zikir, membaca Al Quran, berdoa, sholat, dan jangan terlalu banyak bersendagurau dan ngobrol yang tidak perlu.
Di situ, kata Hasyim, jamaah agar menyerahkan diri kepada Allah agar segala dosa-dosanya diampuni dan berdoa seikhlas-iklasnya agar dapat membawa ketengan hati dan untuk kebaikan diri sendiri."Saat kita membersihkan diri dengan berdoa dan monon ampunan dari Allah maka jiwa kita diharapkan bisa bersih dan akan menjadi tameng jika kita akan melakukan perbuatan tidak baik," katanya.
Wukuf di Arafah memiliki kegiatan yang sangat penting karena disitulah jamaah menjalankan rukun haji.Begitu pentingnya jamaah calon haji berada di Arafah untuk rukun, sehingga jamah yang sakit dalam kondisi pun harus beerada di tempat itu sekalipun menggunakan ambulans.
Hasyim mengatakan, dengan jiwa yang bersih diharapkan jamaah haji Indonesia saat pulang ke Tanah Air bisa menjadi mabrur dan meninggalkan segala hal yang dilarang.
Dikatakan pula dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini juga banyak diikuti oleh sejumlah pejabat tinggi baik di pusat dan daerah, sehingga wukuf ini juga bisa dimanfaatkan untuk introspeksi diri."Selama ini masih kurang ada suri teladan dari pejabat di Tanah Air dan diharapkan dengan menjadi haji bisa menjadi teladan bagi rakyatnya," katanya.